NUR HAMIDAH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MENULISLAH, LANJUTKAN PERJUANGAN KARTINI
http://www.portalsejarah.com

MENULISLAH, LANJUTKAN PERJUANGAN KARTINI

Peringatan hari Kartini merupakan satu moment yang hampir tidak pernah terlupakan oleh siapapun khususnya bagi perempuan Indonesia. Meski RA. Kartini bukanlah satu-satunya pahlawan yang memperjuangkan emansipasi perempuan, namun secara nasional gelar Pahlawan pejuan emansipasi telah diberikan oleh pemerintah. Berbagai kegiatan mewarnai peringatan hari Kartini selalu didominasi oleh penampilan peran serta perempuan dalam berbagai bidang. Seolah-olah membuktikan keberhasilan penempatan harkat dan martabat perempuan di Indonesia. Patutlah disyukuri oleh semua perempuan Indonesia telah mendapatkan kesempatan dalam mengembangkan kiprahnya di berbagai bidang.

Berdasarkan sejarah menyebutkan bahwa perempuan pada zaman dahulu hanyalah kaum pelengkap dalam kehidupan, khususnya dalam tradisi Jawa. Perempuan tidak memiliki kebebasan akses dalam berbagai bidang khususnya kesempatan mengenyam pendidikan. Kondisi yang sangat memprihatinkan itu menggerakkan sosok Raden Ajeng Kartini untuk berontak dari kondisi yang ada. Kartini ingin kaumnya bisa memperoleh hak yang sama dengan para laki-laki. Kartini ingin agar perempuan tidak dipandang sebelah mata. Lantas dengan apa Kartini bisa melakukan semua itu? Apakah suara perempuan didengar?

Sejarah perjuangan RA. Kartini semasa hidupnya berawal ketika ia yang berumur 12 tahun dilarang melanjutkan studinya setelah sebelumnya bersekolah di Europese Lagere School (ELS) dimana ia juga belajar bahasa Belanda. Larangan untuk Kartini mengejar cita-cita bersekolahnya muncul dari orang yang paling dekat dengannya, yaitu ayahnya sendiri. Ayahnya bersikeras Kartini harus tinggal di rumah karena usianya sudah mencapai 12 tahun, berarti ia sudah bisa dipingit.

Selama masa ia tinggal di rumah, Kartini kecil mulai menulis surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda, dimana ia kemudian mengenal Rosa Abendanon yang sering mendukung apapun yang direncanakan Kartini. Dari Abendanon jugalah Kartini kecil mulai sering membaca buku-buku dan koran Eropa yang menyulut api baru di dalam hati Kartini, yaitu tentang bagaimana wanita-wanita Eropa mampu berpikir sangat maju. Api tersebut menjadi semakin besar karena ia melihat perempuan-perempuan Indonesia ada pada strata sosial yang amat rendah.

Kartini juga mulai banyak membaca De Locomotief, surat kabar dari Semarang yang ada di bawah asuhan Pieter Brooshoof. Kartini juga mendapatkan leestrommel, sebuah paketan majalah yang dikirimkan oleh toko buku kepada langganan mereka yang di dalamnya terdapat majalah-majalah tentang kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Kartini kecil sering juga mengirimkan beberapa tulisan yang kemudian ia kirimkan kepada salah satu majalah wanita Belanda yang ia baca, yaitu De Hollandsche Lelie. (http://www.portalsejarah.com)

Melalui surat-surat yang ia kirimkan, terlihat jelas bahwa Kartini selalu membaca segala hal dengan penuh perhatian sambil terkadang membuat catatan kecil, dan tak jarang juga dalam suratnya Kartini menyebut judul sebuah karangan atau hanya mengutip kalimat-kalimat yang pernah ia baca. Sebelum Kartini menginjak umur 20 tahun, ia sudah membaca buku-buku seperti De Stille Kraacht milik Louis Coperus, Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta yang ditulis Multatuli, hasil buah pemikiran Van Eeden, roman-feminis yang dikarang oleh Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek, dan Die Waffen Nieder yang merupakan roman anti-perang tulisan Berta Von Suttner. Semua buku-buku yang ia baca berbahasa Belanda.

Salah satu surat tersebut adalah kepada Prof. Anton dan Nyonya (4 Oktober 1901) “Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”. (uniqpos.com, 21/04/13)

Cita-cita Kartini pada masa itu hanyalah ingin mendapatkan kesempatan yang sama, bebas dari diskriminasi. Kartini berjuang melalui tulisan-tulisannya yang dikirimkan kepada teman dan sahabatnya dan akhirnya surat-surat tersebut dikumpulkan oleh Abendanon dan diterbitkan sebagai buku dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Hal tersebut membuktikan bahwa perjuangan Kartini dilakukan melalui pemikiran-pemikiran yang dituangkan dalam tulisan berupa surat-surat. Tulisan tersebut memiliki kekuatan yang luar biasa. Tulisan itu mengandung makna perjuangan yang sangat mendalam sebagai wujud jeritan hati kaum tertindas. Kaum yang dianggap sebelah mata, kaum yang ingin bangkit meraih apa yang dicita-citakan.

Kartini telah menunjukkan bahwa menulis memiliki kekuatan yang cukup besar dalam memperjuangkan segala sesuatu. Sesuatu yang seolah-olah membutuhkan perlawanan besar bisa dihancurkan dengan tulisan-tulisan isnpiratif. Jika di masa lalu perjuangan kartini dimulai dengan tulisan-tulisan berupa luapan isi hatinya kepada sahabatnya, maka generasi sekarang harus bisa melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh Kartini dulu. Gagasan, ide, dan kreativitas dari berbagai generasi akan sangat berarti bagi perjuangan di segala masa.

Spesial hari Kartini 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Selamat hari kartini

21 Apr
Balas

Mksih...sama-sama

24 Apr



search

New Post