Noor Saidah Ali

Lahir di sebuah kota kecil Kudus, jawa tengah. Pendidikan dari TK sampai MTs ditempuhnya di kota kelahiran. Namun setelah lulus dari MTs Negeri Kudus kemudian h...

Selengkapnya
Navigasi Web
Salon Covid-19

Salon Covid-19

Hawa panas kota Yogya saat ini sungguh berbeda jauh dengan apa yang kurasakan beberapa tahun lalu saat aku menginjakkan kaki pertama kali di Yogya. Sekarang ini yang kurasa adalah keringat yang selalu mengalir deras di badan. Demikian sepanjang hari yang kurasakan. Bahkan sehabis mandi pun tak terasa beda. Karena keringat tetap saja mengucur deras.

Cuaca panas tersebut semakin menambah gerahnya kepala yang lumayan cukup panjang rambutnya. Seperti rambut di kepalaku ini.

Seperti biasa kalau rambut sudah agak panjang aku segera datang ke salon terdekat untuk memangkasnya. Tak biasa aku berambut panjang karena cuaca yang panas dan kondisi berhijab. Maka segera aku datang ke salon langgananku. Sesampai di depan salon aku hanya bisa gigit jari. Salon kesayanganku tutup dan terlihat sepi. Esok harinya aku berusaha untuk datang lagi di jam yang berbeda karena berpikiran kemungkinan saat tutup kemarin sedang istirahat. Namun apa yang terjadi ? Salon tetap terlihat sepi. Aku tersadar jika saat ini adalah saat di mana orang-orang tengah merasa khawatir dan was-was akan terpaparnya virus Corona. Apalagi jika pekerjaan yang dilakukan harus kontak badan seperti di salon. Namun dengan bermodal cuci tangan dan memakai masker aku memberanikan diri untuk pergi ke salon karena tak ada yang lain yang bisa kuharapkan untuk memotong rambutku. Setelah beberapa kali aku mendatangi salon tersebut dan membawa pulang rasa kecewa maka aku putuskan untuk mencari salon yang lain. Dari beberapa yang kudatangi ternyata sama saja. Tak memberikan harapan yang lebih baik. Dalam hati aku berbisik ternyata masyarakat begitu disiplin mematuhi aturan pemerintah untuk jaga jarak atau physical distancing. Walau dalam kenyataannya mereka harus ikhlas melepas rupiah yang seharusnya bisa menambah omset untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun demi keamanan dan keselamatan semuanya maka inilah yang terbaik harus dilakukan. Apalagi ini memang pekerjaan yang harus kontak badan langsung. Yah...bersyukurlah dengan kesadaran masyarakat yang seperti ini.

Setelah beberapa hari mondar-mandir tak berhasil mencari salon yang buka justru aku punya pikiran dan kesadaran penuh bahwa itu berbahaya. Namun rambut yang terus bertumbuh panjang semakin menambah rasa gerahku. Dengan pertimbangan savety aku mencoba menghubungi salon yang lebih berkelas. Siapa tahu mereka tetap buka dengan jaminan keamanannya.

"Selamat siang, Mbak ". Ucapku membuka pembicaraan lewat Whatsapp kepada bagian reservasi salon. Kulanjutkan kalimatku, " Saya ingin creambath dan potong rambut. Kira-kira bagaimana jaminan keamanannya ?".

Dengan berharap cemas aku menunggu jawaban dari pegawai salonnya. Detik berlalu, menit berjalan, dan beberapa hari pun terlewatkan tanpa ada jawaban dari pihak salon. Padahal chatku sudah dibacanya. Namun hanya dibiarkan begitu saja tanpa jawaban.

Siang itu aku dibuat agak lega dan senang. Ada chat di WA pribadiku dari salon yang kuharapkan itu.

"Selamat siang Ibu, maaf kami slow respon ". Salam pembuka dari pihak salon. "Ini kami sudah buka operasional kembali". Lanjut kalimatnya yang memberikan pemahaman kepadaku bahwa ternyata selama pandemi ini salon juga tutup. Makanya tidak memberikan respon saat aku minta infonya. "

Aku agak terbengong ketika membaca kalimat selanjutnya dalam pesan yang disampaikannya. "Karena banyak permintaan dari pelanggan kami untuk membuka pelayanan salon kembali, maka ada beberapa langkah yang harus dipatuhi untuk keamanan customer dan terapis ". Satu demi satu langkah-langkah aturan tersebut aku cermati seperti cuci tangan, memakai masker, dan tes suhu tubuh. Namun ada satu poin aturan yang membuatku tercengang yakni terapis harus memakai pakaian APD lengkap seperti di rumah sakit. Seketika bayanganku terbawa kepada suasana rumah sakit penanganan Covid-19 yang selama ini kulihat di TV. Agak mencekam membayangkan ketika aku harus dilayani oleh terapis salon dengan pakaian APD lengkapnya. Pakaian hasmat yang selama ini memberikan image agak mengerikan bagi kita karena identik dengan pasien Covid-19. Seketika aku batalkan niat untuk creambath dan potong rambut. Walau harus menahan gerah dan sumuk di kepalaku. Namun mungkin inilah yang terbaik yang harus aku lakukan. Berlatih sabar untuk menunggu berakhirnya tragedi Covid-19 jika tak mau melihat terapis dengan pakaian APD lengkap di depanku.

Hehe...entahlah. Perasaan ini belum bisa membayangkan apalagi menyaksikan seseorang berpakaian hasmat tersebut memberikan pelayanan padaku seolah seperti di rumah sakit. Bersabar mungkin lebih baik sekaligus belajar menerima kenyataan yang terjadi saat ini. Karena sejatinya Corona juga memberikan pembelajaran kepada kita tentang sabar dan ikhlas.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Besok kupotong mau ngga? Demi keamanan, penyedia jasa publik memang harus lebih berhati-hati Bu... sesekali rambut panjang gpp... rajin keramas dan rajin mengepang...xixixixii

01 Jun
Balas

pake jasa orang yang ada di rumah aja bu, he he

31 May
Balas

Hehe...di rumah gak ada yang bisa motong rambut. Tetangga atau teman kali ya Bun. Terimaksih

31 May

Sebaiknya ditunda saja bu, atau ibu boleh creambath sendiri di rumah dan pastinya lebih hemat.

31 May
Balas

Iya betul Bunda. Demi keamanan dan berlatih sabar. Terimakasih Bunda.

31 May

Sabar ya bun, semua ada hikmahnya

31 May
Balas

Iya Bunda...tetimakasih

31 May

sabar yan terbaik, salam literasi

31 May
Balas

Betul Pak. Corona melatih kesabaran kita. Terimakasih. Salam literasi

31 May



search

New Post