Nopiranti

Ibu tiga anak dan Kepala Sekolah di SMP Islam Daarul Falah. Menulis adalah Me Time, terapi sederhana untuk kesehatan jiwa raga, membahagiakan diri sendiri ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Seburuk Itukah Gue di Mata Lo?
Dokumen Nopiranti

Seburuk Itukah Gue di Mata Lo?

Seburuk Itukah Gue di Mata Lo?

Oleh: Nopiranti

Rombongan remaja putri ramai memasuki halte. Satu per satu antre menggesek kartu pembayaran. Sesekali mereka saling dorong dan mengganggu temannya yang kesulitan menggesek kartu ke mesin. Suara tawa mereka renyah terdengar, menambah ramai suasana halte yang terasa lebih sesak dari biasanya.

Tatapku sejenak menyapu sekeliling. Gedung Perpusnas ramai pengunjung. Tidak jauh beda dengan lapangan Monas di seberangnya yang juga terlihat padat oleh para pelancong.

Azan Asar baru saja selesai berkumandang. Aku biasanya menunggu jumlah penumpang agak sepi baru bisa gantian shalat dengan abang satpam. Tapi, dari tadi belum ada tanda-tanda antrean penumpang akan menyusut. Yang ada jumlahnya malah makin mengular.

Bus berikutnya tampak melaju dari kejauhan. Aku bergegas menerobos kumpulan penumpang yang berjejal di depan pintu pemberhentian. Kubuka pintu perlahan. Lalu mulai berteriak menginformasikan jurusan mana yang akan dituju oleh bus yang baru datang.

Sesaat setelah berhenti, mobil langsung diserbu penumpang yang sudah tak sabar ingin segera sampai di tujuan. Setelah memastikan tak ada lagi yang akan masuk, kututup pintu bus dan berteriak mengabarkan pada pak sopir bahwa mobil sudah boleh meneruskan perjalanan.

Pintu pemberhentian kembali kututup. Aku berdiri di selasar penghubung antara halte dan pintu bus. Sambil berdiri santai menanti bus berikutnya, aku menyenderkan punggung ke pagar besi.

"Kak, bus jurusan Kuningan penuh terus ya dari tadi?" terdengar suara calon penumpang yang bertanya.

"Iya, Mbak. Tunggu saja ya, nanti juga ada yang kosong kok," jawabku sambil tersenyum.

"Kakak ga cape dari tadi teriak-teriak mengumumkan jurusan setiap kali ada bus yang datang?" Calon penumpang itu kembali bertanya. Sepertinya dia baru naik Trans Jakarta. Kalau penumpang langganan pasti sudah tidak asing melihat kerjaanku setiap hari.

"Cape lah, Mbak. Tapi, mau gimana lagi? Ini udah risiko pekerjaan yang harus saya jalani. Ga boleh ngeluh, ga boleh kasar juga sama penumpang. Bisa-bisa nanti dikasih _rating_ jelek. Terus foto dan berita kita viral di medsos. Kena marah deh kita sama atasan. Ancamannya diberhentikan. Susah lagi kan dapat kerjaan?" jawabku panjang lebar. Rasanya lega bisa bicara bebas begini pada orang yang terlihat peduli dan mau mendengarkan.

"Emang ada orang yang jahat gitu di medsos, Kak?" ujar si mbak kaget.

"Banyak, Mbak. Mereka kadang mau enaknya sendiri. Ga berusaha memahami situasi. Main jepret aja pake kamera hp. Trus bebas _upload_ di medsos mereka dengan keterangan sepihak yang merugikan kita," jawabku dengan perasaan getir.

"Contohnya gimana, Kak?"

"Misalnya bus sudah penuh, tapi ada aja yang maksa-maksa masuk. Sampai pintu bus susah ditutup. Saya tegur baik-baik, eh mereka nyolot. Atau ada orang tua yang kurang perhatian sama anaknya. Dia asyik main hp, sementara anaknya dibiarkan berkeliaran sampai naik-naik ke pagar pembatas. Giliran saya tegur, mereka ga terima. Atau kalau anaknya saya amankan karena takut jatuh, orang tuanya malah bilang saya kasar. Bingung _dah_ ngadepin orang kayak gitu," ucapku sambil tersenyum pada si mbak.

"Kadang saya suka pengin teriak sama mereka, "Seburuk itukah gue di mata lo?" ujarku sambil terkekeh. Si mbak juga ikutan tertawa geli.

"Tapi, dari tadi saya perhatikan, kakak kok bisa tetap ceria dan santai begini? Asli, saya suka lihat pembawaan kakak. Udah cantik, rapi, ramah pula," ucapan dan senyum manis si mbak bagai oase di tengah terik dan pengapnya halte sore ini.

"Kan udah prosedurnya begitu, Mbak. Petugas harus selalu ramah pada penumpang. Walau kaki udah pegal berdiri terus dari pagi. Sama suara juga udah serak teriak-teriak mulu. Belum lagi perut ini yang kerasa sakit nyut-nyutan," jawabanku membuat si mbak terperanjat.

"Emang perutnya kenapa, Kak?" tanya si mbak sambil menatap ke arah perutku.

"Di sini jumlah pegawainya terbatas. Saya kerja dari pagi sampai jam 9 malam, ga ada yang gantiin. Kemarin saya sakit usus buntu dan harus dioperasi. Cuma dikasih cuti tiga hari, sekarang udah harus balik kerja. Mau ngeluh juga bingung, kan ga ada yang bisa gantiin posisi saya. Ya udah, kuat-kuatin diri aja. Kerja terus, senyum terus," ucapku riang, berasa ada bongkahan beban yang meluruh usai mengungkapkan unek-unek pada si mbak yang ramah itu.

"Ya ampun, Kak, sampai segitunya perjuangan kakak. Dalam kondisi sakit aja pelayanan kakak tetap prima. Makasih banyak ya, Kak. Saya doakan semoga kakak sehat selalu dan senantiasa diberi kemudahan dalam pekerjaan." Tatapan haru dan sentuhan lembut jemari si mbak di pundakku mengalirkan rasa damai yang mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang sedari tadi kutahan.

Bus yang hendak dinaiki si mbak tampak melaju semakin dekat. Begitu mobil berhenti, langsung kubuka pintu pembatas dan mempersilakan si mbak naik.

"Makasih banyak ya, Kak. Semoga sehat selalu," ucap si mbak sebelum berlalu masuk ke dalam bus. Dia juga tak lupa melambaikan tangan seraya tersenyum manis padaku. Kubalas dengan perlakuan serupa.

"Ya, penumpang sudah naik semua. Pintu sudah tertutup. Bus boleh berangkat!" teriakku melepas kepergian bus dan para penumpang yang pastinya lega akan segera tiba di tempat yang dituju. Sementara aku kembali harus berjibaku dengan tugas yang sama sampai waktu pulang nanti menjelang.

Sukabumi, 14 Maret 2024

(Saat teringat kenangan tentang seorang sahabat yang pernah mengucapkan kata-kata ini: "Seburuk itukah gue di mata lo?" πŸ₯ΊπŸ’”)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren pisan kisahnya Teh.. Ayeuna belum bisa nulis cerpen yang keren kitu.. huhuhu.. Ajarin ya.. Sukses selalu

14 Mar
Balas

Mengabadikan secuil kisah yang dialami waktu ikut TNGP kemarin, Kang. Baru sempat dituliskan

14 Mar

Luar biasa menginspirasi Ning

14 Mar
Balas

Alhamdulillah. Terima kasih banyak sudah berkenan menyimak tulisan saya. Salam kenal, Pak.

14 Mar

Kapan waktu ingin juga jumpa sama mbak yang baik hati Ini waktu TNGP ya

14 Mar
Balas

Iya, Bu Andi. Kenangan indah ya kita pernah jalan bersama di SeaWorld Semoga nanti kita bisa jalan bareng lagi di TNGP di Bukittinggi ya, Ibu. Aamiin

14 Mar

Realita kehidupan yang inspiratif. Mantap, Bu. Salam sukses.

14 Mar
Balas

Terima kasih sudah berkenan menyimak tulisan saya, Bu Cicik. Sukses juga untuk ibu ya.

15 Mar

Dan istimewa sekali ulasannya

14 Mar
Balas

Alhamdulillah. Terima kasih banyak sudah berkenan menyimak tulisan saya. Salam kenal, Pak.

14 Mar

Saya ijin follow juga bunda

21 Mar
Balas



search

New Post