Nono Purnomo

Nono Purnomo lahir di Cirebon 27 Nopember 1976, lulus S1 Pendidikan Biologi UNESA (2001) dan Lulus S2 Pendidikan Sains UNESA (2014). Penulis aktif dalam ke...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mengapa Masih saja Mempertanyakan Sertifikasi Guru???

Mengapa Masih saja Mempertanyakan Sertifikasi Guru???

Bicara pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran guru yang begitu sentral. Guru memegang kunci utama, sebagai pengajar dan sekaligus sebagai pendidik. Sebagai pengajar guru memberikan ilmu dari kompetensi profesionalnya yang dimiliki berbalut dengan kompetensi pedagogik yang dikuasainya, sehingga hasil proses belajar menghasilkan anak didik yang menguasai kompetensi materi ajar sekaligus tertanam sikap mulia dan budi pekerti yang luhur. Hasil akhir dari sikap mulia dan budi pekerti luhur inilah sasaran dari peran guru sebagai pendidik.

Tampaknya dari dua peran guru itu, beban kerja guru begitu ringan. Padahal sebaliknya, beban kerja itu begitu berat disandang. Mengapa demikian? Kalau sekedar mengajar dan menyampaikan materi saya yakin semua orang mampu melakukannya, meski mereka tidak memiliki psikologi pendidikan. yang terpenting materi tersampaikan kan! perkara perilaku anak dapat berubah menjadi lebih baik atau tidak itu bukan urusan, karena tujuannya kan menyampaikan materi ajar. Benar toh!!!Nah disinilah bedanya, sosok guru tidak seperti itu, tuntutan menjadikan anak didiknya berubah secara intelektual dan spiritual memberikan beban yang begitu berat. Cita-cita luhur menghasilkan generasi penerus yang cerdas intelektual dan spiritual yang selalu terngiang-ngiang di telinga guru ini tercantum dalam tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dengan begitu berat beban yang ditanggung, maka sudah sewajarnya guru mendapatkan apresiasi dalam profesi yang dijalaninya.

Pemberian tunjangan profesi pendidik sudah sangat tepat

Beban berat guru dalam menjalankan profesinya sudah sangat layak untuk dihargai, dengan munculnya Tunjangan Profesi Pendidik (TPP). Tunjangan ini mampu memberikan angin segar bagi guru untuk berbuat lebih dalam mendidik siswanya. Guru dapat lebih fokus dalam merancang pembelajaran, mengaplikasikan hasil rancangannya dan mengevaluasi hasil pembelajaran tanpa dikejar-kejar tuntutan ekonomi. Dahulu kita sering mendengar banyak para guru yang masih menjalankan profesi sampingan lain, sebagai contoh tukang ojek, makelar, sales dan lain-lain. Tanpa bermaksud merendahkan profesi sampingan tersebut, saya menilai bagaimana guru bisa fokus bekerja merancang pembelajaran, mengaplikasikan dan mengevaluasi manakala waktunya sangat terbatas akibat profesi sampingan itu. Terlebih tuntutan untuk mendidik para siswanya...Hems rasanya sangat berat.

Tunjangan yang sering para guru sebut dengan istilah tunjangan sertifikasi ini, menempatkan guru sebagai sosok profesional. Untuk mendapatkan TPP ini, guru harus menjalani diklat profesi dan dinyatakan lulus. Itupun masih ada syarat utama dengan memiliki 24 jam tatap muka per minggu. Syarat jumlah jam tatap muka ini, banyak juga yang membikin guru tergelincir, tidak memperoleh TPP karena tidak terpenuhi. TPP ini pula yang mampu menarik banyak anak-anak lulusan SMA yang berebut masuk ke perguruan tinggi yang memiliki jurusan keguruan. Banyak anak-anak yang secara IQ memiliki kecerdasan lebih mulai melirik jurusan keguruan, sungguh berbalik saat tahun 80-90an di mana jurusan keguruan dipandang sebelah mata. Coba sekarang bayangkan, anak-anak cerdas yang menjalani perkuliah keguruan, akan menjadi sosok-sosok guru yang punya kemampuan lebih karena mereka tentunya memiliki nilai keunggulan dalam mempelajari psikologi pendidikan. Menjadi guru yang cerdas-cerdas dan smart ...wuih sungguh bayangan yang indah dalam pikiran saya.

Namun terkadang saya menyayangkan dengan beberapa orang yang saya sebut saja sebagai “oknum” yang memandang iri terhadap keberadaan TPP ini. Banyak yang mencibir pemberian TPP tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan yang telah dijalaninya. Dan mereka lebih senang dengan wacana di hapuskannya TPP (semoga saya keliru). Bagi saya andaikata itu betul terjadi sungguh tidak elok dan dapat mematikan semangat bagi kelangsungan “Kewibawaan Profesi Guru”, maukah profesi mulia ini akan ditinggalkan lagi oleh para anak-anak cerdas yang menjadi harapan emas?!! Masih senangkan dengan sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa” sementara guru dalam mencukupi kebutuhan masih juga menjual jasa-jasa yang lain?? Cukup satu lagu Oemar Bakrie, lagu sinis bagi kaum guru jaman itu dan memberi pandangan nyinyir yang seolah-olah melecehkan profesi guru!!!

Tidak dapat dipungkiri materi (baca: harta) memang bukan segalanya, namun kelebihan materi ini mampu memberi lebih bagi para guru untuk berkata dan bertindak. Dengan kelebihan materinya ini guru-guru kita dapat membeli produk IT yang canggih, agar tidak kalah informasi dengan murid-muridnya. Guru dapat berkata dengan bukti nyata bahwa Dia juga menguasai teknologi. Guru juga mampu bertindak lebih, bertindak menjadi makhluk Tuhan yang lebih secara spiritual. Bagaimana tidak, dari TPPnya banyak guru yang mampu berangkat umroh dan pergi haji, Subhanalloh.... Sungguh perpaduan karakter yang mulia dengan guru mampu memberi contoh konkret dengan beribadah seperti itu. Nah kalo tidak ada materi bagaimana mereka para guru bisa berbuat banyak.

Memang benar, tetap ada ekses dan penyimpangan yang terjadi dengan kecukupan materi yang dimiliki oleh guru, dan itu bukan pembenaran bahwa keberadaan TPP harus dihapuskan. Justru di sinilah peran semua pihak untuk mencari solusi terbaik, tanpa menghapuskan TPP.

Menghasilkan proses pendidikan dengan hasil yang terbaik bukanlah semudah membalik telapak tangan, perlu waktu dan proses yang harus dijalankan dengan penuh kesabaran. Ingat bahwa yang di proses oleh guru adalah makhluk hidup bernyawa yang memiliki banyak variabel yang mempengaruhinya, sehingga apabila hasilnya belum sesuai dengan harapan, maka satu-persatu variabel dapat dipelajari untuk ditemukan penentu utama yang menjadi penyebab kegagalan. Dan jangan kemudian anda bilang sampai kapan itu dilakukan???sampai uang milyaran pemerintah menguap tak karuan hanya untuk tunjangan??? Jangan!!! Dan jawaban saya terhadap pertanyaan itu sederhana saja, bukankah memang ini yang menjadi inti dari suatu proses pembelajaran dan pendidikan, di mana kita semua harus sabar menjalani proses yang berlangsung dengan penuh kebajikan???agar dikemudian hari kita disebut sebagai kaum intelek terdidik yang termulyakan!!! Silahkan direnungkan!!!!

Nono Purnomo

Kamis, 19 Januari 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post