NUNUK IKHTIARINI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

PENDIDIKAN KARAKTER (2)

Saya menikah di usia 37 tahun, usia dimana kematangan sudah terbentuk. Alhamdulillah, Allah mengabulkan doa saya selama ini dengan langsung mempunyai anak laki-laki dari suami, istilahnya anak sambung. Karena saya sejak awal tidak pernah menganggapnya sebagai anak tiri, sehingga kedekatan antara kami secara natural terjadi. Nama panggilannya Bagus, umur 6 tahun.

Suamiku adalah kepala sekolah di daerah kelapa sawit di Riau. Sudah menjadi komiten sejak melamar, setelah menikah suami dan anak pindah ke Bali.

Dari awal pernikahan saya sudah sangat dekat, bagus sangat manja denganku. Saya tahu dia kurang kasih sayang dari bunda nya, yang meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya. Sering kali ku bacakan buku cerita sambil ku pangku, sering ku peluk dan bilang ibu sayang bagus. Sehingga dia dengan senang hati memanggilku IBU layaknya ibu kandungnya. Aku pribadi ingin dipanggil dengan sebutan BUNDA, begini jawaban anakku: “Bunda itu yang sudah dikubur, kalau Ibu ya ibu ku sekarang”.

Sebagai anak satu-satunya, tentu suamiku sangat memanjakan Bagus. Semua keinginannya langsung dikabulkan. Tanpa disadari hal itu tentu membuatnya menjadi anak egois. Jika keinginannya tidak langsung dipenuhi, maka saat itu juga semua barang-barang yang ada di sekitarnya akan di lempar. Baju-baju yang sudah tersusun rapi di lemari akan dihamburkan.

Kaget..ya tentu aku kaget melihat kelakuannya itu. Seperti 2 sisi mata uang yang berbeda, kadang manis sekali, kadang tidak terkontrol saat tantrum. Biasanya dia suka sekali jika aku peluk, namun saat tantrum dia akan berontak sekuat tenaganya, memandang ayah atau aku dengan penuh kebencian.

Anehnya, ayah yang biasanya sangat memanjakannya, akan berbalik jika anak tantrum. Karena anak tidak bisa dirayu, akhirnya dihukum dengan apapun yang ada disampingnya. Ya sering sekali ku lihat suamiku memukul dengan sandal, hanger…diakhiri dengan memasukkan ke kamar mandi dan mengguyur secara bertubi-tubi.

Miris hati melihat hal itu. Bukan karena aku takut, tapi kasihan. Anak sekecil itu tidak salah, yang salah adalah sikap kita. Ya, orang tua yang bertanggung jawab. Ku pikir masih ada waktu untuk membenahi itu.

Di sekolah, anakku berlagak bossy, selalu bilang ini sekolah punya ibu ku, mbah datuk ku. Seeenaknya mau masuk ke kelas atau tidak, sering kali manyun dan ngambek minta di ruang kepala sekolah. Ayanya selalu membiarkan, dengan alasan memang usianya masih 6 tahun, belum saatnya masuk SD. Tapi karena sudah lama di bangku TK, anak gak mau tinggal di TK. Bosan katanya.

Saya dan suami masih dalam tahap adaptasi, penyesuaian dalam rumah tangga yang baru. Setiap saya menegur anak, yang tidak terima malah ayahnya. Jadi saya putar cara, saya minta tolong ke semua staf guru untuk membantu dalam memberikan pemahaman kepada anak saya. Karena biasanya anak akan tunduk kepada guru nya dibanding orang tua nya sendiri

Saya pribadi saat berdua saja dengan anak, akan bertindak tegas (bukan keras) dan memberikan pemahaman bahwa sikapnya itu salah. Namun sering kali berbenturan jika ada ayahnya, tentu anak akan merasa benar karena ada pembelaan.

Mentok? Tidak..saya tidak putus asa demi kebaikan anak saya. Saya tidak bosan-bosannya meminta ke teman-teman guru, untuk saat santai memberikan pemahaman ke Bagus. Di rumah saya juga tidak bosan-bosannya bilang kalau ibu tegas bukan berarti ibu jahat, tapi karena ibu masih perhatian dan sayang. Coba kalau ibu sudah cuek, itu tandanya ibu tidak sayang lagi.

Butuh waktu 2 tahun sampai Bagus pelan tapi pasti berubah sikapnya. Sekarang ini dia tidak lagi bertingkah bossy, hormat dan santun ke yang lebih tua, tidak pernah lagi tantrum. Jika menginginkan sesuatu, akan mengerti jika dibilang ibu/ayah skrg masih belum ada uang, nanti kalau ada uang akan dibelikan.

Seringkali jika dia melihat saya sibuk di dapur, Bagus akan tanya: “Apa ada yang bisa Bagus bantu, bu?”

Oh, so sweet sekali anakku. Tanpa sadar aku meneteskan air mata haru mendengar hal itu.

Semoga ibu ada kesempatan untuk terus mendampingimu, anakku.

Pengastulan, 21 Juli 2017

Catatan hati seorang ibu

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Waah... Ibu yang hebat... Semoga tulisan ini bisa memupus anggapan 'negatif' tentang ibu tiri...

21 Jul
Balas

Alhamdulillah, saya diberikan rejeki anak yg baik, kasih sayang saya sama walo saya tdk mengandungnya.

21 Jul

Bunda yang hebat. TOp bu pengalaman menangani anak bosy

21 Jul
Balas

Saya belum sepenuhnya jd bunda yang terbaik utk anak saya, pak yudha...anak saya lah yg hebat dengan perkembangan karakternya dari anak manja menjadi anak yg baik

21 Jul

Sangatenyentuh hati cuma satu ada tulisan saying mohon dikoreksi terimaksih

21 Jul
Balas

Inggih, matur suksma, pak wayan. maaf, sy tidak tahu cara nya edit dimana? saya cari di dash board juga tidak ada

21 Jul

ternyata di manajemen artikel. maklum, saya masih baru belajar. Terima kasih, pak wayan

21 Jul



search

New Post