N SUPRIATI

Terlahir sebagai sulung dari lima bersaudara dengan nama pemberian orang tua, N. Supriati, tapi, memiliki nama panggilan Yeti. Dilahirkan pada tanggal 09 Septem...

Selengkapnya
Navigasi Web
MEMELIHARA BARA DI SAGUSABU (Tantangan hari ke-87)

MEMELIHARA BARA DI SAGUSABU (Tantangan hari ke-87)

Saya mengenal Media Guru belum lama, sekitar Oktober 2019. Perkenalan saya diawali dari ajakan seorang teman sesama guru Bahasa Indonesia satu sekolah untuk mengikuti SAGUSABU BOGOR 2. Kesan petama saya ketika mengikuti kegiatan pelatihan menulis yang diprakarsai Media Guru ini, “BEDA”. Saya sudah beberapa kali mengikuti kegiatan serupa, yang menyelenggarakan pun bukan sembarangan, ada yang dari Perguruan Tinggi, ada juga Penggiat Menulis di Media Massa yang narasumbernya adalah para wartawan senior, bahkan pernah juga ikut pelatihan menulis yang diadakan oleh Komunitas Penulis Buku Best Seller, yang saya dapatkan adalah segudang teori menulis, ada juga praktek menulis, tetapi selesai pelatihan selesai pula semangat menulis, tidak ada follow up setelahnya.

Kenapa saya katakan pelatihan menulis di Media Guru beda dengan pelatihan menulis di tempat yang lain? Ya, karena di Media Guru ada sesi pendampingan setelah selesai tatap muka yang dua hari. Sesi pendampingan ini ibarat memelihara bara supaya tetap panas, tidak dibiarkan mati pelan-pelan. Peserta pelatihan yang dimotivasi untuk mau menulis pada waktu sesi tatap muka, secara perlahan namun pasti semangat menulisnya mulai tumbuh, ketika memasuki hari kedua tatap muka, semangat itu semakin besar, semakin menyala. Kalau tidak dipelihara, semakin lama nyala api ini akan padam, artinya semangat yang sudah ada itu akan menguap, hilang tak berbekas. Maka, sesi pendampingan ini menjadi sangat penting. Itu yang saya rasakan.

Dalam masa pendampingan satu bulan, semua peserta memang seharusnya tidak boleh ke luar dari grup. Itulah kuncinya. Kalau tidak ikut bergabung di dalam grup, maka suasana memelihara bara itu tidak ada, sama dengan pelatihan-pelatihan yang pernah saya ikuti di tempat lain. Akhirnya, ya, sama saja, selesai pelatihan, suasana kembali sebelum ikut pelatihan. Itulah ternyata rahasianya, kenapa pada waktu tatap muka, semua narasumber melarang peserta untuk ke luar dari grup.

Bagi beberapa orang peserta pelatihan sebetulnya secara teori menulis dia sudah tahu, yang dicari justru adalah suasananya yang diharapkan dapat menumbuhkan motivasi menulis. Ini berdasarkan hasil obrolan saya dengan beberapa orang peserta yang bahkan sudah memiliki buku lebih dari satu. Ketika di dalam grup kelas ada peserta yang naskahnya sudah selesai, kemudian cover bukunya dishare, dampaknya sangat luar biasa bagi peserta lain. Semangat untuk menyelesaikan naskah buku semakin besar. Inilah suasana yang dicari, saling menyemangati, saling support.

Bagi orang yang baru pertama kali menulis buku seperti saya, terbitnya cover buku saja sudah memberikan kebanggaan tersendiri. Menunggu selesainya proses editing, deg-deg plas rasanya, ibarat seorang gadis sedang menunggu kedatangan si pujaan hati. Ketika layout buku sudah dikirim melalui email, maka hati ini girang bukan main. Menanti kedatangan buku yang sedang dicetak, tidak bisa digambarkan bagaimana harap-harap cemasnya. Puncak kebahagian dan kebanggaan dirasakan ketika buku itu selesai cetak dan sudah sampai di pangkuan. Luar biasa, campur aduk rasanya, sesuatu yang ditunggu akhirnya datang. Seperti mimpi saja, tidak terbayangkan sebelumnya bisa menulis buku, ternyata sesuatu yang awalnya di anggap tidak mungkin menjadi mungkin.Itulah buku pertama saya yang berisi antologi opini tentang masalah-masalah seputar pendidikan dari kacamata seorang guru. Buku itu diberi judul, “Guru di Persimpangan Jalan” yang diambil dari salah satu judul opini yang ada dalam buku tersebut.

Merasa ketagihan dengan suasana pelatihan, maka pada Februari 2020, saya bersama teman-teman minta izin untuk mengikuti kegiatan serupa, tetapi kami ditantang oleh kepala sekolah untuk menjadi penyelenggara kegiatan Sagusabu di wilayah Tangerang Selatan dan sekitarnya. Dengan keyakinan dan kerja keras tim, maka walaupun dengan persiapan super kilat, kira-kira hanya 10 hari, kegiatan tersebut terlaksana dengan baik. Jumlah peserta yang ikut mencapai 100 orang.

Lagi-lagi suasna pelatihan yang saya tuju, saya ikuti kegiatan pelatihan selama dua hari tanpa satu sesi pun terlewatkan. Hasil dari pelatihan yng kedua kali ini pun alhamdulillah sebuah buku yang berjudul, Wanita Hebat itu Kupanggil Umi” yang berisi kumpulan cerita inspiratif tentang perjuangan seorang ibu dalam membesarkan kelima anaknya, termasuk kategori Faksi (fakta dan fiksi).

Semoga bara itu akan tetap menyala di Media Guru sehingga bisa membakar semangat guru-guru untuk menulis. Aamiin YRA.

(Villa Pamulang, 10 April 2020)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ibu Yetty keren. Beliau senior saya. Terimakasih kpda seluruh panitia sagu sabu Tangsel. Mantappp

03 Jun
Balas

Ibu Yetty keren. Beliau senior saya. Terimakasih kpda seluruh panitia sagu sabu Tangsel. Mantappp

03 Jun
Balas

Ibu Yetty keren. Beliau senior saya. Terimakasih kpda seluruh panitia sagu sabu Tangsel. Mantappp

03 Jun
Balas

Ibu Yetty keren. Beliau senior saya. Terimakasih kpda seluruh panitia sagu sabu Tangsel. Mantappp

03 Jun
Balas

Ibu Yetty keren. Beliau senior saya. Terimakasih kpda seluruh panitia sagu sabu Tangsel. Mantappp

03 Jun
Balas

Aamiin..terima kasih share pengalamannya ibu..

11 Apr
Balas



search

New Post