RESTITUSI SEBAGAI SOLUSI
Oleh Nur Hasanah
Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hajar Dewantara memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam yaitu berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada. Artinya bahwa setiap anak sudah membawa sifat atau karakternya masing-masing, dan juga kodrat zaman, yakni sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam UU RI No.20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Ketentuan Umum Pasal 1, No.1, dinyatakan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Pernyataan ini merupakan penguatan bahwa pendidik harus menuntun segala kekuatan kodrat anak dari dalam. Ryan dan Deci (2000) melalui teori determinasi diri (self-determination theory), mengisyaratkan bahwa pendidik perlu fokus dalam menyediakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang memungkinkan anak menguatkan dan menumbuh-kembangkan motivasi intrinsik mereka. Dalam penerapannya, suasana belajar dan proses pembelajaran yang disediakan harus dapat membuat anak senantiasa: merasa kompeten (mampu, dapat, cakap), merasa saling-terhubung (kebutuhan sosial yang diusahakan oleh individu untuk membangun hubungan dengan sesamanya), dan merasa otonom (mandiri, merdeka).
Agar dapat mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan tumbuhnya murid yang memiliki kemandirian dan motivasi intrinsik yang tinggi. Maka, guru hendaknya membekali dirinya dengan nilai-nilai Guru Penggerak yaitu : 1.Berpihak pada Murid, 2.Mandiri, 3.Inovatif, 4.Kolaborasi, 5.Reflektif. Guru juga perlu terus berlatih meningkatkan kapasitas dirinya dalam memvisualisasikan harapan, menggandeng sesama dan mentransformasikannya menjadi harapan Bersama (visi), yaitu terwujudnya murid pembelajar yang cerdas dan berkarakter Profil Pelajar Pancasila.
Sementara, dunia mengalami perubahan yang sangat ekstrim saat ini, akibat pandemic Covid-19. Perubahannya begitu cepat dan mampu mempengaruhi berbagai sendi kehidupan diantaranya adalah perilaku individu (murid). Hal ini terjadi dikarenakan banyak yang 5 kebutuhan dasarnya (love and belonging, power, freedom, fun, survival) tidak terpenuhi dengan baik, sehingga mereka mencoba mendapatkannya dengan cara negatif (berulah), kita menyebutkan sebagai siswa “bermasalah dan nakal”. Sebagai bentuk perwujudan penegakan disiplin, maka guru biasanya akan memberikan hukuman. Namun perlu dipahami bahwa ternyata hukuman tidak efektif, karena anak akan mengalami ketidaknyamanan dalam jangka waktu panjang. Karena mereka tidak termotivasi dari dalam diri mereka (motivasi inteinsik) untuk berbuat baik dan menyadari kesalahannya.
Untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, guru harus menerapkan disiplin positif, yaitu disiplin diri yang membuat orang menggali potensinya menuju sebuah tujuan, apa yang dia hargai dengan kembali ke nilai-nilai/keyakinan-keyakinan, dengan membuat Keyakinan Kelas karena nilai-nilai/keyakinan-keyakinan lebih menggerakkan seseorang dibandingkan mengikuti serangkaian peraturan-peraturan
Sedangkan menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan baik adalah salah satu tanggung jawab seorang guru. Dalam melakukan hal tersebut, Guru hendaknya menggunakan pola pikir positif melalui pendekatan inkuiri apresiatif menggunakan tahapan Bagja. Dengan penerapan tahapan BAGJA diharapkan dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik akan membentuk sebuah budaya positif.
Untuk menciptakan linkungan positif guru dapat menerapkan Restitusi pada siswa yang bermasalah. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka ingin menjadi (tujuan mulia), dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Gossen; 2004). Ada tiga Langkah dalam penerapan restitusi, yang disebut Segitiga Restitusi yaitu Menstabilkan Identitas, Validasi Kebutuhan, dan Menanyakan Keyakinan.
Karena Restitusi memiliki ciri :
1. Bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan.
2. Memperbaiki hubungan.
3. Tawaran, bukan paksaan.
4. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri.
5. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan.
6. Restitusi-diri adalah cara yang paling baik.
7. Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan.
8. Restitusi fokus pada solusi.
9. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen ulasannya, Bunda. Salam literasi