Nurhikmah

Nama lengkap Nurhikmah. Biasanya dipanggil Hikmah. Harapan kedua orang tua sewaktu kecil, kelak anaknya ini menebar 'Hikmah' di mana pun ia berada. Aamiin. Per...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jodoh Maya

Jodoh Maya

#Part 1

“Mak...sud Kak Iyan?” Maya menyipitkan matanya.

“Kita menikah besok!”

“Kakak yakin?”

“Adek gak yakin?” Andrian balik bertanya.

Maya tersenyum mengusap pipinya yang basah, kemudian bangkit mendekati Andrian.

“Aku yakin Kak. Sangat yakin!” tuturnya tersenyum manis ke arah lelaki yang sebentar lagi akan menjadi imam dunia akhiratnya.

“Kalau begitu, kita berangkat ke Padang sekarang. Kita menikah di rumah Kakak saja!” ajak Maya berkaca-kaca.

Maya tak ingin menunda lagi. Semakin lama hubungannya bersama Andrian akan menambah dosa. Ia tak mau menikah dengan lelaki pilihan kedua orang tuanya. Cintanya pada Andrian sungguh luar biasa. Sudah hampir tujuh tahun mereka menjalin hubungan asmara.

"Percayalah, Dek. Cinta orang tua pada anaknya tak terbatas. Jika seorang anak melakukan satu khilaf, maka beribu maaf akan orang tua berikan!" ucap Andrian meyakinkan.

“Iya Kak. Semoga suatu hari nanti Ayah dan Ibu merestui hubungan kita.” Ucap Maya dengan mata merah.

Andrian mengangguk tersenyum. Dengan tangan saling menggenggam keduanya masuk ke dalam sebuah travel yang akan mengantarkan menuju kampung halaman Andrian yang terletak tak jauh dari Pantai Padang Sumatera Barat.

Tiba di Kota Padang, Maya disambut hangat oleh seluruh anggota keluarga Andrian. Berbeda sekali dengan perlakuan keluarga Maya saat menyambut kedatangan Andrian untuk melamarnya beberapa waktu lalu. Ayah dan Ibu Andrian menyetujui apapun keputusan dua sejoli itu. Tanpa hambatan yang berarti pasangan yang dimabuk cinta itu melangsungkan pernikahan sederhana di depan keluarga Andrian.

“Aku terima nikahnya Maya Lestari binti Hasyim dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai.” Andrian melafalkannya dengan lantang dan tegas dalam satu tarikan napas.

“Bagaimana saksi?”

“Sah!”

“Bagaimana, sah?”

“Sah!”

Kebahagiaan tampak dari wajah keduanya tatkala sang pria lancar mengucapkan ijab kabul.

“Selamat ya Nak! Kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri. Mandeh berharap setelah ini kalian bisa menikah seperti orang lain pada umumnya. Tentunya dengan restu dari orang tuamu Maya,” ucap Bu Lela, Mandeh Andrian.

“Iya Mandeh, tentu. Doakan kami ya Mandeh! Iyan janji akan memperjuangkan cinta kami,” balas Andrian seraya menggenggam erat tangan istrinya yang mulai berkaca-kaca.

“Selamat Iyan. Yang penting kalian udah sah dulu. Oh iya, mau bulan madu ke mana?” tanya Uda Roni menepuk bahu adik laki-lakinya.

Terlihat Andrian tertawa kecil kemudian berkata, “Kami sudah menyiapkan semuanya Uda. Walau bagaimanapun . .. kami tetap pengantin baru kan?”

Mereka yang ada di ruangan itu tertawa, sementara Maya hanya mengulum senyum malu.

Kebahagiaan sejoli yang baru saja menuntaskan rasa cinta sangat terasa. Pagi itu seolah enggan beranjak, keduanya masih bergelung selimut. Embusan nafas Andrian yang hangat menyadarkan wanita itu. Ia mengerjap bangkit dari rebah. Matahari sudah memberi hangatnya sejak satu jam yang lalu. Itu artinya mereka melewatkan sunrise di pantai Air Manis.

Pantai Air Manis adalah pantai yang terletak di bagian barat Kota Padang, Sumatera Barat. Pantai ini menjadi primadona wisatawan meski harus melewati jalan berliku dan tanjakan. Bukan hanya keindahan pantainya, keberadaan Batu Malin Kundang yang legendaris juga berada di pantai ini.

Andrian sudah menyewa satu kamar hotel yang terletak sekitar lima belas menit berjalan kaki dari lokasi Pantai Air Manis. Mereka berdua sepakat akan menghabis waktu beberapa hari untuk menikmati keindahan pantai di pagi dan sore hari. Andrian sudah sering menyaksikan keindahan itu, namun bagi Maya melihat sunrise adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Apalagi berdua dengan pasangan halal yang dikasihi.

Tiga hari adalah waktu yang mereka pilih untuk menghabiskan waktu di tempat itu. Sebentar memang, tapi itu cukup bagi mereka untuk bersenang-senang. Terlebih Maya, ia merasa sangat dimanjakan oleh lelaki pujaan hatinya. Bagi Maya cinta Andrian kepadanya sudah teruji saat ia benar-benar dinikahi. Kebersamaannya dengan Andrian sudah cukup lama. Hampir tujuh mereka menjalin hubungan, namun tetap masih dalam batas dan norma-norma yang ada.

***

“Kak Iyan...bangun! Kita sudah melewatkan sunrise pagi ini! Maya mengguncang tubuh kukuh pria di sampingnya. Meskipun malas pria itu berusaha membuka mata lalu tersenyum menatap sang kekasih yang kini telah benar-benar menjadi bagian dari dirinya.

“Hei , manis, kenapa uring-uringan gitu? Masih ada waktu nanti sore melihat matahari terbenam, dear,” tuturnya ikut bangkit lalu mengecup puncak kepala sang istri.

Memandang matahari tenggelam di tepi pantai bersama kekasih halal menjadi hal romantis yang dilakukan oleh Andrian dan Maya. Lembutnya angin pantai dan suara ombak menjadi kesatuan yang menambah kesempurnaan sore itu.

Tiga hari bebas dari pekerjaan dan pikiran yang mengganggu lainnya membuat mereka benar-benar merasakan manisnya bulan madu.

“Jadi besok kita kembali ke Pekanbaru, Kak?” Maya merapikan jilbabnya yang ditiup angin.

“Hmm...sepertinya kita tak akan kembali ke Pekanbaru lagi, Dek. Kak mau ajak Adek memulai hidup baru di Jakarta. Kebetulan di sana ada saudara Abak yang baru buka usaha Bimbingan Belajar. Kakak diajak gabung untuk memajukan usaha tersebut. Adek mau kan?” jelas Andrian.

“Iya Kak, Maya setuju. Maya akan ikut kemana pun sang imam pergi.” Ucap Maya mantap sambil menggandeng erat lengan suaminya.

Waktu berlalu, bulan madu telah usai. Rasa penat terbayar dengan ketenangan dan kebahagiaan dua insan yang berbeda latar belakang keluarga. Meski begitu, kebahagiaan belum abadi, masih ada jalan panjang yang menunggu untuk dilalui. Tidak semua orang bisa melewati, karena pasti akan ada rintangan menghadang. Ada dua pilihan jika bertemu rintangan, hadapi atau berhenti.

Maya baru saja menyelesaikan salat Magrib di rumah kontrakan yang baru. Siang tadi mereka sudah tiba di Jakarta dan langsung tinggal di sebuah kontrakan sederhana yang sudah disiapkan sebelumnya oleh Paman Andrian. Tak lupa Maya berdoa semoga kedua orang tuanya di Pekanbaru selalu sehat dan suatu hari nanti mau menerima kehadiran suami yang sangat dicintainya.

***

Pagi indah bersama belahan jiwa. Seutas senyum malu merekah di bibir perempuan manis asli melayu itu. Terbayang untaian kebahagiaan yang akan ia jalani setiap hari bersama laki-laki pujaan hatinya.

Maya merasa seperti wanita paling bahagia di dunia. Merasa beruntung karena mendapat laki-laki sebaik dia. Seperti musafir yang menemukan oase di padang pasir. Tandus telah berakhir, taman bunga menanti kini. Maya siap berbagi suka dan duka dengan lelaki pilihannya. Namun ia lupa, bahwa Allah selalu punya cara untuk menguji hamba-Nya. Terkadang ujian itu bahkan melalui apa yang ia cinta.

Usai salat subuh Maya dan Andrian sudah berangkat menuju lokasi Bimbingan Belajar (Bimbel) tempat keduanya mengajar. Terlambat sedikit saja, mereka bisa terjebak macet. Pergi di pagi buta dan kembali ke kontrakan hampir senja. Begitulah aktivitas pasangan suami istri itu setiap hari.

Bersambung . . . .

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post