Noor Saidah Ali

Lahir di sebuah kota kecil Kudus, jawa tengah. Pendidikan dari TK sampai MTs ditempuhnya di kota kelahiran. Namun setelah lulus dari MTs Negeri Kudus kemudian h...

Selengkapnya
Navigasi Web
Corona Day Two

Corona Day Two

Pagi itu seharusnya aku tak buru-buru untuk segera berangkat ke kantor. Karena hari itu giliranku untuk WFH ( Work From Home). Namun rapat kecil tim PAT (Penilaian Akhir Tahun) mengharuskanku untuk tetap berangkat pagi itu. Cuma agak siang dari jam kerja WFO (Work From Office). Sehingga aku putuskan untuk antar suami periksa ke dokter dulu. "Yah, ayo aku anter periksa ya ". Rayuku kepada suami agar mau kuantar ke dokter. Dengan muka agak masam suami menjawab, "Nanti saja biar dianter Zuda ". Zuda adalah anak laki-laki pertamaku yang berencana untuk mengantar ke dokter hari sebelumnya. Mendengar jawaban suami seperti itu sontak otakku berputar untuk menemukan cara bagaimana agar suami mau aku antar ke dokter. Karena jika diantar anak lanang (laki-laki) bisa jadi periksa tertunda lagi. Karena mungkin anakku tidak bisa memaksa ayahnya untuk segera periksa.

"Yah, coba jangan hanya mikir untuk diri sendiri. Tapi mikir juga untuk yang lain. Untukku dan anak-anak". Pintaku merajuk. Sepontan suami menoleh ke arahku. Sepertinya kata-kataku ini bisa dicerna dan merasuk ke perasaan seorang ayah terhadap keluarganya.

Periksa ke dokter ini kami maksudkan untuk sekalian mengetahui apakah suamiku sakit flu biasa atau flu luar biasa. Sebut saja Covid 19 mengingat kondisi genting Covid 19 di Indonesia bahkan dunia belum ada angin segar.

Tak terasa waktu untuk merayu suami hingga mau berangkat ke dokter beserta persiapannya menyita waktuku. Jam di dinding saat itu sudah menunjuk angka darurat untuk segera berangkat menghadiri rapat di sekolah. Namun kesediaan suamiku untuk periksa ke dokter membuatku berubah pikiran untuk menghadirinya. Kalimat manis untuk memohon izin kepada kepala sekolah pun aku sampaikan dengan alasan mengantar periksa suami yang sedang sakit. Akhirnya orang nomor satu di sekolahku itu mengabulkannya.

Mobil putih melaju dengan kecepatan sedang karena drivernya sedang kurang sehat. Suamiku saat itu masih kuat untuk menyetir mobil sendiri. Sementara aku tak mengambil alih sebagai driver karena aku menganggapnya masih kuat untuk melajukan empat roda Xenia. Walau sesekali mengeluh karena badannya merasa kedinginan.

Rumah sakit kecil yang kami tuju adalah pilihan suami untuk periksa. Aku mencoba untuk mengikuti keinginannya. Yang paling penting bagiku adalah kesediaannya untuk periksa ke dokter. Setelah beberapa saat kami berputar menemukan ruang pendaftaran akhirnya kami menemukannya.

"Kami mau daftar G-nose Mbak" Kata suami yang masih agak lantang bersuara kepada petugas pendaftaran. "Oh...maaf Pak, ada sedikit kerusakan pada mesin G-Nose. Sehingga kami tak bisa melayani".

Lunglai yang dirasakan suami jadi ikut kurasakan juga. Badan suami seolah tambah lemas karena harus berpindah tempat untuk mendapatkan tes G-Nose. G-Nose adalah salah satu temuan seorang ilmuwan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang memanfaatkan embusan nafas dari mulut untuk diketahui apakah seseorang tersebut positif terpapar virus corona atau sebaliknya. Embusan nafas dari mulut itu ditampung dalam sebuah kantong khusus untuk kemudian dicek dengan alat mesin G-Nose.

Semangat suami untuk tes G-Nose masih membara walau tak seimbang dengan tenaga yang saat itu sudah semakin melemah.

Aku tetap setia mendampinginya. "Kita tes di tempat lain saja Yah ". Pintaku. "Terus ke mana Bu?" Tanya suamiku sambil mencari-cari informasi lewat telepon pintarnya. "Kita ke JIH saja yuk". Akhirnya kalimat itu keluar dari mulut suamiku. Aku mengangguk saja menuruti kemauannya, "Baik, yuk kita berangkat ".

Badan tinggi itu aku gandeng lengannya hingga menuju tempat parkir kendaraan. Tindakan spontan itu aku lakukan untuk mengimbangi rasa sakit suami yang terpancar lewat raut mukanya.

Melajulah mobil putih ke tempat tujuan Sebuah rumah sakit besar di kota Yogyakarta. Sesuai dengan nama rumah sakitnya, Jogya International Hospital (JIH). Setelah keluar dari mobil tanganku langsung meraih kembali lengan suami. Tak kuat hati ini melihat kondisinya yang semakin melemah. Perjalanan dari tempat parkir menuju pos pelayanan tes antigen, PCR, dan bermacam layanan lain untuk

mendeteksi positif atau negatif kondisi tubuh seseorang dari paparan virus Corona lumayan jauh untuk seseorang yang kurang sehat. Dengan sabar aku menuntun suamiku menuju tempat tes PCR. Berderet kursi antrean yang penuh dengan orang-orang yang akan melakukan tes. Kami menxekati petugas yang tengah berjaga. "Mbak, saya mau melakukan tes G-Nose ". Kata suami. "Maaf Pak untuk tes harus mendaftar satu hari sebelumnya lewat aplikasi khusus". Kata petugas menjelaskan.

Kondisi tubuh yang lemah terlihat semakin lemah setelah mendengar penjelasan petugas tadi. Terpaksa dengan lunglai kami meninggalkan tempat itu. Masih memutar otak untuk mencari info di mana lagi kami bisa mendapatkan layanan tes Covid secepatnya.

Dalam kebingungan aku menelepon anak perempuanku untuk mencarikan tempat layanan tes Covid yang buka. "Sebentar Bu, aku carikan" jawab anakku sedikit menghibur. Tak lama kemudian ponsel saya berbunyi. Ada cha WA yang masuk. "Di rumah sakit Sadewa melayani sampai jam 14.00 siang ini Bu". Sontak kami bergegas melangkahkan kaki menuju mobil dan melajukannya dengan cepat. Mengingat jam di tanganku sudah menunjuk pukul 13.00 WIB. Satu jam masih cukup untuk perjalanan dan antre pendaftaran.

Tibalah kami di rumah sakit yang kami maksud. Tak jauh beda dengan rumah sakit sebelumnya. Antrean panjang berjarak untuk protokol kesehatan diberlakukan. Setelah reservasi sebentar suami mendapatkan kartu antrean. Beberapa menit kemudian terdengar suara petugas menyebut nama suamiku. Aku tak sabar menunggu hasil dari tes tersebut. Sebentar suami keluar setelah dipanggil masuk. Dengan membawa sesuatu di tangan seperti kantong plastik dengan alat tiup seperti balon di ujungnya. Suamiku meniup kantong plastik tersebut layaknya meniup balon. Setelah kantong mengembang ditutuplah rapat-rapat kantong itu untuk selanjutnya diserahkan kepada petugas untuk dicek dengan alat mesin G-Nose.

Wajah kami berubah masam ketika petugas mengatakan sesuatu. "Hasilnya ditunggu kira-kira satu atau dua jam lagi ya Pak". Dengan hati berdegub kami pun sabar menunggu. Satu sampai dua jam menunggu rasanya lama bagi kami. Akhirnya kami memutuskan untuk meninggalkannya sejenak ke rumah ibu mertua yang kebetulan tinggal tak jauh dari rumah sakit itu. Sekaligus untuk merebahkan badan bagi suamiku yang semakin melemah kondisinya. Dengan berbaring sesaat suami berharap bisa mengurangi rasa sakit akibat demam yang dirasakannya.

Tak terasa satu jam hampir lewat. Suami tak sabar untuk mengetahui hasil tesnya. Dengan dada berdebar kami menerima hasil tes dari petugas rumah sakit. "Hasilnya positif Pak", kalimat singkat petugas itu serasa menyambar kepala kami. Suami menghela nafas panjang. Melihat raut wajah suamiku yang agak kebingungan, petugas itu bersuara kembali. "Apa Bapak pengin diulang tesnya ?". Petugas menawari untuk tes ulang karena seolah melihat ada keraguan di wajah suamiku. Dengan anggukan mantab suamiku menyetujui untuk tes ulang. "Baik Mbak, diulang saja sekali lagi".

Petugas memberikan kantong plastik itu kembali kepada suami. Setelah meniupnya layaknya meniup balon suami menyerahkan kembali kepada petugas. Kami harus bersabar kembali untuk menunggu hasil tes. Namun kali ini tidak selama menunggu hasil tes yang pertama. Petugas kembali menyerahkan selembar kertas hasil tes suami. Kali ini kami dibuat senang dengan kata-kata petugas itu. "Hasilnya negatif Pak". Rasa senang itu kemudian berubah menjadi pikiran yang membingungkan. Manakah yang benar di antara kedua hasil tes tersebut. Permasalahannya ini menyangkut langkah dan sikap yang harus kami ambil untuk menghadapi virus Covid -19 ini. Ini bukan sembarang Virus. Ini adalah virus yang bisa mengantarkan seseorang pada kematian.

Dalam kebingingan itu suami akhirnya mengambil keputusan untuk tes ulang. Namun kali ini tes yang diambil adalah tes antigen. Satu level lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan G-Nose tadi.

Kesabaran kami diuji kembali untuk menunggu panggilan tes dan sekaligus hasilnya. Tak lama kemudian hasil tes itu pun keluar. Terperanjat kami membaca kalimat yang tertulis

di selembar kertas yang disodorkan oleh petugas. Suami ku dinyatakan positif Covid-19. Kali ini kami tidak ragu lagi karena tes yang suami jalani adalah tes antigen. Tes yang lebih akurat.

Kami berdua tidak bisa berkata-kata. Berbagai pikiran berkecamuk. Sedih, bingung, menyesal, dan hampir tak percaya. Namun inilah kenyataan yang harus kami hadapi. Dengan lunglai kami pun mengayunkan langkah pulang untuk menyiapkan mental dan langkah selanjutnya dalam menghadapi ujian dari yang Mahakuasa.

Sore itu begitu mencekam sepulang kami berdua dari tes antigen yang menunjukkan hasil positif bagi suami. Sesampai di rumah suami tak berani menginjakkan kaki ke dalam rumah. Dia hanya berada di halaman rumah. Rasa kami yang bercampur baur tak dapat melukiskan suasana. Namun kebingungan itu sangat mendominasi otak kami. Bagaimana kami harus bertindak, di mana suami harus menempatkan diri sehingga kami yang tidak terpapar virus bisa aman tak tertular.

Setelah melalui pertimbangan dan pemikiran yang panjang akhirnya suami memutuskan untuk mengisolasikan diri di sebuah gudang bengkel kayu milik suami yang tak jauh dari rumah. Di sana ada sebuah kamar dan juga kamar mandi. Dengan perlengkapan seperlunya mulai sore itu suami tinggal di gudang itu untuk beberapa waktu hingga kondisi memungkinkan untuk kembali bersatu di rumah. Dengan kata lain menunggu hingga dinyatakan negatif dari virus tersebut. Tak tahu sampai kapan namun yang jelas harus mengisolasikan diri selama 14 hari. Karena dalam 14 hari tersebut virus akan melemah dan tidak menular.

Yogya, 20 Mei 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga segera sehat dan pulih seperti sediakala

27 Jun
Balas

amin. trmksh bunda...barakallah...

28 Jun

Semoga bisa melewati masa isolasi mandiri dan segera negatif, Bun.

27 Jun
Balas

amin....trmksh Bunda

28 Jun



search

New Post