Nur Azizah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Mengasuh Anak di Era Milenial

Mengasuh Anak di Era Milenial

Mengasuh Anak di Era Milenial

Apakah Bapak/Ibu pernah memesan barang/belanja online? Apakah pernah melihat cuplikan video sudah diluncurkannya bus umum tanpa pengemudi di Jepang? Apakah Bapak ibu Membeli tiket pesawat online di online shop? Atau yang lebih sederhana, Naik Gocar dan membayar dengan e-pay (non cash)?

Ya, itu merupakan sedikit dari ciri kehidupan sekarang yang sering orang mengatakan zaman milenial, zaman revolusi industri 4.0 dimana semakin banyaknya berubah atau bergeser pasar-pasar modern yang selama ini ada menjadi pasar-pasar virtual, dimana kita tidak lagi harus repot pergi ke pasar atau mall untuk membeli sesuatu, tapi cukup dengan beberapa aplikasi di smartphone kita, dan semua selesai dengan mudah.

Baik, bapak ibu, Anak-anak yang kita lahirkan sekarang adalah anak-anak zamannya, jadi harus disiapkan untuk menghadapi zaman mereka. Sangat berbeda dengan pola asuh yang kita hadapi dulu, alat-alat yang kita unakan untuk bermainpun sangat berbeda.

Mengasuh dan membesarkan anak di era milenial ini membutuhkan kiat dan strategi yang bebeda dari cara kita dulu dibesarkan di tahun-tahun 70 atau 80an, trend digitalisasi dewasa ini semakin canggih dan akan semakin canggih lagi untuk masa yang akan datang, dan itu tidak dapat dibendung, yang dapat kita lakukan adalah menghadapinya dan menyiapkan anak-anak kita untuk lebih kreatif mensikapinya.

Jika kita melihat sebentar ke belakang, di tahun 90-an, bagaimana banyaknya atrian di wartel, banyaknya pangkalan ojek, banyaknya bus kota, banyaknya mesin atm, banyaknya pelayan di jalan tol atau bandara, tapi sekarang tidak ada lagi, bahkan dibeberapa negara tetangga di bandara pun sudah self service, tidak ada yang membantu, termasuk di jalan tol, sudah menggunakan infra red saja.

Di Jepang, bus tanpa pengemudi manusia, bus yang akan berhenti di halte tertentu dengan hanya satu kali tekan tombol yang ada di halte. Bus yang dilengkapi dengan peralatan yang dapat membantu para penumpang, tentu saja self service, pembayaran non cash atau hanya menempelkan kartu khusus atau smartphone pada bagian khusus sebelum penumpang duduk, dan bus melaju sesuai rute yang di programkan. Tidak hanya bentuk bus yang berinovasi, tapi juga semua sistem baik metode, cara kerja maupun produknya

Jika di jepang sudah ada, tidak menutup kemungkina di Indonesia sebentar lagi juga ada, berarti akan banyak sopir bus yang menjadi pengangguran, jangankan sopir, diprediksi memang akan banyak profesi yang hilang, termasuk profesi dokter, yang kabarnya akan segera digantikan oleh robot pemindai, sehingga sekali cek, manusia akan tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya dalam waktu singkat, tidak perlu menunggu hasil cek setelah beberapa hari seperti biasa, bahkan profesi dosenpun diramalkan akan hilang, karena kampus disinyalir akan berubah menjadi semacam Event Organizer yang mengorganisir kuliah dari ilmuwan-ilmuwan kelas dunia secara virtual, juga kasir, agen-agen asuransi, dan sejumlah besar akuntan.

Selain pekerjaan – pekerjaan lama yang mulai memudar, seperti pada era 90an kita kenal adanya boks telepon umum di berbagai tempat, tapi sekarang tidak ada sama sekali, begitu juga untuk masa yang akan datang, bahkan perubahan jauh lebih cepat, munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang tidak pernah kita kenal 10 tahun yang lalu seperti Big data analiys, smart chief listener, cyber troops, cyber patrol, forensic cyber crime, fashionista and ambassador, dll

Kelak bila Blockchain Revolusion seperti yang ditulis ayah – anak Don – Alex Tapscott menjadi kenyataan, maka bukan mesin ATM yang akan menjadi besi tua, melainkan juga mesin-mesin EDC (Electronic Data Capture), ini akan menambah panjang nama-nama alat yang akan menjadi besi tua dan segera akan hilang.

Dan, PR besar kita adalah bagaimana menyiapkan siswa atau anak-anak kita menghadapi masa depannya? bagaimana orang tua? Akankah juga menjalankan ritual pengasuhan seperti biasa?

Alfin Toffler, seorang penulis & futurolog, mengatakan bahwa: “The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn. ” Yang disebut buta huruf di abad ke-21 bukanlah orang-orang yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi orang yang tidak bisa belajar (learn), melepaskan yang telah dipelajari (unlearn), dan belajar ulang (relearn).

Melalui pesan itu, Alfin Toffler menekankan penguasaan keterampilan baru yang menjadi sarana survival di era ini, yaitu keterampilan belajar (learning skills). Ilmu pengetahuan dan informasi berkembang sangat cepat, oleh karena itu siapapun harus siap beradaptasi dan belajar terus.

Keterampilan belajar (learning skills) adalah keterampilan penting yang perlu dipelajari anak-anak. Anak-anak jangan hanya ditekankan menguasai materi pelajaran, tetapi yang lebih penting adalah anak-anak memiliki keterampilan belajar sehingga mereka bisa belajar apapun yang mereka butuhkan. Anak-anak yang memiliki keterampilan belajar biasa disebut pembelajar mandiri atau self-directed learner.

Jika kita kembali ke zaman kekinian, Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya Tomorrow is today, buku yang yang dirilis Oktober 2017 silam menyampaikan bahwa, kita sekarang sedang menghadapi dan hidup dalam era baru, era Disruption (kegalauan) dengan perubahan yang sangat cepat, radikal dan revolusioner yang bisa memicu ketegangan karena ada unsur 3S yaitu sudden (tiba-tiba), Speed (cepat), dan Surprise (mengejutkan).

Indikasi era kegalauan ini dapat terlihat dari para market leader yang makin terjepit dengan hadirnya pemain bisnis yang baru yang menawarkan alternatif yang jauh lebih murah dan lebih nyaman, seperti, bisnis taksi konevensional harus babak belur dengan hadirnya taksi/ojek online dan e-pay nya, bisnis hotel mulai ditingal dengan adanya Airbnb, fintech vs perbankan, amazon.com vs toko buku, waze vs gps, dan youtube vs TV. Bahkan Riset accenture menyatakan bahwa sejak tahun 2000, lebih dari 50% perusahaan yang masuk Fortune 500 menghilang, salah satu penyebabnya adalah karena mereka terlambat mengadopsi teknologi digital ke dalam perusahaannya.

Dan kita, orang tua haruslah menjadi orang yang lebih banyak tahu dan mempunyai learning skill yang dapat membantu anak-anak menghadapi masanya dengan lebih banyk keterbukaan dengan mereka, menjadi tauladan dalam bersikap kegigihan kita dalam mempelajari hal-hal baru untuk menyiapkan anak-anak kita, dan yang lebih penting adalah menyiapkan mental mereka dengan iman dan taqwa sehingga tidak mudah putus asa menghadapi tantangan hidupnya di era milenial ini.

Jika orang tua sudah menyiapkan anak-anak untuk memiliki hal-hal dasar di atas, maka setelah itu lepaskanlah mereka mengarungi masanya. Tugas utama kita sebagai orang tua seperti pendapat Kahali Gibran adalah menyiapkan mereka sesuai dengan zamannya setidaknya dengan memberi kail, bukan ikan secara langsung, dan menyiapkan mental mereka untuk menggunakan kail tersebut. Semoga bermanfaat dan semoga menginspirasi kita semua

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post