Nur Arifah Rory

Nur Arifah Rory,S.Pd Lahir di Malang, 27 Maret 1968 Tempat Tugas : TK Bougenville Kab. Pohuwato Gorontalo...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sejuta Asa yang kelabu

Sejuta Asa yang kelabu

TAGUR_72

Sejuta Asa yang kelabu

Nur Arifah Rory,S.Pd

BAG. 10

Lovina semakin gelisah, waktu terus berjalan, hampir setengah jam dia duduk di sini.

Si misterius itu tak juga menampakkan batang hidungnya.

Minuman digelasnya sudah hampir kandas, orang yang ditunggu tak kunjung datang.

Pengunjung cafe pun, satu persatu pergi dan berganti yang baru.

Lovina berdiri ragu, antara tetap menunggu atau pulang.

Bola matanya mengitari ruangan, berharap penantian ini berakhir.

Lovina melangkah ke kasir, menyerahkan selembar uang kertas merah.

"Terima kasih," ucap kasir cantik berjilbab hitam sambil menyerahkan uang kembalian.

Lovina melangkah sambil memasukkan uang kedalam dompetnya. Tanpa sengaja dia menabrak seseorang, Lovina mendongak kaget.

"Kenapa? Lupa, ya?" Seorang lelaki dengan dada bidang berada dihadapannya.

"Kak Fathan?"

Senyum lelaki itu bagai sinar mentari dipagi hari. Pipi Lovina merona, matanya memancarkan binar-binar kebahagiaan.

"Gadis kecilku, semakin cantik," puji Fathan sambil mengusap puncak kepala Lovina.

Bukannya senang dengan pujian Fathan, mala bibirnya mengerucut.

"Ih, Kak Fathan, aku bukan anak kecil lagi," rajuknya sambil melepaskan tangan Fathan dari kepalanya.

"Udah lama nunggu?" tanyanya, Lovina tersentak.

Tak percaya kalau lelaki didepannya, si misterius yang ditunggunya.

"Ja-jadi...."

"Maaf," potong Fathan kalem, ingin rasanya Lovina menghajarnya.

"Maafin Kak Fathan, ya," bujuk Fathan resah, melihat mata Lovina memerah.

"Kakak hanya bercanda, maafin, ya," mohon Fathan sambil menangkupkan tangannya.

Lovina meredakan emosinya dan berkata: "Jahat sekali, sih."

"Vin, maafin, ya." Fathan benar-benar menyesal.

Lovina menepis tangan Fathan yang berusaha menahannya.

Fathan adalah seorang lelaki yang dikaguminya, tidak bisa dibilang cinta sih, soalnya waktu itu masih kecil.

Dia seperti kakak bagi Lovina, walau dia punya kakak lelaki. Lovina merasa Fathan lebih sayang dari kakaknya sendiri.

Lovina sudah tak ingat kenapa tiba-tiba lelaki itu pergi tanpa pamit.

Kepergian seseorang yang sangat dikaguminya membuat Lovina kecil itu takut kehilangan.

Mengapa dia tak mau dekat dengan seorang lelaki, karena dia takut kehilangan.

Sampai saat ini perasaan seperti itu terus bersemayam dihatinya.

Dia membungkus ketakutannya itu dengan tetap ceria dan penuh semangat.

Kamuflase itu akhirnya melekat didirinya, sampai dia sendiri tak bisa membedakan. Takut pacaran atau takut ditinggalkan pacar? Keduanya sama-sama belum dialaminya.

Fathan mengejar gadis berambut lurus itu, sambil membujuknya.

Lovina juga bingung, ada kerinduan dihatinya, tapi dia juga masih kesal karena kejahilan lelaki itu.

Bahkan dia sempat berpikir untuk menghajarnya.

"Vin, maafin, dong." Berulang-ulang kalimat itu diucapkan. Orang-orang yang berpapasan dengan mereka, ada yang tertawa, tersenyum dan ada juga acuh.

Lovina berjalan menyusuri trotoar, Fathan menahannya agar gadis itu tak semakin jauh.

"Lepasin!" sentaknya, air bening dimatanya hampir menetes.

"Maaf." Fathan memegangi pundak Lovina.

Rasa sesal itu menikamnya, saat melihat mata gadis itu.

"Maaf." Fathan menghapus butir bening itu agar tak melewati pipi Lovina.

Dulu, pipi gadis ini tembam dan sering kali Fathan menjawilnya.

Walau sering ngambek dan cengeng, tapi pemandangan seperti ini belum pernah dilihatnya.

Fathan menyesali waktu yang telah disia-siakannya, andai dulu dia bisa menolak untuk pergi, apa yang akan terjadi? Fathan menghela nafas.

Lovina mendongak, mendengar Fathan menghela nafas.

"Maaf."

Lovina sebenarnya sudah memaafkan, tapi entah kenapa dirinya ingin menangis.

"Ayo, Kakak antar pulang. Besok kita ketemu lagi," kata Fathan, mengajak Lovina menuju mobilnya.

Sepanjang jalan tak ada yang buka suara, Fathan takut gadis itu tidak nyaman berada didekatnya.

Lovina juga canggung, pikirannya penuh dengan pro dan kontra.

"Terima kasih, Kak." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya, saat dia keluar dari mobil Fathan.

"Maaf...," kata Fathan tanpa bisa melanjutkan kalimatnya.

Gadis itu sudah menjauh dan hilang di balik pintu rumahnya.

"Bodoh-bodoh!" ucapnya sambil memukul-mukul setir mobil.

Fathan menengok rumah itu sekali lagi, lalu melajukan mobilnya diantara mobil-mobil lain.

Resah dan gelisah menemaninya sepanjang jalan pulang.

"Semoga saja dia mau memaafkanku," harap Fathan.

***

Ruang tamu rumah Lovina.

"Vin, diantar siapa?" Pertanyaan mama membuat Lovina tersentak.

"Mama belum tidur?" Lovina balik bertanya, padahal dirinya kaget sekali.

Mama menatapnya khawatir, suara putrinya ini seperti orang habis menangis.

"Ada apa, Vin?" tanya mama lalu menangkup wajahnya, otomatis mama melihat matanya yang merah.

"Gak ada apa-apa, tadi kelilipan, Ma," elak Lovina berbohong.

"Siapa yang antar," tanya mama penasaran.

"Serra, Ma," jawab Lovina berbohong. Tidak mungkin dia bilang Kak Fathan yang antar, apa kata mama nanti.

"Cepat, tetesin obat mata," pesan mama lalu menggandeng putrinya kedalam.

"Ma, aku mau tidur duluan, ya," kata Lovina sambil mencium pipi sang mama.

Lovina membaringkan tubuhnya setelah menyelesaikan rutinitas malam.

Lelah dirinya memikirkan semua yang sudah terjadi.

Tak percaya kalau orang yang dikagumi mempermainkannya.

Bercanda? Candanya sudah keterlaluan, membuat dirinya tak bisa tidur. Pikirannya masih kalut, sumpah serapah yang dilontarkannya kemarin, walau tak ada yang mendengar masih mengganggunya.

"Salahnya sendiri, siapa suruh kirim pesan gak jelas," kata Lovina sambil menatap ponselnya yang bisu

Tiba-tiba, ponsel itu berkedip ada notifikasi masuk di aplikasi hijaunya. Sengaja ponselnya dibisukan, agar dia bisa beristirahat dengan tenang malam ini.

Pesan dari nomor tak dikenal, tapi kali ini ada foto profilnya. Lovina tak sadar mengusap foto Kak Fathan, bibirnya sedikit terangkat.

Setelah itu menggeleng untuk menyadarkan dirinya, dia tak boleh seperti itu.

Panjangnya pesan yang ditulis lelaki itu, sudah seperti cerpen.

Penjelasan sekaligus permohonan maaf serta penyesalannya, membuat Lovina terharu.

Sampai saat ini, diingatannya lelaki itu sangat baik dan penuh perhatian.

Walau telah berpisah sangat lama, Lovina selalu mengingat segala kebaikannya.

Ibu jari Lovina menekan huruf-huruf merangkai kata, tapi setelah dibaca kembali dihapusnya.

Seakan kata yang ditulisnya tidak sopan, dan dia tak ingin Kak Fathan sedih.

Karena lelah dan merasa tidak ada kalimat yang pantas, dia tidak membalasnya.

Lovina meletakkan ponselnya di atas kepala, lalu memejamkan mata.

"Tuhan, terima kasih untuk hari yang Kau beri," ucapnya dalam doa.

***

Pagi hari di halaman rumah Lovina.

Bunga-bunga di taman sedang mekar, mentari juga merekah begitu terangnya.

Serra dengan motor meticnya memasuki halaman rumah Lovina, kebetulan Pak Sur baru saja membuka gerbangnya.

"Pagi, Pak Sur," sapa Serra sambil tersenyum.

"Pagi, Non Serra," balas Pak Sur sopan.

Setelah memarkirkan motornya, Serra berjalan menuju pintu utama rumah.

Baru saja mengangkat tangan hendak mengetuk pintu, sesosok gadis cantik membuka pintu.

"Hai!" Serra terkejut sambil menurunkan tangannya.

"Bikin kaget, aja," kata Serra sambil melotot.

Lovina tertawa sambil menutup mulutnya.

"Ayo, masuk, sarapan dulu," ajak Lovina, lalu masuk diikuti sahabatnya.

"Pagi, Tante," sapa Serra mencium tangan mama Lovina.

"Pagi! Ayo, sarapan." Mama memberikan piring pada Lovina dan Serra.

"Terima kasih, Tan." Serra menerima piring, lalu duduk.

"Tan, Om gak ada?" tanya Serra, karena di ruang makan hanya ada mereka bertiga.

"Sudah seminggu keluar kota," jawab Lovina sambil mengunyah makanannya.

Serra hanya mengangguk, dia tahu papa Lovina punya usaha di tempat lain, selain di kota ini.

Sarapan sudah selesai mereka pamit, hari Mister Killer masuk kelas.

Mereka tak ingin terlambat, Serra segera melajukan motornya.

Sampai di kelas masih ada waktu sepuluh menit sebelum dosen itu datang.

"Gimana tadi malam? Ketemu? Kamu hajar, gak?" tanya Serra beruntun.

"Ssttt! Satu-satu nanyanya," bisik Lovina.

"Iya, terus gimana?" Benar-benar penasaran sahabatnya ini, tapi Lovina menanggapi dengan santai.

Percakapan mereka terhenti oleh kehadiran Mister Killer, Serra tampak kecewa.

"Nanti dilanjutin," bisik Lovina.

Kelas hari ini maraton, karena ada tiga mata kuliah yang terjadwal.

Untung tadi sarapan dulu, kalau tidak, bakal ada konser dadakan diperutnya.

Kelas selesai pada jam setengah dua, luar biasa padat merayap.

Sampai-sampai seisi kelas, bersorak gembira saat dosen terakhir mengucapkan salam.

Serra tak sabar, menarik Lovina keluar padahal sahabatnya masih memasukkan laptopnya dalam tas.

"Sabar, dong," kata Lovina yang dibalas ringisan.

Kantin ramai sekali, semoga masih ada tempat duduk di tempatnya Mbak Yuni.

Sayangnya cuma tersisa satu kursi dimeja pojok. Mbak Yuni menambahkan satu kursi dari dalam, mempersilahkan keduanya duduk.

"Seperti biasa, ya?" tanya Mbak Yuni dengan senyum manisnya, keduanya mengangguk.

"Siap, Bos!" Mbak Yuni menyiapkan pesanan dua gadis itu.

"Gimana? Siapa dia?" tanya Serra pelan.

"Kak Fathan," bisik Lovina.

"Fathan? Siapa itu?" Serra merasa tak mengenal nama itu.

"Ups! Iya, aku belum cerita, ya?" Lovina memegang kepalanya.

Lovina tentang Kak Fathan sampai sedetail-detailnya, Serra mendengarkan sambil mengangguk-angguk seperti mainan di dasbor mobil.

"Kamu maafin?" tanya Serra setelah Lovina menyelesaikan ceritanya.

Mbak Yuni datang membawa pesanan mereka sambil berkata: "Sori, nunggunya kelamaan, ya?"

"Nggak, kok," jawab Lovina sambil menerima pesanannya.

"Terima kasih, Mbak Yuni," kata Serra.

Pohuwato, 26 Mei 2021

Bersambung.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wauw...cerbung lg yg keren menewen bunda... Slm sukses

27 May
Balas

Iya, lagi belajar bikin novel....tenkyu say

27 May



search

New Post