Nur Arpah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Pengaruh Gadget Terhadap Perkembangan Sosial Anak

Pengaruh Gadget Terhadap Perkembangan Sosial Anak

Penulis Nur Arpah, S,Pd

Disaat era serba instan, seperti saat ini, bisa dikatakan sulit, bisa juga dikatakan mudah. Semua ini tergantung persepsi kita dalam menghadapinya. Dunia digital seringkali membantu pekerjaan setiap manusia dimuka bumi ini, dari aktivitas pekerjaan, pendidikan, perekonomian dan masih banyak lagi. Tentu dengan teknologi menjadikan aktivitas menjadi lebih efesien dan cepat. Selain bermanfaat untuk memenuhi segala kebutuhan segala sektor. Demikian, Smartphone juga mudah digunakan, dan ringan dibawa kemanapun kita berpergian, bagaimana tidak, harganya juga bervariatif, sehingga setiap kalangan bisa untuk memilikinya, selain murah, cara pembeliannya juga terbilang mudah, sejak adanya pilihan metode pembayaran seperti cara kredit, menjadikan sebagian dari kita tidak perlu menunggu lama untuk membelinya.

Perubahan yang begitu cepat seringkali salah dipahami oleh kedua orangtua saat ini, mereka menjadikan gadget sebagai penolong untuk bisa beristirahat ditengah lelahnya mengasuh anak-anak mereka. Terkadang mereka dengan bangganya ketika anak diusia dini sudah bisa mengoperasikan teknologi seperti handphone. Tidak sedikit anak dibawah usia dibawah 2 tahun sudah terpapar sinar Blue light, tentu ini sangat berbahaya bagi kesehatan maupun perkembangan sibuah hati. Kini pola pengasuhan yang berubah secara drastis tidak bisa dipungkiri. Smartphone seringkali mengganti peran orang tua ketika didalam rumah, mereka memang terlihat hadir secara fisik, namun ketidakhadiran secara psikologis, seringkali membuat orang tua tidak menyadarinya.

Lantas, anak kapan mendapatkan kasih sayang? Bukankah mereka berdua sudah seharian sibuk bekerja? selain itu, ditambah meninggalkan sibuah hati yang mungkin dititipkan kepada neneknya atau diasuh oleh orang lain. Sebaik apapun penghasuhan orang lain, tidak bisa mengalahkan peran dari kedua orangtuanya. Bisa jadi sibuah hati terasa terabaikan dengan semua itu, memang anak tidak mengatakan apa yang ia rasakannya, namun ketahuilah, semua kejadian itu akan tersimpan di otak alam bawah sadarnya. Dan akan terlihat dampak dari itu ketika mereka dewasa kelak. Mirisnya, penulis seringkali melihat ditengah masyarakat anak dari usia 2 sampai 5 tahun sudah kecanduan smartphone, ketika tidak diberikan, anak-anak akan tantrum, sehingga bisa berbuat kasar kepada siapapun yang mencoba melarangnya saat ia ingin menggunakan Gadget tersebut. Tentu ini sangat berbeda jauh dengan generasi yang tumbuh sebelum adanya smartphone. Mereka dibesarkan dengan waktu penuh oleh kedua orang tuanya, karena orangtua terdahulu tidak sibuk dengan HPnya, ditambah sedikit dari generasi mereka terutama ibu tidak menjadi wanita karier.

Penulis akan membahas permasalahan sibuah hati yang selalu diberikan gadget sejak dibawah 2 tahun, dan dampak ketidakhadiran orangtua secara psikis terhadap anak. Pertama, anak yang diberikan gadget dibawah 2 tahun akan mengalami Speech Delay, keterlambatan motorik kasar maupun halus, kenapa demikian? Karena ketika anak asik dengan handphonenya, ia tidak akan berkomunikasi dua arah, berbeda dengan berkomunikasi secara langsung yang dilakukan oleh kedua orangtuanya, kosakata yang didapatkan anak jauh lebih banyak, karena ia akan meniru ucapan yang disampaikan oleh kedua orangtuanya. Dampak lain, ia tidak akan banyak bergerak, sehingga mengalami keterlambatan motorik seperti berjalan, berlari dan aktivitas fisik lainnya.

Hasil penelitian dari Jurnal "Studi Kasus Dampak Pengaruh Gadget Terhadap Komunikasi Dalam Keluarga" Yulianti, Tiara Dila Safitri, Daniel Ade. K, Muhammad Rai Farhan Program Studi Bimbingan Dan Konseling, Universitas Jambi, indonesia, tahun 2023. Menunjukan pengaruh dari penggunaan gadget bagi komunikasi dalam keluarga yaitu, memburuknya komunikasi dan hubungan dalam keluarga, hilangnya rasa empati dan kepedulian terhadap lingkungan luar dan anak merasa asing serta orang tua kehilangan perannya. Pengaruh penggunaan gadget dalam komunikasi keluarga dapat terjadi dikarenakan penggunaan gadget yang berlebihan sehingga dapat berdampak negatif pada komunikasi orangtua-anak dalam keluarga. Intensitas komunikasi langsung antara orang tua dan anak menjadi berkurang karena terlalu asyik menggunakan gadget, interaksi dan komunikasi dengan lingkungan luar juga kurang yang menimbulkan anak susah berempati dan peduli, orang tua yang kecanduan gadget akan semakin lalai dengan tanggung jawab dirumah sehingga membuat anak merasa asing karna kurang kasih sayang.

Lantas, mengapa ketika anak mereka berlarian dan melompat-lompat, selalu dikatakan “jangan nanti jatuh”, padahal ini melatih motorik dan keberanian anak itu sendiri, ditambah meningkatkan kesehatan dan daya imunnya. Lalu kenapa kita tidak mengatakan “jangan” ketika anak kita menggunakan smartphone secara berlebihan? Bukankah itu bisa menghambat pertumbuhannya? Apakah agar anak bisa duduk diam? Sehingga beralasan agar orangtua tidak lelah? apakah karena takut anak kita kotor karena ia bermain diluaran sana? Sadarkah kita? mungkin anak terlihat bersih dan sehat, apakah kalian mengetahui dampak dari smartphone tersebut? bahaya kecanduan Smartphone lebih besar dibandingkan anak itu jatuh karena berlarian.

Saat ini pengguna gadget smartphone di Indonesia terus meningkat. Sebuah lembaga riset menyebutkan bahwa Indonesia berada di peringkat kelima daftar pengguna smart-phone terbesar di dunia. Data tersebut dilansir oleh Horace H. Dediu melalui blognya, asymco.com. Pada laman detik.com tertulis jika populasi Android telah mrncapai lebih dari 1 miliar, sedangkan iOS mencapai 700 juta. Indonesia masuk dalam daftar 10 negara dengan penjualan smartphone terbanyak di dunia antara lain diperingkat pertama adalah Brasil dengan 47 juta penjualan dan 38,2 juta pengguna baru, Indonesia dengan 46 juta penjualan dan 39,8 juta pengguna baru, Rusia dengan 31 juta penjualan dan 21,4 juta pengguna baru, Jepang dengan 30 juta penjualan dan 22,9 juta pengguna baru, Meksiko dengan 23 juta penjualan dan 16,3 juta pengguna baru, Jerman dengan 22 juta penjualan dan 12,2 juta pengguna baru, Prancis dengan 18,7 juta penjualan dan 11,21 juta pengguna baru, dan terakhir adalah Inggris dengan 17,7 juta penjualan dan 8,24 juta pengguna baru. Menurut lembaga riset pasar e-Marketer pengguna aktif gadget khususnya penggunaan smartphone di Indonesia akan tumbuh dari 55 juta orang pada tahun 2015 menjadi 100 juta orang tahun 2018. Dengan jumlah tersebut, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika. ( Herna A, Nurhayati & Yulia, 2019). Riset ini menunjukan penggunaan gadget terjadi disemua kalangan dan dapat mempengaruhi siapapun, penggunan gadget berlebihan inilah yang berdampak terhadap bebrapa aspek kehidupan.

Gadget memiliki dampak yang baik apabilah tidak di salah gunakan dan pintar dalam memanfaatkan penggunaannya, begitupun sebaliknya apabila gadget digunakan secara berlebihan akan menimbulkan kecanduan dan berdampak negatif untuk diri sendiri bahkan orang lain. Salah satu guna gadget yaitu sebagai alat komunikasi, gadget dapat membuat penggunanya dapat melakukan komunikasi jarak jauh bahkan melakukan video untuk saling mengetahui kondisi. Hal Ini sangat menguntungkan untuk keluarga dalam menjaling komunikasi antar keluarganya yang berada berjauhan. Komunikasi sendiri merupakan hal yang sangat penting agar tersampainya pesan yang ingin disampaikan kepada penerima pesan, komunikasi sendiri bisa disampaikan secara langsung maupun tidak secara langsung. Tentu orang tua tidak semua seperti itu, ada juga orang tua memiliki pemahaman waktu yang tepat ketika memberikan teknologi kepada anaknya. Semua itu tergantung dari pengetahuan agama, pendidikan formal, lingkungan, dan kecerdasan dari orang tua itu sendiri.

Penulis banyak menemukan perbedaan orang tua yang belajar parenting dan yang tidak. Perbedaan itu bisa dilihat dari perkembangan anak-anak mereka. Ketidakhadiran peran ayah, menjadikan anak tidak percaya diri, (jago kandang), dan sulit bersosialisasi kepada teman sebayanya. Ditambah ucapan dengan nada tinggi dari seorang ibu, yang tentu menjadikan anak itu kurang dalam berkonsentrasi, karena sel neuron bisa mengalami kerusakan akibat dari ucapan itu.

Semua itu banyak dialami dari kalangan orangtua dengan tingkat ekonomi menengah kebawah, yang tidak mau belajar ilmu parenting atau pengasuhan. Dan cenderung lebih menggunakan cara mendidik anak seperti yang dilakukan orang tuanya kepada dirinya dahulu, ini membuktikan ketidaksiapan pasangan muda menjadi seorang suami istri karena tidak mencari tahu dalam seni mendidik anak, padahal sudah jelas ucapan sahabat Ali bin Abi Thalib mengatakan, "didiklah anakmu sesuai generasinya. Tentu berbeda zaman menjadikan cara mendidik anak harus berbeda.Tidak mungkin anak bahagia kalau yang mendidiknya (orang tua) tidak bahagia, mana mungkin orang tua bisa bahagia, kalau tidak memiliki ilmu pengetahuan. Mana mungkin anak memiliki pengetahuan, kalau guru pertamanya (orang tua) tidak menuntut ilmu. Bagaimana generasi yang akan datang bisa bersaing di masa depan, kalau kita sebagai orang tua tidak mencetak generasi itu sejak dini?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post