Nurifah Hariani

Seorang guru di SMP swasta di Kota Malang yang menyukaui dunia tulis menulis, suka meluangkan waktu dengan merajut dan membuat aneka macam kriya handmade...

Selengkapnya
Navigasi Web

Xidan oh Xidan

 

 

Upacara selesai. Anak-anak yang berseragam putih biru berhamburan menuju kelas mading-masing. Beberapa diantaranya menuju toilet untuk menuntaskan panggilan alam. Hanya Xidan yang berlari menuju pagar yang membatasi halaman sekolah dan jalan raya. Ia merapatkan tubuhnya dan mengeluarkan separo wajahnya menghadap jalan, jari telunjuknya bergerak-gerak seperti sedang menghitung. Bibirnya bergumam sambil sesekali tersenyum. Dua kali panggilanku diabaikannya. Baru setelah kutepuk pundaknya ia menoleh.  Kuminta agar ia masuk kelas, pelajaran segera dimulai. "Gurunya belum datang, Bu. Nanti saja," jawabnya. Ia berbalik lalu melanjutkan menghitung mobil yang sedang melintas. 

 

Xidan baru masuk kelas ketika Bu Guru yang mengajar IPA memanggilnya. Tidak cuma-cuma, ibu guru yang cantik semampai itu membujuk Xidan dengan kertas gambar dan spidol warna. "Xidan boleh menggambar kereta api atau bus untuk poster."  kata Bu Ratna.  Xidan menerima kertas dengan riang, langkahnya ringan menuju kelas. Tetapi tak lama kemudian Xidan keluar kelas. Wajahnya suram, ia menemuiku yang sedang duduk di depan meja piket. "Tama bilang gambarku jelek, bu." Bibirnya mewek dan air mata sudah berloncatan di pipinya.

 

Xidan menarik tanganku ketika aku tak merespon laporannya. Kemarin ia mengadu Husein yang mengganggunya. Dalam buku catatan piket , selalu ada laporan tentang Xidan. Setiap hari ia mengadu tentang teman yg mengganggu, teman yg berisik, guru yang jahat atau kelas yang membosankan. Aku menganggap Xidan sedang playing fictim karena pada kenyataannya ia lah sumber masalahnya. Yang berbuat onar, jahil, iseng, teriak-teriak sampai menangis, siapa lagi jika bukan Xidan. Ia menderita ADHD. Maka menghadapinya harus dengan cara khusus. Tegas harus tetapi tidak boleh marah. "Sudah selesainya marahnya Xidan?" tanyaku. Ia mengangguk sambil menyeka lelehan air matanya. "Oke, sekarang seeenyuuum!" kuulurkan tangan lalu kami toss. Ia tersenyum lalu beranjak menuju musholah untuk  mengikuti Sholat Dhuhur berjamaah.

 

Malang, 13122023

#Pentigraf

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post