NUR HAMIDAH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
GURU DAN PERILAKU DISKRIMINATIF

GURU DAN PERILAKU DISKRIMINATIF

Di sekolah terdapat banyak sekali perbedaan. Perbedaan itu mewarnai keberagaman sampai ke lingkup terkecil di sebuah sekolah yaitu kelas. Perbedaan yang ada di ruang kelas misalnya perbedaan gender, siswa yang pandai dan yang kurang pandai, siswa yang aktif dan yang pasif, siswa yang pendiam dan siswa yang nakal, sampai pada perbedaan status ekonomi. Perbedaan itu bisa menimbulkan suatu konflik, guru harus bisa mengelola perbedaan yang ada di kelas supaya tidak timbul konflik karena ragam perbedaan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara terbuka yang dilakukan dengan peserta didik, semua mengatakan hampir semua guru pernah bertindak diskriminatif kepada siswa di kelas. Di kelas guru sering memberikan perlakuan berbeda pada siswa yang pandai dan yang kurang pandai. Siswa pandai lebih diperhatikan dalam segala hal, pendapat mereka lebih dihargai daripada siswa yang kurang pandai. Beberapa siswa pandai mengatakan bahwa sebetulnyadia tidak begitu senang dengan perlakuan berlebihan seperti itu dari seorang guru, siswa tersebut berpendapat bukankan kita semua di kelas ini dituntut bisa menguasai semua pelajaran yang diberikan guru, tapi bagaimana mungkin teman yang kurang pandai bisa berkembang kalau yang diperhatikan hanya beberapa siswa saja. “kami pun tidak merasa senang dengan perhatian berlebih dari seorang guru, kasihan teman-teman yang belum bisa mereka malah tidak diperhatikan”. Beberapa siswa berkata seperti itu.

Disadari atau tidak banyak sekali guru yang berperilaku seperti itu terhadap siswanya. Seringkali guru juga meunjukkan sikap jengkel terhadap siswa yang tidak pandai. Kadang-kadang guru mengeluh “sudah dijelaskan berulang-ulang hasilnya sama, tetep saja tidak bisa”. Keluh kesah seperti itu meluapkan emosi negatif seorang guru. Harusnya guru bisa lebih sabar menghadapi segala perbedaan yang ada di kelas. Suatu hal yang wajar jika terdapat anak yang pandai dan kurang pandai di dalam kelas. Tingkat kemampuan anak berbeda, gaya belajar mereka juga berbeda. Justru seorang guru punya kewajiban mengenali gaya belajar setiap peserta didik untuk menentukan perlakuan berupa menentukan metode, media, strategi dalam mengajar dengan kelas yang penuh perbedaan. Cobalah kita bayangkan bagaimana perasaan anak yang tidak diperhatikan di kelas. Semua anak punya harapan yang sama pada saat mereka berangkat ke sekolah punyaniat yang sama yaitu untuk menjadi anak pandai, anak yang bisa menciptakan perubahan pada dirinya. Lalu apa yang terjadi jika kenyataan bahwa mereka mendapat perlakuan diskriminasi dari seorang guru. Alangkah sedih dan jengkelnya mereka.

Para guru perlu menyadari bahwa tidak ada anak yang bodoh, semua anak dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Guru perlu memahami masing-masing kecerdasan yang dimiliki anak. Ada delapan kecerdasan yang dimiliki oleh anak kecerdasan itu lebih dikenal dengan istilah multiple intelegents. Seperti yang dikemukakan Adi (2006) ada delapan jenis kecerdasan anak menurut teori Multiple Intelligences atau kecerdasan multipel. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh pakar pendidikan yang juga dari Universitas Havard, Howard Gardner. Howard membaginya menjadi delapan jenis kecerdasan anak, yaitu word smart (kecerdasan linguistik), number smart (kecerdasan logika atau matematis), self smart (kecerdasan intrapersonal), people smart (kecerdasan interpersonal), musik smart (kecerdasan musikal), picture smart(kecerdasan spasial), body smart (kecerdasan kinetik), dan nature smart (kecerdasan naturalis).

Di sekolah gurulah yang memiliki tanggung jawab penuh untuk mengembangkan aneka jenis kecerdasan yang dimiliki anak. Bukan berarti satu anak memiliki depalan jenis kecerdasan itu. Bisa jadi seorang anak hanya memiliki satu jenis kecerdasan saja. Sering kita jumpai ada anak yang memiliki kemampuan lebih dalam bidang olah raga, dia sering memenangkan kejuaraan yang membawa nama baik sekolah. Anak tersebut memiliki kecerdasan kinestetik atau body smart. Tetapi di sisi lain dia lemah dalam mata pelajaran lain misalnya matematika, IPA, Bahasa Inggris, dll. Guru harus memahami kondisi tersebut, anak memiliki kelebihan dalam hal kinestetik. Apakah dia tidak perlu belajar yang lain, apakah guru matematika harus membiarkan hal tersebut?. Tentu saja tidak seperti itu. Di Indonesia menerapkan kurikulum dengan banyak mata pelajaran yang diberikan kepada anak. Jadi terhadap kasus tersebut guru harus menciptakan kreatifitas pembelajaran yang bisa memudahkan anak-anak yang lemah dalam beberapa jenis kecerdasan. Dengan begitu guru bisa menghilangkan perlakuan diskriminatif pada peserta didik.

Perlakuan diskriminasi juga dijumpai pada anak yang sering membuat masalah di kelas/sekolah. Guru sering memarahi anak yang berbuat kesalahan. Tidak jarang guru membentak dan memaki anak yang dikatakan nakal, belum lagi perlakuan fisik lainnya. Sering kali guru mengatakan bahwa anak yang selalu diingat dalam satu kelas adalah anak yang paling pandai dan anak yang paling nakal. Kata-kata tersebut menunjukkan betapa guru telah berperilaku sangat disktiminatif. Anak nakal di sekolah sering menjadi banyak perbincangan guru di sekolah, belum lagi perbincangan teman-teman mereka.

Segala bentuk permasalahan anak di kelas/sekolah harusnya menjadi tugas dan tanggung jawab guru. Orang tua atau guru di sekolah sebisa mungkin tidak menyebut atau memberi predikat negatif pada anak, cobalah untuk selalu memberikan predikat positif bagi anak dengan segala kondisinya. Misalnya anak dengn berbagai tingkah pola yang cenderung melakukan pelanggaran biasa disebut anak nakal. Harusnya tidak menyebut anak demikian sebagai anak nakal tapi dialihkan pada sebutan positif yaitu anak banyak akal. Dengan sebutan seperti itu tidak tercipta hal yang negatif pada mindset anak.

Guru harus mulai menghinadari perilaku diskriminasi pada anak bermasalah di sekolah. Justru gurulah orang yang diharapkan dapat membantu penyelesaian masalah mereka. Penyelesaian masalah anak di sekolah bukan hanya tugas guru bimbingan konseling (BK). Tugas konseling pada anak didik adalah tugas yang melekat pada semua guru. Umumnya di sekolah menyerahkan segala masalah anak kepada guru BK sehingga BK terkesan sebagai tempat pengadilan bagi anak dan guru BK merupakan polisi di sekolah yang selalu menangkap anak-anak yang bermasalah dengan berbagai pelanggaran tata tertib di sekolah.

Menurut pengakuan siswa guru juga kadang-kadang memberi perlakuan berbeda pada anak laki-laki dan perempuan. Diskriminasi gender ini masih tampak di sekolah meskipun kapasitasnya tidak terlalu besar. Menurut pengakuan pelajar SMP seringkali anak laki-laki dianggap tidak rajin daripada perempuan. Meskipun kenyataannya memang seperti itu terdapat perbedaan anak laki-laki dan perempuan di usia pendidikan dasar dalam hal keuletannya. Namun anak laki-laki cenderung mengeluh jika selalu disinggung dan dibanding-bandingkan dengan teman perempuannya. Mereka tidak suka disebut pemalas dan tidak mau rajin belajar. Hal tersebut harus diperhatikan oleh guru. Diskriminasi yang dilakukan pada siswa bisa berakibat pada munculnya rasa sakit hati pada anak. Menimbulkan kebencian dan ketidakpercayaan pada guru.

Diskriminasi yang dilakukan guru/sekolah juga terjadi pada perlakuan berbeda bagi anak dengan status sosial yang berbeda. Terdapat sebuah kasus diskriminasi yang sebetulnya dipicu oleh beberapa pihak termasuk wali murid sendiri. Terdapat beberapa wali murid di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) yang memiliki kebiasaan memberi sesuatu berupa hadiah kepada seorang guru yang memiliki tugas tambahan sebagai wali kelas. Mereka sengaja memberi bingkisan yang umumnya berupa barang sambil mengatakan titip-titip anaknya supaya dibina, diperhatikan dan selalu dipantau perkembangannya.

Sebenarnya tugas membimbing, membina dan memandau perkembangan anak didik sudah menjadi tugas utama guru di sekolah. Namun tindakan wali murid yang seperti itu bisa menimbulkan perilaku diskriminasi pada anak. Guru adalah manusia biasa kata-kata dan tindakan abstrak yang dilakukan oleh wali murid tentu bisa mempengaruhi subyektif guru di kelas. Harapan wali murid tentu lebih dari yang dia katakan sekedar membimbing, membina dan mengawasi perkembangan anaknya. Yang paling ditakutkan adalah jika hal itu mempengaruhi guru pada saat memberikan nilai hasil belajar. Karena ada sesuatu yang diterima guru menimbulkan konsekwensi pemberian nilai bagus bagi siswa tertentu, meskipun anak tersebut tidak layak mendapat nilai bagus. Kasus tersebut tidak tergolong tinggi, meskipun ada namun tidak semua guru bisa dipengararuhi hal-hal seperti itu.

Kasus lain yang terjadi adalah bentuk perlakuan berbeda bagi siswa yang belum menyelesaikan administrasi biaya sekolah. Ada sekolah yang memiliki kebiasaan melakukan penagihan tunggakan iuran pada saat menjelang pelaksanaan ujian. Siswa yang belum membayar iuran sekolah tidak berhk mendapatkan nomor ujian. Itu adalah trik sekolah untuk menagih pada wali murid. Disini tidak mempermasalahkan trik yang dipakai tersebut, unsur diskriminasi kerap terjadi jika sampai pada saat ujian bersama beberapa siswa belum menyelesaikan pembayaran iuran tadi mereka harus mengikuti ujian di ruangan tersendiri, dikumpulkan dalam satu ruangan yang isinya mereka dengan kasus yang sama.

Sungguh memalukan jika masih ada sekolah yang tega melakukan hal seperti itu. Suatu bentuk diskriminasi yang tidak memperhatikan dampak psikologis anak. Hal itu pernah dijumpai tapi jumlah sekolah yang melakukan itu tidak terlalu banyak. Banyaknya LSM yang menyoroti dan tingkat kesadaran manusiawi dari warga sekolah berangsur-angsur bisa meminimalkan perlakuan diskriminasi yang seperti itu.

Harapannya adalah guru dan sekolah ke depan bisa memahami aneka perbedaan pada diri anak. Aneka perbedaan yang bermakna pada keberagaman tersebut harus dijadikan tantangan bagi guru untuk menumbuhkan kreatifitas dalam mengembangkan konsep-konsep pembelajaran yang diterapkan pada siswa yang penuh perbedaan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post