Nurani Ike

I wanna be what I wanna be...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kupu-Kupu Kertas

Terik mentari siang ini tak dapat aku tahan lagi. Tenggorokanku sampai terasa kering dibuatnya. Kuteguk air mineral yang kubawa di kantong ranselku. Mataku menyapu segala penjuru. Aku sedang mencari pusara nenekku. Pandemi Covid-19 membuatku menunda perjalananku untuk berkunjung ke pusara nenekku. Nenek sekaligus ibu keduaku.

 

*** 

"Leee, ayo ndang pakpung."

Nenek selalu menyuruhku untuk segera mandi, baik pagi maupun sore hari. Kalau tidak, bisa-bisa nenek mengomel seharian. Aku pun segera bergegas ke jeding bila sudah mendengar sabda nenek itu. Bagiku, perintah nenek layaknya sabda pandita ratu. 

"Nah, ngono. Nek wes pakpung kan ketok bagus," puji nenekku. 

Nenek akan mengelus rambutku, lalu dia akan mengambilkanku makan malam. Sebenarnya bukan makan malam karena aku makan di sore hari. Aku pun akan makan dengan lahap apa yang disodorkan padaku. Tentu saja aku lahap. Kami tidak bisa makan dengan bebas seperti yang lain karena keluarga kakek dan nenek termasuk keluarga yang sangat kekurangan. Untuk makan saja kami harus mati-matian berhemat, apalagi untuk kebutuhan yang lain.

***

Akhirnya aku temukan pusara nenekku. Di antara rimbunnya rerumputan, pusara nenek memang agak tersisih. Entah apa sebabnya. Pusara yang lain masih bisa berdekatan, mengapa pusara nenek tampaknya tidak ada yang menemani. Apakah kemiskinan membuatnya tetap dijauhi meskipun nyawa telah tercerabut dari raga? Sungguh sangat naif dan ironis sekali bila itu terjadi. Bodoh sekali manusia-manusia sok suci itu memperlakukan manusia lain yang mereka anggap tidak selevel dengannya.

Aku berjongkok si tepi pusara nenek. Kupanjatkan doa setulus hatiku. Doa dari seorang cucu yang selalu ada untuknya. Ya, karena akulah cucu yang tinggal bersama nenek dari kecil hingga aku kuliah. Nenek adalah ibu kedua bagiku setelah ibu kandungku yang melahirkanku. Ibu yang memberikan selaksa kasih sayang yang tidak aku dapatkan dari ibu kandungku, ibu yang melahirkanku, ibu yang seharusnya selalu hadir saat aku sedang kesakitan, ketakutan, bahakan saat aku membutuhkan perlindungan. Itu semua fatamorgana.

“Nek, aku datang untuk Nenek. Sekian lama aku tidak bisa menjenguk nenek karena peraturan tidak melarang kami untuk melakukan perjalanan. Namun, doaku tidak putus untuk Nenek. Maafkan aku karena di saat aku bisa mempunyai pekerjaan yang dahulu selalu engkau cita-citakan, Nenek justru sudah berpulang. Aku sekarang sudah punya uang sendiri, Nek. Bahkan lebih banyak dari yang dulu aku selalu cari. Nenek masih ingat kan saat aku mencari uang saku dengan mengambilkan bola golf para pemain golf itu? Aku akan ingat selalu, Nek. Dengan begitu, aku akan selalu bekerja dengan keras demi anak dan istriku, Nek. Dengan itu pula, aku akan selalu menghargai waktu dan uang yang aku kumpulkan. Nenek jangan khawatir, aku akan menjadi cucu kebanggan Nenek sampai kapan pun.”

Kututup kunjunganku ke pusara nenek dengan mengelus nisan pusara nenek.

“Hartini binti Ratminto. Meninggal 20 Agustus 2018.”

Tulisan di pusara nenek kuelus. Aku seolah sedang mengelus tubuh nenek yang renta. Tubuh yang dulu menjadi pelindungku saat aku ketakutan. Aku pun seolah mengelus bibir nenek yang kelu. Bibir yang dulu selalu memberiku kesejukan karena kata-katanya yang menenangkan batinku yang membara.

Kutinggalkan pusara nenek. Berat rasa hatiku untuk beranjak dari pusara seorang ‘ibu’ yang sangat aku cintai. Kakiku melangkah menjauhi pusara nenek. Kulihat kupu-kupu beterbangan di atas pusara nenek. Aku pun teringat kupu-kupu kertas yang dibuatkan nenek untukku.

Le, kupu-kupu kertas ini bisa kamu tempelkan di dinding kamarmu. Kelak kamu akan selalu mengingat Nenek karena kupu-kupu kertas ini.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren mbak alur ceritanya, sukses selalu

16 Oct
Balas

matur nuwun Mas

16 Oct

Great story Miss

16 Oct
Balas

Thanks

16 Oct

Mantap

16 Oct
Balas

Thanks, Pak

16 Oct

16 Oct
Balas

Thanks buat inspiratorku

16 Oct



search

New Post