Noperman Subhi

Noperman Subhi, S.IP, M.Si, lahir di Pagaralam (Sumsel) 13 november 1969. Lulus S1 Ilmu Pemerintah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan S2 Magister Ad...

Selengkapnya
Navigasi Web

Korelasi Antara Prasasti Talang Tuwo Dengan Program Adiwiyata

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, Pendidikan lingkungan hidup adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan secara keseluruhan dan segala masalah yang berkaitan dengannya dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama, baik secara individu maupun secara kolektif, untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini dan mencegah timbulnya masalah baru.

Bicara pendidikan lingkungan hidup dalam dunia pendidikan, khususnya sekolah dasar dan menengah di Indonesia, sangat erat kaitannya dengan program Adiwiyata sekolah yang digagas oleh pemerintah. Program pengajaran lingkungan hidup bagi peserta didik dimulai pada tahun 1977/1978 yaitu dengan dilakukannya ujicoba program tersebut di 15 Sekolah Dasar Jakarta. Tujuan program Adiwiyata adalah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Dengan melaksanakan program Adiwiyata akan menciptakan warga sekolah, khususnya peserta didik yang peduli dan berbudaya lingkungan, sekaligus mendukung dan mewujudkan sumberdaya manusia yang memiliki karakter bangsa terhadap perkembangan ekonomi, sosial dan lingkungannya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di daerah. Makna Adiwiyata sendiri adalah upaya membangun program atau wadah yang baik dan ideal untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup untuk Cita-cita pembangunan berkelanjutan.

Sriwijaya merupakan simbol kebesaran bangsa di wilayah Asia Tenggara. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, Asia Tenggara sangat terkenal dan mengalami masa puncaknya. Bangsa-bangsa di Asia Tenggara hidup makmur, damai dengan lingkungan hidup yang sehat dan terjaga. Salah satu peninggalan sejarah kerajaan Sriwijaya yang sangat dikenal adalah prasasti Talang Tuwo. Selain sebagai bukti bahwa kerajaan Sriwijaya berada di Palembang. Dalam konteks kekinian, isi prasasti Talang Tuwo selain menjadi objek wisata sejarah, juga menjadi media pendidikan, dapat menjadi spirit pembangunan di Sumatera Selatan yang berbasis pelestarian lingkungan hidup. Bila dikaji dari teks yang tertulis di prasasti, isi amanat bukan hanya ditujukan kepada masyarakat Sumatera Selatan, melainkan juga masyarakat dunia, terutama di kawasan Asia Tenggara.

Adapun teks dari prasasti Talang Tuwo adalah sebagai berikut : Pertama, selamat tahun Saka, telah berjalan 606 pada tanggal dua paruhterang bulan Caitra. Itulah saatnya Kebun Sriksetra ini dibuat. Kedua, (dari) perintah yang Dipertuan Hyang Sri Jayanaga. Ini merupakan kaulnya yang Dipertuan Hyang. Segala yang tertanam di sini: kelapa, pinang,enau, sagu. Ketiga, dengan jenis kayu dimakan buahnya; begitu pula bambu, buluh betung, dan lain-lainnya; dan lagi kebun yang lain. Keempat, yang ada empang dan telaganya, dan segala yang boleh dipakai untuk melakukan sekalian kebaikan, diperuntukkan bagi kemakmuran segala makhluk, yang berjalan atau yang tak tidak berjalan, supaya mereka mendapat. Kelima, kesukaan; dan bila lapar di masa diam atau di dalam perjalanan (supaya) mendapatkan makanan dengan air yang diminumnya (supaya) segala hasil ladang dan cukup. Keenam, pula menghidupi segala jenis hewan, terutama agar (hewan ini) menjadi banyak. Dan janganlah mereka diberi rintangan, aniaya, atau gangguan tidur. Barang siapa yang. Ketujuh, segala perbuatannya, apapun juga, senantiasa menurut (maksud maksud di atas) maka tidak dikenai penyakitlah ia, tidak rusak apa yang akan dikerjakannya, begitu juga sekalian keluarganya.

Prasasti Talang Tuwo ditemukan di sebelah barat Palembang, berangka tahun 606 Saka atau 23 Maret 684 Masehi. teks prasasti Talang Tuwo adalah menceritakan Raja Sriwijaya, Sang Hyang Sri Jayanaga, telah berjasa mendirikan Taman Sriksetra, sebuah taman yang ditumbuhi berbagai macam buah-buah dan hasil ladang lainnya. Taman ini diperuntukkan atau hadiah bagi rakyat Sriwijaya. Selain berisi pesan dari raja, prasasti tersebut juga memuat doa-doa dedikasi untuk kebahagiaan raja Sriwijaya dan kebahagiaan semua makhluk. Prasasti Talang Tuwo ini juga berisikan tata aturan atau hukum yang diberlakukan oleh Sang Hyang Sri Jayanaga. Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Residen Palembang bernama Louis Constant Westenenk pada 17 November 1920 di Kaki Bukit Siguntang. Wilayah ini kini dikenal sebagai Taman Bukit Siguntang di Palembang. Keadaan fisik prasasti masih baik dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50 cm × 80 cm. Prasasti ini ditulis dalam Aksara Pallawa, Berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan menerjemahkan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Prasasti ini, sejak tahun 1920 sampai sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia.

Saat ini Indonesia umumnya dan Sumatera Selatan khususnya, dihadapkan pada Persoalan lingkungan hidup, mulai dari kebakaran dan perambahan hutan, banjir, kekeringan hingga terancamnya keanekaragaman hayati, yang diyakini sebagai dampak dari eksplorasi sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan dan berlebihan. Sebagaimana yang diceritakan dalam prasasti Talang Tuwo, Sumatera Selatan yang termasuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya dulunya merupakan kawasan yang sangat tertata disisi lingkungan. Dalam mencapai cita-citanya untuk memakmurkan masyarakatnya, Sang Hyang Sri Jayanaga berkomitmen untuk memperlakukan alam atau lingkungan secara baik dan benar. Contohnya dengan melakukan penanaman berbagai tumbuhan yang bermanfaat seperti pohon kelapa, pinang, sagu, bambu dan sebagainya di Taman Sriksetra yang dibangunnya. Taman tersebut akhirnya menjadi lahan percontohan untuk pengembangan taman atau kebun disetiap wilayah di kerajaan Sriwijaya yang dilengkapi dengan bendungan atau kolam serta binatang ternak sehingga berdampak pada tidak adanya lagi masyarakat yang kelaparan, mencuri, membunuh atau berbuat zinah.

Sebuah langkah atau gagasan yang tidak salah apabila adanya program pembuatan miniatur Prasasti Talang Tuwo, dengan harapan setelah diberikan atau dibagikan kepada para penyelenggara negara (legislatif, eksekutif dan yudikatif), pimpinan perusahaan, pendidik, dan tokoh masyarakat, amanah untuk menjaga lingkungan hidup sebagaimana yang digambarkan dalam prasasti Talang Tuwo akan membangun kesadaran semuanya untuk bisa menjaga lingkungan hidup, baik di bumi Sriwijaya dalam batas teritorial masa sekarang maupun di masa kerajaan Sriwijaya.

Khusus didunia pendidikan tingkat sekolah dasar dan menengah, tidak ada program lain yang diandalkan untuk berpartisipasi dalam menjaga lingkungan hidup selain meng-up grade sekolah berbasis Adiwiyata. Program sekolah Adiwiyata tidak kalah dampak positifnya dengan gagasan yang di canangkan oleh Sang Hyang Sri Jayanaga apabila di laksanakan dengan baik dan benar. Pelaksanaan Program Adiwiyata diletakkan pada dua prinsip dasar : Pertama, partisipatif: Komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggungjawab dan peran. Kedua, berkelanjutan: Seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komprehensif. Untuk mencapai tujuan program Adiwiyata, maka ditetapkan 4 komponen program yang menjadi satu kesatuan utuh dalam mencapai sekolah Adiwiyata. Keempat komponen tersebut adalah kebijakan berwawasan lingkungan, pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, kegiatan lingkungan berbasis partisipatif dan pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan. Keuntungan mengikuti program Adiwiyata : Pertama, mendukung pencapaian standar kompetensi/kompertensi dasar dan standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah. Kedua, meningkatkan efesiensi penggunaan dana operasional sekolah melalui penghematan dan pengurangan konsumsi dari berbagai sumber daya dan energi. Ketiga, menciptakan kebersamaan warga sekolah dan kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan kondusif. Keempat, menjadi tempat pembelajaran tentang nilai‐nilai pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan benar bagi warga sekolah dan masyarakat sekitar. Kelima, meningkatkan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meIalui kegiatan pengendalian pencemaran, pengendalian kerusakan dan pelestarian fungsi lingkungan di sekolah.

Sejak tahun 2006 sampai 2011 sekolah yang ikut berpartisipasi dalam program Adiwiyata baru mencapai 1.351 sekolah dari 251.415 sekolah yang ada Indonesia (SD, SMP, SMA/SMK). Sekolah Adiwiyata mandiri terdiri atas 56 sekolah, sekolah Adiwiyata sebanyak 113 sekolah dan sekolah calon Adiwiyata berjumlah 103 sekolah, atau total yang mendapat penghargaan Adiwiyata baru mencapai 272 Sekolah. Sebarannya sebagian besar di pulau Jawa dan Bali. Di pulau lainnya, kuantitasnya masih sedikit, ini dikarenakan pedoman Adiwiyata yang ada saat ini masih sulit diimplementasikan. Kendala yang dihadapi daerah, terutama dalam penyiapan dokumentasi terkait kebijakan dan pengembangan kurikulum serta, sistem evaluasi dokumen dan penilaian fisik. Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan tentang buku panduan pelaksanaan program Adiwiyata dan sistem pemberian penghargaan yang tetap merujuk pada kebijakan yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karenanya diharapkan sekolah yang berminat mengikuti program Adiwiyata tidak merasa terbebani, karena sudah menjadi kewajiban pihak sekolah memenuhi Standar Pendidikan Nasional sebagaimana dilengkapi dan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.19 tahun 2005, yang dijabarkan dalam 8 standar pengelolaan pendidikan.

Pada dasarnya setiap sekolah memiliki berpotensi untuk menjadi sekolah berlabel Adiwiyata, karena ada beberapa alasannya : pertama, setiap sekolah memiliki warga sekolah, yaitu dengan adanya keberadaan peserta didik, guru, karyawan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Kedua, sekecil apapun luas tanah beserta bangunan gedungnya, merupakan potensi yang sangat baik untuk mengembangkan materi pendidikan linkungan hidup. Ketiga, struktur kurikulum, khususnya KTSP, yang dapat memasukan program pendidikan lingkungan hidup dalam pelajaran muatan lokal sehingga berpotensi untuk mengembangkan budaya pentingnya peduli terhadapa lingkungan.

Di balik keinginan setiap sekolah menjadikan sekolah berlabel Adiwiyata, ditemukan beberapa kendala diantaranya : Pertama, masih rendahnya mindset warga sekolah untuk mulai menjaga lingkungan hidup dan menciptakan budaya yang peduli terhadap lingkungan sekolah. Rendahnya kesadaran mereka untuk membuang sampah pada tempatnya dan memisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik. Kedua, pengadaan beberapa sarana dan prasarana yang belum memadaki. Kantin sekolah belum mengalami perubahan, bungkus makanan masih menggunakan sterofoam, belum diadakannya etalase-etalase kaca dan masih menggunakan bahan penyedap dan pengawet atau pewarna makanan yang tidak memenuhi standar kesehatan. Ketiga, Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum mencukupi. Peserta didik yang baru masih banyak yang berasal dari sekolah yang tidak memiliki tradisi peduli dengan lingkungan sehingga kebiasaan di sekolah yang lama masih terbawa seperti kebiasaan membuang sampah sembarangan, menginjak tanaman dan tidak menjaga kebersihan kelas atau lingkungan sekolah.

Untuk mewujudkan sekolah berlabel Adiwiyata atau sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung pemberian miniatur Prasasti Talang Tuwo dan dilaksanakannya program pendidikan lingkungan hidup di sekolah. Pengolahan lingkungan sekolah dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan peserta didik seperti :

Pertama, adanya pengelolaan sampah di lingkungan sekolah. Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan, maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti cara-cara yang baik dan benar. Pada prinsipnya semakin sedikit dan semakin dekat sampah dikelola dari sumbernya, maka pengelolaannya akan semakin mudah dan baik, serta lingkungan yang terkena dampak juga semakin sedikit. Tahapan-tahapan pengelolaan sampah disekolah adalah : pencegahan dan pengurangan sampah dari sumbernya; pemanfaatan kembali sampah terdiri sampah organik, seperti pengomposan; pemanfaatan sampah anorganik, misalnya pembuatan kerajinan tangan yang bahan bakunya berasal dari barang bekas dan menjual barang bekas seperti plastik, kaleng, botol dan sebagainya; sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan harus dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir disekolah.

Kedua, adanya pengelolaan halaman sekolah. Lingkungan sekolah yang bersih, rapi, sejuk dan sehat tidak hanya di dalam kelas tetapi juga diluar kelas, seperti di halaman. Halaman sekolah selain di tata keindahannya, juga perlu memperhatikan persyaratan kesehatan. Halaman sekolah yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai macam penyakit sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman bagi semua warga sekolah.

Ketiga, ada pengelolaan air di sekolah. Ketersediaan air bersih di sekolah sangat diperlukan. Jenis kebutuhan air disekolah adalah untuk minum, membersihkan lantai dan WC, mencuci peralatan praktek dan menyiram tanaman. Sumber air bersih di sekolah dapat berasal dari air sumur, ledeng (PDAM), sumur pompa, atau sumber lainnya. Untuk mengurangi pemborosan atau keterbatasan air bersih di sekolah, dapat dilakukan dengan upaya penghematan. Melakukan penghematan air saat pemakaian dan selalu menutup kran air apabila terlihat terbuka sehingga air tidak terbuang percuma. Sekolah-sekolah yang ada di negara maju umumnya sudah memiliki teknologi pengelolaan air limbah. Sehingga air bersih yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan sekolah tidak berasal dari sumbernya, akan tetapi menggunakan kembali air yang sudah dipakai melalui teknologi air daur ulang.

Keempat, adanya pengelolaan energi di sekolah. Penggunaan listrik di sekolah sangat penting agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Penggunaan listrik di sekolah biasanya untuk menerangi ruangan kelas atau praktek, menyalakan barang-barang eletronik seperti komputer dan media pembelajaran, mengalirkan pompa air dan sebagainya. Terhadap fasilitas sekolah yang menggunakan listrik, hendaknya kita bersama-sama bertanggung jawab untuk memelihara dan menghemat pada saat pemakaiannya. Menghemat pemakaian air karena dialirkan menggunakan listrik, mematikan lampu-lampu yang masih menyala saat siang hari. Mematikan alat-alat elektronik seperti komputer dan televise saat sedang tidak digunakan. Selain menggunakan listrik, sekolah dapat mengelola energi dari cahaya matahari

Sebagai upaya menanamkan rasa peduli dan meningkatan nilai budaya terhadap lingkungan di sekolah, khususnya di wilayah Sumatera Selatan, selain perlu ditetapkan sebuah target pencapaian kuantitas dan kualitas program pengembangan sekolah Adiwiyata, salah satunya dengan sosialiasi atas keberadaan prasasti Talang Tuwo yang yang merupakan masterpiece-nya pendidikan lingkungan di bumi Sriwijaya. Miniatur prasasti Talang Tuwo hendaknya tidak hanya hadir sebatas fisik tetapi menjadi kekuatan peserta didik untuk dapat memahami dan mengamalkan terhadap kepedulian lingkungan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sangat bagus Pak, hanya tulisannya panjaaaaaang sekaliiii !!

17 Nov
Balas



search

New Post