Wajah adalah gambaran hati. Apa yang ada di hati akan bisa terbaca lewat wajah. Dengan melihat wajah seseorang kita bisa menilai suasana hatinya seperti sedang sedih, bahagia, marah, cemas dan lainnya.

Teman saya seorang guru pernah bercerita bahwa suatu ketika dia tidak mengikuti upacara bendera. Setelah upacara kepala sekolah melihatnya sedang duduk di kantor. Lalu dengan wajah marah dan emosi dia langsung menegur guru itu dengan kata-kata kasar. Guru itu terkejut diperlakukan seperti itu, karena tidak biasanya kepala sekolah itu berbicara seperti itu kepadanya, sementara dia merasa tidak bersalah karena ketika itu tubuhnya kurang sehat sehingga tidak kuat untuk berdiri lama mengikuti upacara bendera. Akhirnya dia memahami bahwa ternyata kepala sekolah itu sedang memiliki banyak masalah sehingga emosinya tidak terkontrol.

Setiap kita hendaknya menegur seseorang yang bersalah dengan baik, tidak boleh langsung menunjukkan wajah yang menunjukkan marah di depan orang yang kita anggap salah. Bisa jadi dia tidak salah seperti anggapan kita. Kalaupun memang dia bersalah sebaiknya kita tegur dengan wajah dan bahasa yang baik kecuali kalau kesalahan tersebut sudah berulang kali dikerjakannya.

Kadangkala kita perlu menyembunyikan sesuatu yang terasa dihati untuk hal kebaikan.

Diceritakan dalam sejarah bahwa ketika Nabi Muhammad saw sedang berdiskusi dengan pemuka-pemuka Quraisy dengan harapan mereka mau memeluk Islam maka datanglah seorang sahabat yang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum menyela pembicaraan Nabi saw untuk mengajukan beberapa pertanyaan kepada beliau. Sikap Abdullah bin Ummi Maktum memmbuat Rasulullah swt merasa tidak nyaman walaupun Abdullah bin Ummi Maktum tidak bermaksud mengganggu beliau. Tetapi, Nabi saw bermuka masam dan memalingkan muka dari Ibnu Ummi Maktum yang buta itu.

Lalu Allah mengingatkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam agar jangan bermuka masam. Allah Ta'ala menurunkan surat Abasa sebagai teguran atas sikap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam terhadap Ibnu Ummi Maktum karena yang demikian bukan akhlak yang baik apalagi bagi seorang utusan Allah swt. Demikian seperti disebutkan dalam surat Abasa [80]: 1-2 ‌عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ (1) أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ (2) Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.”

Jika bermuka masam dan memalingkan muka terhadap orang buta saja yang jelas-jelas tidak melihat keberadaan kita dilarang dan dianggap tidak berakhlak, maka bagaimanakah jika kita bermuka masam dan memalingkan muka terhadap orang yang melihat dengan jelas raut wajah kita?

Ayat Alquran tersebut mengajarkan kepada kita bahwa tetaplah tersenyum kepada sesama sekalipun hati kita sedang hancur, karena menampakkan wajah berseri adalah bagian dari kemuliaan akhlak seseorang.