DEMI ALLAH, PERNIKAHAN INI HARUS BERAKHIR!!!
Kisah berikut adalah kisah nyata yang saya angkat dari kisah hidup salah seorang kenalan yang saya samarkan namanya, demi menjaga privasi dan ketenangan hatinya.
********
Mereka adalah pasangan suami istri yang sangat berbahagia. Memiliki empat orang anak yang cerdas dan sehat, dan hidup dalam gelimpangan harta, serta terkenal sebagai keluarga yang dermawan. Mereka telah menyempurnakan agama dengan berhaji dan telah meng-umrohkan beberapa karyawan di kantor. Mereka pun tak lepas dari membantu tetangga yang kekurangan. Itu yang membuat mereka disenangi oleh semua orang yang mengenalnya. Singkat kata, mereka adalah pasutri yang hampir sempurna. Para asisten rumah tangga menjadi saksi bahwa rumah tangga mereka tak pernah ada keributan. Mereka contoh keluarga yang harmonis.
Pak Karya dan Bu Hanan, demikian nama mereka. Eka Khumayrah , Dwi Khalilah, Tri Khalifah , dan Catur Khaerullah adalah nama anak-anak mereka. Mereka sangat kompak dan selalu bersama. Sungguh potret kebahagiaan yang hakiki.
Hingga suatu ketika... Mereka menghadiri undangan seorang kerabat dari Pak Karya di sebuah kota kecil yang jaraknya lumayan jauh dari kota Samarinda. Mereka disambut dengan suasana haru. Sebab sebagian besar kerabat pak Karya belum pernah bertemu langsung dengan Bu Hanan. Mereka memang menikah di Mekkah saat berumrah, delapan tahun yang lalu. Ketika itu, baik pak Karya maupun Bu Hanan telah yatim piatu. Dan yang bertindak sebagai saksi pernikahan mereka adalah paman Bu Hanan. Yaitu saudara lelaki ayah Bu Hanan.
Pernikahan mereka diawali dengan ta'aruf. Mereka berkenalan dengan bantuan seorang kawan, di kelompok taklim pak Karya. Pernikahan keduanya dihadiri hanya oleh keluarga dekat, mengingat biaya untuk umroh terbilang tinggi.
Semua berbahagia saat mereka berkumpul di rumah besar itu. Tak henti-hentinya mereka berbicara tentang apa saja yang terlewatkan selama beberapa tahun terakhir ini. Mereka pun saling menanyakan kabar. Sampai ketika seorang Acil (Tante) dari pak Karya mengajukan beberapa pertanyaan kepada Bu Hanan.
"Pian aslinya dari mana, Nak?" (Pian = Kamu~bhs. Banjar)
"Ulun aslinya Bugis Cil. Tapi sudah menetap di Samarinda."
"Alamat orang tua Pian sebelum meninggal di mana klo bisa tau, Nak?"
Bu Hanan menyebut alamat rumah kedua orang tuanya di kota Samarinda.
"Oohh, tau Acil. Kamipun pernah tinggal di sana. Nama arwah (almarhum) orang tua Pian, siapa Nak?"
"Abah Ulun namanya Abdul Manaf"
Acil Wati terkejut. Melanjutkan pertanyaannya.
"Mama Pian, siapa ngarannya?" (Ngaran=nama)
"Ruhyati, Cil..."
"Astaghfirullah..." Acil Waty istighfar dengan suara yang meninggi. Semua orang menatapnya heran. Tak terkecuali Paak Karya dan Bu Hanan.
"Ada apa,Cil?" Tanya pak Karya.
"Sebelumnya, mohon maaf Nak... Dimana kalian bertemu?"
"Kami bertemu di kota Makassar, Cil. Dikenalkan kawal, 3 bulan kami putuskan untuk menikah, atas restu dari paman Hanan. Karena Hanan pun sudah yatim piatu saat itu". Pak Karya menjelaskan panjang lebar kepada Acil Wati.
"Maafkan sebelumnya, Nak. Tapi kalian harus tahu sesuatu... Sebenarnya kalian berdua ini adalah saudara sepersusuan. Dahulu, abahmu pernah tinggal bersebelahan dengan rumah keluarga Pak Manaf... Waktu itu ibumu baru saja meninggal dunia, Karya. Karena kau masih bayi, akhirnya kami sepakat kau disusui oleh Bu Ruhyati, yang saat itu juga sedang menyusui anak bayinya. Nama bayi perempuan itu Hananiyah..."
Semua orang yang mendengarnya tersentak. Bu Hanan apalagi. Nama lengkapnya memang Nurul Hananiyah... Pak Karya terpana. Tak ada yang menyangka.
"Setelah abahmu menikah dan kamu berusia setahun, Abahmu lalu pindah ke Makassar. Ikut pindah ke kampung istrinya yang baru yaitu ibu tirimu, Karya..." Acil Wati meneruskan penjelasannya. Bu Hanan yang dari tadi mendengarkan, tetiba jatuh tak sadarkan diri. Semua panik.
Malam itu, tak seperti bayangan mereka sebelumnya. Tak ada tawa riang. Hanya tangis Bu Hanan dan diamnya pak Karya yang menghias rumah Acil Wati.
Oleh Acil Wati, mereka disarankan untuk menemui seorang Kyai yang sangat paham akan hukum Islam. Masalah ini harus segera diselesaikan. Akhirnya, setelah menunggu Bu Hanan tenang, mereka mengundang seorang alim ulama terpandang di kota itu. Mereka menanyakan solusi terbaik untuk masalah Saudara sepersusuan ini.
Dan inilah penjelasan dari Ulama tersebut...
Untuk memahami masalah saudara sepersusuan, mari kita pelajari fatwa Syaikh Ibnu Baz tatkala beliau ditanya bahwa ada dua wanita, yang salah satunya memiliki seorang putra dan yang lainnya memiliki seorang putri, mereka saling menyusui anak satu sama lain, apakah dua saudara sepersusuan tersebut halal bagi saudaranya yang lain? Inilah uraian beliau,
“Apabila seorang wanita telah menyusui seorang anak sebanyak lima kali susuan (yang menjadikan anak tersebut kenyang, red) yang telah diketahui bersama atau mungkin lebih dari itu, maka selama anak tersebut masih belum berumur dua tahun, anak yang disusui tersebut sudah menjadi anak ibu yang menyusuinya beserta suaminya, dan semua anaknya dari suaminya dan selainnya telah menjadi saudara anak yang disusui, dan semua anak suaminya menjadi saudaranya pula.
Ayah wanita yang menyusui sudah menjadi kakeknya sendiri, dan ibu wanita yang menyusui tersebut sudah menjadi nenek anak tersebut. Ayah dari suami wanita yang menyusui sudah menjadi kakeknya dan ibu dari suaminya tersebut adalah neneknya. Hal ini berdasarkan firman Allah,
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
“...Ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan….” (Qs. an-Nisa: 23).
Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
“Hal-hal dari hubungan persusuan diharamkan sebagaimana hal-hal tersebut diharamkan dari hubungan nasab.” (HR. Bukhari: 2645).
Serta berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ رَضَاعَ إِلاَّ فِيْ حَوْلَيْنِ
“Tidak ada persusuan (yang menjadikan mahram) kecuali pada umur dua tahun.” (HR. Baihaqi: 1544).
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Dahulu turun ayat yang menetapkan, bahwa sepuluh kali persusuan menyebabkan (seorang anak yang disusui) sudah menjadi haram bagi kami. Kemudian (syariat tersebut, ed) dihapus menjadi lima kali persusuan yang telah dimaklumi. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, ketetapan ini tetap berlaku.” (HR. Muslim). (Fatwa SyAIkh Abdul Aziz bin Abdulullah bin Baz dalam Fatawa Ulama Baladil Haram: 505).
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa Pak Karya haram menikah dengan Bu Hanan sebab mereka berdua sudah menjadi saudara sepersusuan. Adapun saudara laki-laki Pak Karya yang tidak menyusu pada Ibunya Hanan tidak menjadi saudara sepersusuan dengan Hanan, sehingga dia boleh menikahi Hanan. Wallahu a’lam.
*************************
Singkat cerita, Pak Karya dan Bu Hanan akhirnya memilih untuk bercerai. Mereka dengan sangat terpaksa harus melakukan itu, demi menjalankan syari'at Islam.
Perpisahan itu tentu saja membawa dampak yang sangat luar biasa pada keluarga yang sangat harmonis itu. Pak Karya memilih menjauh dari kehidupan Bu Hanan. Meskipun masih sesekali menghubunginya. Pak Karya lalu tinggal di rumah mereka yang ada di pinggiran kota. Sedangkan Bu Hanan, tetap menempati rumah mereka yang di tengah kota.
Anak-anaknya dengan perlahan diberikan pengertian akan apa yang sedang telah terjadi. Mereka sepertinya berusaha untuk mengerti meskipun terkesan sangat pelan.
Sampai saat ini, baik pak Karya maupun Bu Hanan masih belum memiliki pasangan baru. Anak-anaknya mencoba menikmati keadaan itu, dengan bergantian mengunjungi ayahnya.
Sedih memang menyaksikan langsung kejadian itu. Saya terkadang menangis jika sempat bertemu Bu Hanan dan mendengarkan kisah sedihnya. Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Hendaknya mempelajari dahulu siapa calon pasangan kita sebelum melangkah jauh ke pernikahan. Wallahu a'lam.
#Tantangan Hari Ke-100
#Tantangan Menulis 365 Hari
#Tantangan Gurusiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap bu.
Terima kasih Bu sudah berkunjung
Turut.sedih membacanya Bu
Iya Bu. Sampai sekarang, jika melihat beliau saya masih suka nangis. Apalagi pas si Ayah berkunjung, rasanya ikut teriris hati ini...
Iya Bu. Sampai sekarang, jika melihat beliau saya masih suka nangis. Apalagi pas si Ayah berkunjung, rasanya ikut teriris hati ini...
Cerita sedih tapi banyak pengetahuan dan manfaat yg didapat dari cerita ibu,, terimakasih buu keren
Terima kasih Bu sudah mampir membaca... Semoga menjadi tambahan pengetahuan untuk kita semua.
Terima kasih Bu sudah mampir membaca... Semoga menjadi tambahan pengetahuan untuk kita semua.
Terima kasih Bu sudah mampir membaca... Semoga menjadi tambahan pengetahuan untuk kita semua.
Terima kasih Bu sudah mampir membaca... Semoga menjadi tambahan pengetahuan untuk kita semua.
Baperka, seandainya orang tua dari awal menceritakan klo mereka punya saudara sesusuan
Sampai sekarang Bu Mar, saya masih belum bisa membayangkan kehidupan mereka... Kami termasuk dekat, jadi saya banyak belajar dr mereka. Pasangan yang harmonis pada awalnya, dan banyak menjadi contoh bagi kami yang disekitarnya
Mantul bunda, jadi baper membacanya!
Terima kasih Bu sudah mampir membaca
Keren Bun,,,salam literasi
Salam Literasi Bu
kisah yang sedih
Iya Bu... Kita yang baca aja ikut sedih apatah lagi yang mengalami langsung kejadian itu.