Nur Arifah Rory

Nur Arifah Rory,S.Pd Lahir di Malang, 27 Maret 1968 Tempat Tugas : TK Bougenville Kab. Pohuwato Gorontalo...

Selengkapnya
Navigasi Web

SEJUTA ASA YANG KELABU

TAGUR_80

Sejuta Asa yang kelabu

Nur arifah Rory,S.Pd

BAG. 17

“Vin, temenin aku ke acaranya sepupu Bang Sapta, dong.” Serra memohon, dia tak enak pergi sendirian.

“Gak mau, ah. Aku kan gak diundang,” sahut Lovina.

“Ayolah, tolong aku,” rengek Serra membuat Lovina iba.

“Aku gak kenal mereka, nanti malah diusir,” canda Lovina sambil menatap sahabatnya.

“Ya, nggaklah, kamu juga kan temennya Bang Sapta,” ujar Serra memaksa sahabatnya.

“Plis, tolongin ya.” Serra keukeuh meminta Lovina menemaninya.

“Oke,” jawab Lovina dan dihadiahi ciuman senang sang sahabat.

“Ih, apain sih! Gak suka, gelay.” Lovina menjauhkan wajah Serra dari wajahnya, mereka tertawa bahagia, seperti matahari di atas sana, dengan pongahnya bersinar tak perduli ada yang merasa resah karenanya.

“Nanti malam aku jemput ya,” kata Serra mengusap wajahnya yang berkeringat dengan tisu basah, harum menguar di udara, Lovina menoleh ikut menghirup keharuman aromanya.

“Naik motor?”

“Ya, nggaklah! Naik labu, kan kita upik abu,” seloroh Serra diakhiri tawa membahana.

“Dasar!” Lovina menoyor kepala sahabatnya.

Percakapan mereka berakhir dengan hadirnya Kak Louis menjemput Lovina, Serra berlalu dengan motor meticnya dan mengingatkan Lovina untuk acara sebentar malam.

“Mau kemana, entar malam?” tanya Kak Louis.

“Pesta,” jawab Lovina singkat lalu mendudukkan pantatnya dibangku depan, Kak Louis yang berada dibangku kemudi menatapnya penasaran.

“Mau kemana, sih?”

“Mau tau aja atau mau tau banget?” Lovina balik bertanya, mencandai sang kakak.

“Kepo!” lanjutnya, Louis mengacak rambut sang adik karena gemas, seperti biasa Lovina merajuk karena ulah kakaknya.

***

Lovina mematut diri di depan cermin, sudah berapa gaun yang dicobanya tapi sepertinya belum ada yang cocok dihati.

Dia ingin terlihat pantas dipesta sepupunya Bang Sapta, biar bagaimana dia tidak ingin membuat malu sahabatnya.

Jam besar yang menghiasi dinding kamarnya seakan terpana pada kecantikan gadis pemilik kamar ini yang sejak tadi tak beranjak dari depan cermin.

“Lama-lama pecah cerminnya,” ledek mama, beberapa kali masuk anak gadisnya masih berdiri di sana.

“Mama sudah bilang tadi, kamu lebih bagus pakai gaun ini.” Mama menunjukkan gaun yang tergeletak di atas kasur bercampur dengan beberapa gaun lainnya.

Lovina mengambil gaun yang dipegang mama dan menempelkan ketubuhnya, dia putar kanan dan kemudian kiri, sepertinya memang itu adalah pilihan terbaik.

“Benarkan, mama bilang?” Lovina hanya mengangguk dan kembali menaruhnya di tempat tidur.

“Terima kasih, Ma,” ucap Lovina sambil mencium sang mama.

“Jam berapa berangkat?” tanya mama sambil mendongak melihat jam yang mengeluarkan suara khasnya.

“Serra mau jemput jam setengah tujuh,” jawab Lovina sambil berjalan masuk kamar mandi.

“Loh, udah jam enam lewat ini, mandinya jangan lama-lama, emang pestanya jam berapa?” Lovina tak menjawab karena dia sedang gosok gigi, mama hanya bisa geleng-geleng kepala.

Mama berdiri saat Lovina keluar dari kamar mandi dan menarik anak bungsunya duduk di meja rias.

“Sini, Mama bantuin dandan,” kata mama menyalakan hair driyer untuk mengeringkan rambut Lovina.

“Gak usah dandan, Ma.” Lovina menolak saat mama mulai memoleskan alas bedak kewajahnya.

“Dikit aja, biar tampil beda.” Mama bersih keras melanjutkan aktifitasnya, melukis wajah cantik sang anak, mama tampak puas dengan hasil karyannya.

Lovina mengenakan gaun pilihan mama, gaun panjang berlengan pendek warna pastel, lehernya dihiasi kalung mutiara air tawar warna biru gelap menambah cantiknya gadis itu.

Rambutnya yang lurus dibiarkan tergerai tanpa hiasan, telinganya menggantung anting mutiara warna senada, begitu juga tangannya melingkar cantik gelang yang sama.

Penampilan Lovina malam ini sungguh luar biasa, bahkan Serra yang setiap hari bersamanya terpana tak terpercaya.

“Jangan melongo, nanti kemasukan lalat,” canda Lovina sambil memukulkan tangannya di udara.

“Cantik banget, sih,” ujar Serra bangga, Lovina tersenyum malu.

Setelah Lovina memakai sepatu dan mengambil dompetnya, mereka pun pergi menggunakan mobil Serra.

“Kirain bawa mobil sendiri.” Tak seperti biasanya sehari-hari sahabatnya Serra kemana-mana dengan metic kesayangannya.

“Bang Sapta, kirim mobil untuk menjemput kita,” bisik Serra malu-malu.

“Sudah siap, Non,” tanya pak supir saat keduanya sudah duduk.

“Iya, Pak,” jawan Serra sopan, Lovina hanya mengangguk dan tersenyum.

***

Di sebuah ballroom hotel yang terbaik di kota ini, tertata apik bernuansa putih, bunga-bunga plastik tampak berjejer di kanan dan kirinya.

kursi-kursi berbalut kain putih tertata rapi disekelilingnya dihiasi pita keemasan sangat kontras. Lampu-lampu besar di langit-langit ruangan dengan bentuk bulat menggantung indah diantara dedauan plastik sebagai hiasan seakan tanaman yang berbuah.

Serra dan Lovina memasuki ruangan sambil mengamati sekitarnya, sudah banyak tamu yang berada di dalam tapi masih ada juga yang baru datang.

Pohuwato, 03 Juni 2021

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita yang menarik. Semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat bersyukur dan dilindungi oleh Allah SWT. Sukses selalu buat Ibu Nur Arifah.

03 Jun
Balas

Terima kasih pak atas kunjungannya, sehat dan sukses selalu

04 Jun

Ditunggu kisah berikutnya bu. Sukses selalu

03 Jun
Balas

Terima kasih supportnya, siap dilanjutkan...

04 Jun



search

New Post