[email protected]

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Asal Mula Bintang di Langit

Dahulunya, di sebuah desa di kaki bukit Jingga, tersiarlah kabar ada seorang putri yang cantik jelita. Putri kesayangan para dewa yang diturunkan dewa Langit untuk memberikan kebahagiaan pada raja dan ratu kerajaan Jingga, juga kepada segenap rakyatnya.

Belasan tahun mereka menikah, tanpa ada tangis bayi. Para hulubalang istana, tabib, dan segenap pejabat istana bingung akan hal ini. Hingga akhirnya dewa Langit merasa kasihan dan memberikan mereka anugerah yang luar biasa. Seorang putri yang masih merah, cantik, dan anggun. Kelak ia lah yang akan memimpin kerajaan Jingga dan membawa rakyatnya selalu berada dalam kemakmuran dan kebahagiaan.

Bayi itu diberi nama, Kejora. Dengan harapan kelak ia akan selalu menyinari seluruh negeri dengan sinarnya yang redup namun indah.

Kejora kecil tumbuh sangat cantik. Kulitnya putih, seperti salju. Pipinya yang bulat merah merona tiap kali ia tersenyum. Rambutnya dibiarkan tergerai, sesekali ia meminta pembantu di istana untuk menggelung rambutnya. Tidak ada yang mampu menandingi kecantikannya.

Tetapi kecantikan bukan hanya modal untuk memimpin sebuah negeri. Kejora juga tumbuh dengan wawasannya yang luas. Ia suka bertanya, ia suka membaca, dan ia selalu mendengarkan tiap nasihat yang diberikan orang lain padanya. Jadilah ia gadis cerdas, tahu tata krama, dan anggun.

Di balik keanggunannya, Kejora adalah gadis yang kuat. Ia pandai bermain pedang dan menunggang kuda. Terkadang ia bermimpi menjadi petarung handal yang akan selalu membela rakyatnya dari ancaman apapun. Pernah suatu kali ia meminta pada ratu untuk membiarkannya ikut ke medan perang, namun tentu saja hal itu ditolak ratu. Tidak ada yang ingin Kejora lecet sedikitpun.

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Kejora bukan anak-anak lagi, ia juga bukan gadis remaja. Kini kejora kecil telah menjelma menjadi seorang gadis dewasa yang rupawan. Segala kebaikan seolah berada dalam dirinya, sungguh tiada cela.

Usianya yang telah mapan untuk menikah, membuat ia menjadi sasaran para pemuda. Tidak hanya pemuda biasa, para pangeran dari negeri seberang pun acapkali mencoba melamarnya. Dan terkadang penolakan yang ia lakukan, membuat ia jatuh iba. Ia sedih tiap kali menolak cinta yang diberikan oleh orang lain. Begitu lembut dan peka perasaannya. Bahkan menolak orang lain pun, hatinya ikut tersakiti.

Pada suatu malam, Kejora terjaga dari tidurnya. Ia ketakutan. Kecemasan merambati seluruh perasannya. Dengan keringat yang mengucur deras, ia mendatangi ratu.

“Ibu, bangun sebentar. Aku ingin bicara. Bolehkan aku masuk?” ujarnya dari balik pintu kamar ratu.

Ratu yang sudah sangat lelah, menjawab pelan, “Masuklah, Sayang.”

Ratu terkejut melihat putri kesayangannya. Tidak pernah sekalipun ia melihat putri kecintaannya ketakutan seperti itu. Ia segera memeluk Kejora. Mengusap-usap kepala putri kesayangannya. “Ada apa, Sayang, mengapa kau terlihat cemas seperti itu?”

Raja yang tadinya tengah berada di alam mimpipun ikut terjaga. Iapun terkejut melihat putrinya pucat pasi ketakutan seperti itu. “Kenapa denganmu, Nak? Mengapa terlihat ketakutan dan cemas seperti itu?” tanyanya dengan nada gusar.

“Aku bermimpi, Ayahanda. Aku takut!”

“Ceritakan pada kami, Nak. Mimpi apa yang membuat putri pemberaniku menjadi ciut seperti ini?”

Kejora menarik nafas dalam-dalam. “Aku bermimpi di kejar ular yang sangat banyak, Ayahanda. Dan ini adalah kali ketiga aku bermimpi demikian.”

Raja tergelak. Ia tersenyum pada Kejora. “Itu hanya mimpi, anakku. Hanya bunga tidur. Tak usah kau risaukan.”

“Tapi Ayahanda, telah tiga kali aku bermimpi yang sama. Beberapa hari yang lalu, aku bertanya pada dayang soal ini, kemudian pada tabib yang ketika itu tengah singgah. Aku juga bertanya pada peramal istana. Jawaban mereka, hampir sama, Ayahanda. Ku mohon, percayalah.”

Raja dan ratu menatap putrinya penuh selidik.

“Mereka bilang, bahwa jika aku terus-terusan menolak lamaran dari para pemuda negeri ini maupun negeri seberang, akan banyak jatuh korban. Aku takut. Jika korban itu adalah diriku, tak mengapa. Namun jika korban itu adalah rakyatku, sungguh naif diriku, yang tak mampu menjaga amanat dari rakyat yang begitu mencintaiku. Ku mohon, Ibunda dan Ayahanda mau mengabulkan permohonanku ini.”

Kejora menarik nafas panjang. “Aku belum pernah meminta sesuatu dari Ayahanda maupun Ibunda. Karena Ayahanda dan Ibunda telah memenuhi kebutuhanku dan sudah sepatutnya aku bersyukur. Namun kini aku ingin, Ayahanda dan Ibunda menggelar pesta pernikahan untukku. Sebuah pesta bersama rakyatku.”

“Kau bicara apa, Anakku. Tidurlah. Jangan asal bicara.” Tegur raja lembut.

“Aku serius, Ayahanda. Tidakkah mampu aku terlelap, sementara bayangan akan siksa rakyatku masih menghantui pikiranku. Mohon kuhaturkan pada Ayahanda dan Ibunda, agar mengadakan pesta pernikahan. Aku tidak tahu akan dengan siapa aku dinikahkan. Semua kuserahkan pada Ayahanda dan Ibunda. Tentu Ayahanda dan Ibunda yang mengetahui yang terbaik untukku, dan tentunya untuk rakyatku nanti.”

Ratu terbelalak. “Bahkan kau belum tahu akan dengan siapa kau melangsungkan pernikahan nantinya?”

Raja dan ratu bertatapan. Lalu memeluk putrinya dengan lembut. “Tidurlah Nak, besok kita bicarakan. Ayahanda akan mendiskusikannya dengan Ibundamu,” ujar raja tenang.

Keesokan harinya, seluruh pengawal istana menempelkan pengumuman yang berisi tentang sayembara untuk mendapatkan hati putri. Hal ini dilakukan karena pasangan yang ingin dinikahi putripun belum jelas. Jadi, siapapun berhak mengikuti sayembara ini.

Hari yang ditentukanpun tiba. Siapa saja yang dapat menarik perhatian Kejora, maka ialah pemennagnya. Maka pada hari itu, telah ramai para pemuda berkumpul di halaman istana. Mereka membawa berbagai perlengakapan yang sekiranya mampu menarik perhatian Kejora.

Masing-masing peserta sayembara telah menunjukkan kemampuannya. Hingga Kejora memilih dua orang terbaik yang menarik hatinya, merekalah Bintang Timur dan Bintang Barat.

Tersebutlah dua orang pemuda yang bersahabat karib, bernama Bintang Timur dan Bintang Barat. Wajah mereka sangat tampan. Bintang Timur adalah seorang pangeran dari desa Senja. Sementara Bintang Barat adalah pangeran dari desa Pelangi. Semua mata para gadis tertuju pada kedua pangeran ini. Bintang Timur tampak lebih sederhana dan baik lakunya. Ia tersenyum kepada siapapun yang memandangnya, berbeda dengan Bintang Barat yang terlihat angkuh dan pongah.

“Aku ingin, kalian menghadirkan bintang di hadapanku.” Kata Kejora lantang.

Bintang Timur dan Bintang Baratpun berusaha mencari bintang. Bintang Barat mulai kesal karena harus bersaing dengan sahabatnya. Timbul niat buruk dipikirannya untuk menggagalkan rencana Bintang Timur. Ia mengikuti Bintang Timur ke dalam hutan. Melihat setiap gerak-gerik Bintang Timur. Ternyata Bintang Timur tengah mengumpulkan kunang-kunang. Setelah terkumpul kunang-kunang yang ia inginkan, Bintang Timur pergi sebentar. Ia meninggalkan botol kacanya di bawah pohon beringin. Bintang Barat yang licik mengambil botol tersebut dan segera datang ke istana untuk mengikuti sayembara terakhir.

Sekembalinya Bintang Timur, ia sedih mendapati bahwa botolnya telah raib. Dengan lantah gontai ia datang kembali ke istana. Senyumnya hilang. Hatinya sedih, ia merasa kalah bahkan sebelum sempat memberikan yang terbaik pada sang putri jelita.

“Ini yang kubawa, Kejora,” ujar Bintang Barat sambil mengeluarkan belasan kunang-kunang dari botol kaca. Malam yang redup pun bercahaya. Seakan bintang dapat dijangkau dengan kemilau kunang-kunang yang mengelilingi Kejora.

“Wah, indah sekali.” Teriak Kejora senang. Matanya mengerjap-ngerjap bahagia. “Terima kasih, Bintang Barat.”

Bintang Timur sungguh terkejut. Ia tak percaya bahwa sahabatnya sendiri yang telah mencuri kunang-kunangnya. Ia sakit hati namun ia tetap bersabar. Ia tidak marah pada sahabatnya, toh kebenaran akan selalu dipihak yang tidak bersalah.

Bintang Timur maju. Ia memandang Kejora dengan tatapan sendu. “Kejora, maaf aku tidak membawa apa-apa. Namaku Bintang. Aku selalu berharap dapat menjadi bintang yang mampu menyinarimu saat sedih, terluka, dan kecewa. Aku Bintang, yang akan menuntunmu ketika gelap. Aku Bintang, yang akan meneduhkan dan menghangatkanmu ketika hujan dan dingin datang. Aku Bintang, yang sedia untuk kau cintai. Aku Bintang, yang ingin selalu menjagamu, mencintaimu, menyayangimu, dan segenap rakyat yang menjadi kecintaanmu. Maaf Kejora, hanya ini yang aku punya.”

Kejora terdiam. Ia mendekati Bintang Timur yang terlihat letih. Ia tersenyum. “Aku memilihmu, Bintang Timur. Aku bisa melihat ketulusanmu.”

Seluruh rakyat bergembira. Namun tidak bagi Bintang Barat. Ia kecewa, ia sakit hati. Ia marah. Ia mendorong Bintang Timur, dan melukainya dengan pedangnya.

Dewa Langit yang menyaksikan peristiwa itu murka. Dengan suaranya yang menggelegar ia marah kepada Bintang Barat. “Wahai Bintang Barat. Kau sungguh jahat. Kau yang mencuri botol kunang-kunang milik Bintang Timur. Lalu kau sakiti ia dengan pedangmu. Sungguh tamak, egois, angkuh dirimu. Pergilah kau ke lautan sana. Mengendaplah kau di sana. Tak usah kau hirup lagi oksigen di daratan. Pergilah kau selamanya!”

Sekejap, awan hitam datang. Petir menyambar Bintang Barat dan ia menghilang. Bintang Timur bangkit. Lukanya telah hilang. Ia menangis melihat sahabatnya menghilang tanpa jejak. Ia meminta pengampunan atas sahabatnya pada dewa Langit. Tetapi semua telah terlambat, Bintang Barat telah menjelma menjadi bintang laut dan tidak akan pernah lagi menjadi manusia seutuhnya. Demi kebahagiaan Bintang Laut dan Kejora, mereka berdua di angkat ke khayangan. Dewa Langit mengabulkan keinginan Bintang Timur untuk menyinari hati Kejora dan rakyatnya. Jadilah mereka berdua sepasang bintang yang bersinar di malam gelap. Jika kau melihat di langit sana ada dua bintang yang berkelap-kelip, itulah Bintang Timur dan Kejora yang tengah berbahagia melihat rakyatnya di bumi.

Jika kau ingin hidup berbahagia jangan menggunakan cara yang licik, apalagi menyakiti orang lain. Hendaknya selalu menjunjung tinggi sportivitas dan kejujuran, serta selalu bersikap rendah hati. Kesombongan adalah salah satu hal yang menyebabkan ketamakan, dan akan berakhir pada kehancuran. (Nola Pritanova)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post