[email protected]

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Aku Tidak Mau Tuli, Bu!

Pagi ini, seperti hari-hari sebelumnya Doni bangun pukul setengah tujuh pagi. Padahal, ibunya telah membangunkannya sejak azan Subuh berkumandang. Ibunya telah menyuruhnya salat Subuh sejak tadi, tetapi ia hanya diam tak bergeming. Ia masih bergelung di dalam selimut, tanpa mempedulikan suruhan ibunya.

Bangun tidur pun ia malas-malasan. Kalau saja ibunya tidak masuk ke kamarnya dan mengoyang-goyangkan tubuhnya, mungkin ia tidak bangun. Ia lebih memilih tidur dan bermain seharian ketimbang sekolah. Ibadah pun tidak dilakukannya. Akan tetapi, ibunya tetap sabar menghadapinya. Tidak pernah keluar sedikit pun umpatan dari ibunya. Hanya nasihat dan teguran lembut saja yang terdengar.

“Doni, ayo sarapan. Sudah pukul tujuh kurang lima menit. Nanti kamu terlambat, Nak.”

“Iya, Bu. Sabar. Aku sedang memakai sepatu.”

Ibunya hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Doni. “Nak, kamu sudah kelas delapan sekarang. Sebentar lagi SMA. SMA di sini sangat jauh Nak. Cobalah mulai sekarang kamu mandiri. Pergi sendiri, agar nantinya kamu tidak canggung. Ibu tidak bisa kalau harus mengayuh sepeda sejauh itu tiap pagi, Nak.”

“Ibu bisa mengantarkanku dengan angkutan umum.” Jawabnya tak peduli.

“Kalau dengan angkutan umum, pasti biayanya besar, Nak. Lebih baik kamu saja yang naik angkutan umun sendirian atau kamu bisa menggunakan sepeda. Biar Ibu berjualan berjalan kaki saja.”

Mereka pun segera berangkat ke sekolah Doni. Tepat ketika mencapai pagar sekolah, bel masuk berbunyi. Doni segera berlari masuk ke dalam kelasnya untuk meletakkan tas. Kemudian ia kembali keluar untuk berbaris bersama teman-temannya.

Siang hari, Doni pulang dijemput oleh ibunya. Ibunya yang mulai renta bersusah payah mengayuh sepeda tua milik almarhum ayahnya. Peluh bercucuran menggonceng Doni yang bertubuh gemuk.

Sesampainya di rumah, makanan untuk Doni telah tersaji. Ibunya kembali berangkat ke pasar untuk berjualan. Doni ditinggalkannya di rumah hingga sore hari.

“Doni, sudah buat PR?” tanya ibunya ketika sampai di rumah.

Doni asyik menonton televisi. Teguran ibunya tidak digubrisnya.

“Nak, sudah salat Ashar?” tanya ibunya sambil memijat kakinya yang sakit.

Lagi-lagi Doni tidak mempedulikan ibunya. Ibu yang malang hanya mampu mengurut dada melihat kelakuan anaknya yang manja dan tidak peduli padanya.

“Doni, nanti telingamu benar-benar tuli, diazab oleh Allah.”

Doni cemberut. Tapi ia tetap tidak mempedulikan perkatan ibunya. Ia malah pergi ke kamar dan tidur.

Keesokan paginya, seperti biasa. Ibu Doni membangunkan Doni tepat ketika azan Subuh berkumandang. Doni tersentak. Ia melihat ibunya sebentar, lalu kembali menarik selimut hingga menutupi kepalanya.

“Nak, nanti Allah murka, hati-hati dengan murka Allah!” kata ibunya tegas.

“Ibu, nanti sajalah kalau mau ceramah. Aku masih ngantuk.”

Ibu Doni keluar dari kamar anaknya. Hatinya sedih melihat kelakuan anaknya yang jauh dari agama dan tidak peduli dengannya.

Pukul setengah tujuh, ibunya membangunkan Doni. Namun Doni tidak juga bangun. Setelah digoncang-goncang tubuhnya, baru ia bangun.

“Bangunlah, sudah jam tujuh kurang!”

Doni kebingungan. Ia melihat ibunya seolah berbicara, namun ia tidak mendengar satupun perkataan ibunya. “Ibu bicara?”

Ibunya terkejut. “Kau tidak mendengar suara Ibu?”

Doni pucat pasi. Tubuhnya gemetaran. “Ibu, apa yang terjadi padaku?”

Ibunya memeluk Doni sambil menangis. “Ya Allah, mungkin ini teguran untukmu, Nak. Sekarang, mandilah dulu. Kita ke puskesmas.”

Doni mengerutkan dahi, tidak mendengar perkataan ibunya. Ibunya mengambil secarik kertas dan menulis sebuah pesan singkat agar Doni mandi dan bersiap-siap ke puskesmas. Ibu Doni pun menulis surat izin sakit untuk anaknya yang akan diberikannya kepada tetangga yang satu sekolah dengan anaknya.

Doni beranjak dari tempat tidurnya. Matanya berair. Ia hanya mendengar kebisingan yang memekakkan telinga. Ia pun teringat akan kesalahan-kesalahan pada ibunya selama ini. Ia terlalu sering melawan ibunya, tidak peduli atas perkataan ibunya, suruhan ibunya untuk salat, dan bantahan-bantahan lainnya yang ia lakukan. Hal yang paling sering dilakukannya adalah pura-pura tidak mendengar perkataan ibunya dan menganggap bahwa ibunya tidak berbicara apapun.

Doni sadar, perbuatannya itu sangat tidak baik. Ia telah menyakiti hati ibunya. Padahal ibunya sangat menyayanginya. Hanya ibunya lah yang ia miliki setelah ayahnya tiada. Setiap hari ibunya banting tulang mencari uang untuk kehidupan yang layak baginya.

“Doni tidak apa-apa, Bu. Mungkin beberapa hari ini sembuh. Badannya hanya panas, jadi bermasalah ke indera pendengarannya.” Jelas dokter menenangkan Ibu Doni yang terlihat sangat cemas.

“Doni tidak mau tuli, Bu!” teriaknya sambil menangis. Ibu Doni mengusap punggung Doni, menenangkan.

“Terima kasih, Dok. Saya permisi dulu.” Kata ibu Doni sambil ke luar dari ruangan dokter.

Setelah menebus obat, Doni dan ibunya pulang ke rumah. Doni terus-terusan menangis. Tidak henti-hentinya ia mengatakan bahwa ia tidak ingin tuli dan meminta maaf pada ibunya. “Maafkan Doni, Bu. Doni janji akan mengikuti semua nasihat Ibu. Doni tidak akan melawan dan mengabaikan kata-kata Ibu lagi.” Kata Doni sambil menangis. Ibu Doni memeluk anak satu-satunya itu sambil menangis. Kemudian ia tersenyum dan menganggukkan kepala.

Pelajaran untuk seluruh anak-anak agar jangan pernah melawan orang tua, mengabaikan perintah orang tua, apalagi pura-pura tidak mendengar perkataan orang tua. Karena orang tua yang sangat berjasa bagi hidup kita. Merekalah yang melahirkan dan membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Selain itu jangan pernah meninggalkan salat, karena Allah sangat murka pada hamba-Nya yang tidak taat. (Nola Pritanova)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post