N SUPRIATI

Terlahir sebagai sulung dari lima bersaudara dengan nama pemberian orang tua, N. Supriati, tapi, memiliki nama panggilan Yeti. Dilahirkan pada tanggal 09 Septem...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENITI BUIH (Tantangan hari ke-52)

MENITI BUIH (Tantangan hari ke-52)

Langit belum lagi terang, matahari masih malu-malu menampakkan keperkasaannya. Dua orang anak manusia berjalan beriringan, agak tergesa.

“Ayo cepetan, nanti kita nggak kebagian pembeli!”

“Iya Bu, ini Fat udah cepet-cepet. Tapi kan gelap, Fat takut jatoh atau nabrak.”

Tanpa menjawab lagi orang yang dipanggil Ibu tadi menggamit tangan mungil yang yang menemani langkahnya di kala hari masih gelap. Langkahnya dipercepat dengan menuntun seorang anak pertempuan di belakangnya, lebih tepatnya menyeretnya. Sesampainya di dalam pasar, langkah mereka berhenti di sebuah kios kecil di pojok belakang kios beras. Dua orang anak beranak itu pun larut dalam kesibukan rutin, membuka kios dan menata dagangan. Menjalani hidup di kota yang asing bukanlah pilihannya. Awalnya Rahma, wanita itu biasa disapa tinggal bersama suami dan kedua anaknya di kampung halamannya. Rupanya, nasib baik belum berpihak padanya, rumah tangga yang dibangun bersama Rizal harus kandas karena campur tangan keluarga mertuanya. Dari awal pernikahan memang sudah bermasalah, orang tua Rizal tidak menyetujui pernikahan mereka, alasannya klasik, Rizal sudah dijodohkan dengan saudara sepupunya. Entahlah, apakah benar itu yang jadi alasan kenapa ibu mertuanya mati-matian menentang pernikahan itu. Mungkin juga ada sebab lain, ya, karena Rahma dianggap tidak sederajat dengan Rizal.

“Bu, ngelamun lagi ya?” suara Fat anak sulungnya membuyarkan lamunannnya.

“Nggak, Ibu nggak melamun. Cuma lagi capek saja.” Ia berusaha mengelak.

“Ayo, Bu, kita pulang. Sudah sore, Kasian De Hakim nungguin di rumah!” Fat mengingatkannya untuk segera menutup kios karena hari sudah semakin sore.

Pendapatannya hari ini tidak banyak. Segera dia membereskan dagangannya kemudia menutup kios. Ditatapnya sekilas tulisan usang di pintu kiosnya, “Kios Barokah”.

Membesarkan 2 anak seorang diri di sebuah kota yang sebetulnya sangat asing baginya terpaksa dijaninya. Bebannya bertambah berat karena anak keduanya menderita hydrocepalus. Butuh biaya yang tidak sedikit untuk membiayai pengobatannya. Anaknya yang sulung, Fat, berumur 7 tahun, sudah bersekolah mestinya, tetapi karena keterbatasannya, terpaksa Fat belum dimasukkan ke sekolah. Fat diajaknya menemani berdagang di pasar, Jangan beranggapan dagangannya adalah barang yang berharga, banyak dibeli orang. Dia menjual ‘keperluan orang meninggal dunia”, yang hanya dibeli kala ada yang meninggal dunia. Dagangan ini pun sebetulnya punya Bu Tini, perempuan tua yang baik hati itu mempercayakan dagangannya. Karena Bu Tini tidak memiliki anak, kebetulan Bu Tini pulalah yang memberinya tumpangan di salah satu rumah petaknya. Ah, perempuan yang baik hati itu pulalah yang menawarkan dirinya ikut merawat Hakim.

Begitulah rutinitas hidup yang dijalaninya sekarang, Setelah terpaksa pergi meninggalkan kampung halamannya karena terusir dari rumah yang dibangunnya bersama Rizal, mantan suaminya. Tidak ada lagi yang diharapkan dari kampung halamannya. Dia memang sebatang kara. Akhirnya rasa sakit hatinya membawa langkahnya meninggalkan kenangan pahit bersama mantan suaminya. Dibawanya 2 buah hatinya serta. Akhirnya dia terdampar di kota ini. Secara tak sengaja ketika sedang istirahat di mesjid, dia bertemu dengan Bu Tini yang selalu rutin berjamaah Maghrib dan Isya di mesjid tersebut. Allah rupanya mengulurkan bantuan lewat tangan mulia Ibu Tini. Awalnya, sempat terpikir untuk mengakhiri hidup dengan membawa serta kedua anaknya. Rasanya tak sanggup harus menghadapi masa depan tanpa ada seseorang yang menjadi sandaran hidupnya. Tetapi, Allah Maha Baik, niat itu tidak jadi dia lakukan. Meninggalkan kampung halaman tanpa bekal apa pun, merupakan langkah nekad yang tanpa perhitungan. Seminggu sempat dia dan kedua anaknya terkatung-katung menjadi gelandangan di kota ini. Tanpa bekal uang sepeser pun. Tapi, ia pantang meminta-minta. Ada saja orang yang kasihan memberikan makanan dan minuman padanya.

“Assalaamu’alaikum!” Fat mengucap salam ketika sampai di rumah.

“Wa’alaikum salam, Eh, Fat sudah pulang.” Terdengar jawaban ramah seorang perempuan tua dari dalam rumah. Ibu Tini, ke luar menyambut kedatangan kami.

“Iya, Nek. De Hakim mana, Nek?” Fat tak sabar ingin bertemu adiknya.

“Barusan tidur, habis Nenek mandiin, disuapin susu.”

“Yah, Fat nggak bisa maen sama De Hakim dong!” Ada nada kecewa dalam kalimat Fat.

“Kasihan Hakim kecapean, seharian sudah maen sama Nenek. Fat mandi aja gih, terus makan. Nenek tadi udah bikin sayur bening bayam sama tempe goreng kesukaan Fat!”

Ketiak Fat menuju kamar mandi. Rahma mendekati Hakim, dilihatnya anak bungsunya itu tertidur dengan nyenyak. Rupanya dia sudah capek dan sudah kenyang.

“Terimakasih Ya Allah, Engkau mengirimkan malaikat penolong pada hamba.” Ucapnya bergumam.

“Baik-baik Engkau, Nak, sabar ya, Semoga Ibu bisa mengusahakan pengobatan untukmu.” Tak terasa air matanya meleleh.

“Sudahlah, Rahma, nggak usah terlalu sedih. Kita berjuang bersama-sama. Insyaallh Nenek akan bantu semampu Nenek.” Kata Bu Tini dengan lemah lembut. BuTini merangkulnya seolah memberinya kekuatan.

“Ya, Nek. Rahma sadar, mungkin ini sudah suratan nasib Rahma. Terimakasih, Nenek sudah sangat baik sama Rahma, Fat, dan Hakim. Sekarang Rahma merasa dunia kembali terang dan luas. Ada Nenek yang melindungi Rahma.” Rahma bicara dengan berurai air mata.

“Rahma, hidup memang harus diperjuangkan. Kalau kita tekun, hati-hati, tawakkal. Insyaallah semua masalah akan teratasi. Seperti bunyi peribahasa Jika pandai meniti buih, selamat badan ke seberang.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga dapat dimudahkan. Tulisannya enak dibaca. Baarakallahu fiikum

09 Mar
Balas

Terimakasih sudah membaca tulisan saya dan meninggalkan komentar. Sukses buat Bunda. Aamiin YRA.

23 Mar

Keren ceritanya

06 Mar
Balas

Terimakasih sudah membaca tulisan saya dan meninggalkan komentar.

08 Mar

Semoga fat dan adiknya dpt bantuan dari orang lain untuk berobat

06 Mar
Balas

Aamiin YRA. Terimakasih.

08 Mar

Betul itu Bu ... bagus diksinya.

12 Mar
Balas

Terimakasih atas komentarnya. Barokallah.

23 Mar



search

New Post