Nur Arifah Rory

Nur Arifah Rory,S.Pd Lahir di Malang, 27 Maret 1968 Tempat Tugas : TK Bougenville Kab. Pohuwato Gorontalo...

Selengkapnya
Navigasi Web
SEJUTA ASA YANG KELABU

SEJUTA ASA YANG KELABU

TAGUR_73

Sejuta Asa yang kelabu

Nur Arifah Rory,S.Pd

BAG. 11

Fathan menunggu di dalam mobil, terus menatap kampus terkenal di kota ini.

Saat ditelpon nomor selalu sibuk, dikirim pesan dibaca tapi tak dibalas.

"Gadis kecilku benar-benar marah, rupanya," gumam Fathan sambil memperhatikan mahasiswa mahasiswi lalu lalang keluar masuk kampus.

Lama menunggu tidak sia-sia, saat sosok cantik itu melenggang keluar dari pintu gerbang.

Fathan segera menghampiri, dengan seikat bunga ditangannya.

"Kakak minta maaf," katanya.

Senyum yang tadi mengembang sengaja ditarik kembali, Lovina hanya ingin memberi pelajaran.

Serra yang berada disebelah mengikut Lovina minta penjelasan tentang lelaki bunga itu.

Lovina diam saja tak menggubris, sementara Fathan dengan segala daya upaya membujuk gadis kecilnya.

"Kakak siapa, ya?" Serra memberanikan diri bertanya.

"Aku, Fathan," jawab tak menoleh, dia terus membujuk Lovina.

"Fathan?" tanya linglung, sepertinya pernah mendengar nama ini.

"Oh, Tuhan! Ini Kak Fathan yang diceritain Vina tadi," ucap Serra keceplosan, Fathan menoleh.

"Apa yang dia bilang?" tanya Fathan pada Serra.

"Ups! Tadi Vina bilang, Kak Fathan jahat, karena mengirim pesan seperti itu," jawab Serra berbohong, tapi tetap berusaha tenang.

Fathan meminta teman Lovina agar bekerjasama membujuknya.

Serra mengedipkan mata genit, menyetujui permintaan lelaki ganteng yang sedang memegang seikat bunga.

“Maafin aja, Vina. Kasihan, malu diliatin orang,” bisik Serra. Lovina bereaksi, matanya mengedar ke sekelilingnya, pipinya bersemu merah karena banyak mata memperhatikan.

Diraihnya bunga dari tangan Fathan, sampai lelaki itu terkejut. Senyum merekah dibibir Fathan, berarti Lovina sudah memaafkannya.

Begitu senangnya Fathan sampai tak merasa dia sudah ditinggalkan dua gadis tadi.

“Hei, tunggu!” teriak Fathan setelah tersadar dari keterpakuannya.

Lovina terus menarik Serra agar menjauh dari kerumunan mahasiswa yang baru keluar gerbang.

“Vin, berhenti dulu, dong. Cape tau.” Serra menepis tangan Lovina pelan, tidak ada hubungan dengannya, untuk apa ikut menghindar pikirnya.

Ini urusan mereka berdua kenapa dia juga dilibatkan, nafas Serra tak beraturan, akibat jalan terlalu cepat, karena ditarik sahabatnya.

“Kenapa kalian lari?” tanya Fathan lugu.

Serra menatap lekat lelaki tak peka itu, sedangkan Lovina hanya memalingkan wajah menahan kesal dan malu.

“Malu, diliatin orang. Jadi cowok gak sekali.” Serra menjawab mewakili sahabatnya.

“Maaf,” jawabnya sambil garuk-garuk kepala karena canggung.

“Ayo, Kakak antar pulang,” tawar Fathan, sangat berharap.

Serra tersenyum, “Maaf, aku bawa motor. Kak Fathan bisa antar Lovina.”

Lovina melotot tak percaya sahabatnya Mala menyodorkan dirinya begitu saja, tak setia kawan. Dasar!

Serra pura-pura tak mengerti dan melenggang pergi, “Oke, Kak, Vin, aku duluan.”

Fathan mengantar kepergian Serra dengan ekor matanya, dalam hati berterima kasih pada gadis itu, senyum masih setia bertengger di bibirnya.

Lovina sendiri masih geram dalam hati, sahabatnya tak bisa diajak kompromi. Gadis itu berdiri canggung dihadapan Fathan, padahal ini bukan pertama kali, dia diantar lelaki itu.

Itupun karena semalam, takut pulang sendirian naik kendaraan umum, lagi pula bisa membohongi, tapi sekarang?

“Ayo, Vin,” ajak Fathan agar mencair kecanggungan diantara mereka.

Lovina mengikuti langkah lelaki tegap itu sambil menunduk, Fathan berbalik menunggu gadis itu.

Bahagia hatinya bisa melihat sosok yang selama ini ingin ditemuinya, gadis kecil periang yang selalu membuntutinya kemana-mana itu, sudah tumbuh jadi gadis cantik yang sekarang tampak malu-malu.

“Nanti nabrak tiang listrik, loh, kalau jalannya nunduk terus,” goda Fathan, Lovina mendongak kaget dan cemberut dikiranya benar ada tiang listrik di depannya.

Fathan menertawai tingkah gadis itu, Lovina makin kesal dibuatnya.

***

Untuk kedua kalinya Lovina duduk di mobil ini dengan perasaan tak menentu.

Kalau dilihat mama, apa yang harus dikatakannya?

"Kakak seneng banget, waktu dapat nomormu." Fathan mengawali pembicaraan untuk menghilangkan kebekuan, Lovina diam saja.

"Maaf, dulu Kakak gak pamitan...." Fathan menjeda kalimatnya, mengumpulkan keberanian berterus terang.

Lovina tergerak untuk menanyakan penyebabnya, tapi akhirnya cuma diam seribu bahasa.

"Mendadak kami harus pindah, aku gak tau penyebabnya, sampai sekarang pun, mereka masih menyembunyikannya." Fathan menarik nafas dalam-dalam.

"Maaf, aku juga tak bisa menghubungimu," kata Fathan mengakhiri kalimatnya karena rumah Lovina sudah di depan mata.

"Sejujurnya aku sudah memaafkan Kakak, tapi aku masih kesal karena chat itu," ucap Lovina masih dengan bibir mengerucut.

"Maaf." Hanya itu yang bisa diucapkan Fathan.

Lovina membuka pintu, mengucap terima kasih dan pamit. Tanpa bisa menahannya, Fathan mengantarnya dengan sorotan mata yang penuh kerinduan.

***

"Pulang dengan siapa?" Tiba-tiba saja mama sudah berdiri di depan pintu.

"Te-teman, Ma," jawab Lovina gugup.

"Pacar, ya?" goda mama.

"Bukan," jawab Lovina, segera berlalu, sebelum sang mama mengintrogasi.

Lovina mengunci kamar, takut mama mengikutinya.

Dibukanya laci tempat dia menyimpan foto lusuh itu, dipandanginya dengan seksama.

"Bener, ini pasti foto Kak Fathan. Bodohnya aku." Lovina memukul keningnya dengan foto itu.

"Kenapa baru ingat sekarang, sih?"

Sejak saat itu Lovina mulai dekat dengan Fathan, ternyata kedua orang tua mereka adalah teman lama.

***

Tak disangka bertemu lelaki sombong itu lagi untuk kesekian kalinya, membuat Lovina kesal.

"Lovina Ramayani?" Lelaki sombong itu mencegatnya saat dia keluar dari toilet.

Lovina mendongak, "Iya, kenapa? Anda siapa, ya?"

"Siapa cowok itu?" Lelaki itu mengungkung Lovina yang mencoba menghindar.

"Ada hak apa anda bertanya begitu? Saya tidak mengenal anda," kata Lovina ketus.

"Maaf, pacar saya menunggu," kata Lovina, mencoba keluar dari lingkungan lelaki itu.

Nathan melepaskan Lovina dan membiarkan gadis itu pergi, tangannya mengepal hingga uratnya terlihat.

Seharusnya dia tak perlu semarah itu, benar gadis itu bilang dia tak punya hak.

Namun, entah mengapa, dirinya merasa sakit hati, melihat gadis itu bersama pacarnya.

Nathan meninju dinding toilet, memar di ruas jarinya tak dirasakan, itu pun tak dapat meredakan emosinya.

Ingin rasanya dia berteriak, tapi tak mungkin dilakukan karena di sini tempat umum.

Nathan menarik nafas kasar, tangan kanannya terasa perih saat air keran menyentuhnya, ternyata lecet akibat tinjunya tadi.

“Than,” panggil seorang gadis di luar, Nathan keluar dengan wajah tak senang.

“Ngapain kamu?” tanya Nathan marah, melangkah pergi meninggalkan gadis itu.

“Than! Tunggu!” Gadis bernama Devina memanggil sambil mengejar Nathan.

“Kita makan di tempat lain aja,” kata Nathan tanpa bisa dibantah, Devina hanya dapat menuruti kemauan calon tunangannya.

Cinta dalam diri Devina membuatnya buta, dia tak peduli sikap Nathan yang tak menghargainya.

Asal dia bisa bersama lelaki itu, walau hanya cinta sepihak Devina akan tetap mempertahankannya. Devina berharap waktu akan membantunya, merubah sikap Nathan dan dia akan berusaha agar lelaki itu melihat keberadaannya.

Perjodohan itu dikarenakan kedekatan kedua orangtua mereka.

Selain itu orang tua Nathan mengkhawatirkan anaknya, karena gosip yang santer bahwa anak lelakinya gay, itulah sebabnya mereka menjodohkannya dengan Devina.

Devina adalah kandidat calon menantu yang sempurna, latar belakang keluarganya tak perlu diragukan lagi, pendidikannya tinggi lulus dari universitas luar negeri.

Kecantikannya tak kalah dari artis-artis papan atas negeri ini, tapi kenapa Nathan tak menyukainya? Apa benar bahwa lelaki itu menyukai sesama jenis? Orang tuanya takut memikirkannya.

Itulah sebabnya Rahardian Prawira, ayahnya mempercepat pertunangan mereka, sebelum Devina berubah pikiran.

Pohuwato, 27 Mei 2021

Bersambung.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereen bunda...romantika masa remaja Lovina...

28 May
Balas

Tengkyu hadirnya say

28 May

Menarik sekali cerpennya Bund. Masa remaja. Sukses selalu

28 May
Balas

Terima kasih Bu sudah datng berkunjung

29 May



search

New Post