NUR IMAMAH DWIYANTI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Cintamu Bukan Untukku

Cintamu Bukan Untukku

Aku mematut diriku di depan cermin. Kusisir rambutku yang panjang sepinggang. Kubiarkan dia terurai, hanya kujepit sedikit di sisi kiri dan kanan kepala. Kusapukan tipis-tipis bedak ke wajahku yang mulus, lalu kuoleskan sedikit lipstik berwarna merah muda ke bibirku. Aku mencoba tersenyum. Ah, ternyata benar kata teman-teman, aku memang manis. hehe

**

"Ehem....ehem." kudengar deheman sahabatku dari balik pintu.

"Eh, kamu. Masuk May," ucapku sambil memandang Maya dari kaca.

"Kelihatannya bahagia banget Non, pasti ada sesuatu nih," tanya Maya menyelidik.

"Pasti dooong," jawabku sambil merapikan rambutku.

"Bagi dong ceritanya. Ada apakah gerangan hingga sahabatku terlihat seperti orang yang sedang kasmaran?" tanyanya.

"Ah, kamu ini bisa saja. Aku berangkat dulu ya. Nanti saja sepulang kuliah aku bagi ceritanya untukmu," kataku sambil meraih tas laptopku lalu berjalan keluar diikuti oleh Maya.

"Aku berangkat dulu ya," kataku kemudian berlalu meninggalkannya.

"Hati-hati di jalan," teriaknya karena aku sudah menjauh darinya.

Aku tak menjawab, hanya kulambaikan tangan kananku tanda mengiyakan anjurannya.

***

Pagi ini udara dingin sekali. Masih terlihat sisa-sisa hujan semalam. Trotoar yang kulewati masih terlihat basah. Awan hitam menggelayut di angkasa. Sepertinya hujan akan kembali mengguyur bumi ini. Kupercepat langkahku agar segera sampai di kampus. Aku tak ingin basah kuyup kehujanan. Sepuluh menit kemudian aku sudah duduk manis di kursi paling depan, siap mengikuti perkuliahan jam pertama.

***

Waktu terasa begitu lambat berjalan. Tak sabar rasanya ingin segera bertemu dengan Reza, mahasiswa yang kukenal sejak upacara pembukaan penerimaan mahasiswa baru empat tahun yang lalu. Dia begitu baik, perhatian dan juga tampan. Sejak pertemuan itu, kami sering bersama walau tidak satu jurusan. Dia sering sekali main ke tempat kosku. Dia juga sangat perhatian padaku. Hampir setiap hari dia selalu mengingatkanku, jangan lupa sholat lima waktu, jangan lupa makan, jaga diri, jaga kesehatan, dan sebagainya. Entah mengapa aku merasa begitu nyaman bersamanya. Sehari saja tak bertemu, rasa rindu telah memenuhi relung hatiku. Namun sebagai wanita, tentu saja aku tak ingin menampakkan perasaanku padanya. Kusimpan dan kunikmati sendiri rasa yang menggelora dalam jiwaku.

***

Hari ini, Reza mengajakku bertemu di taman belakang perpustakaan kampus. Katanya ada sesuatu yang ingin disampaikannya padaku. Penting. Akupun mulai menerka-nerka. Apa kiranya yang ingin disampaikan oleh Reza. Mungkinkah dia akan mengungkapkan perasaannya padaku? Jika ia, lantas aku harus menjawab apa? Apakah langsung kuterima, atau aku pura-pura meminta waktu untuk berfikir? Ah, entahlah. Berbagai rasa mengusik hatiku.

***

Tepat jam sepuluh, perkuliahan telah selesai. Bergegas aku berjalan menuruni tangga lau berjalan menuju ke taman dimana kami janjian. Kulihat Reza sudah ada di sana, menungguku di bawah pohon bunga cempaka. Dia duduk di bangku taman sambil melambaikan tangan padaku. Aku bergegas menuju ke arahnya.

"Sudah selesai kuliahnya?" tanyanya.

"Sudah," jawabku sambil duduk di kursi berhadapan dengannya. Ada meja marmer bulat yang membatasi antara aku dan Reza. Tiba-tiba saja dadaku berdegup tak menentu. Ada desiran-desiran halus menjalar dalam hatiku. Aku hanya diam sambil memandang Reza yang terlihat agak gugup.

"Vin," panggilnya sambil menatapku.

"Ya," jawabku pendek sambil menatapnya.

"Sebenarnya sudah lama aku ingin mengutarakan niatku ini. Namun aku tidak berani. Aku takut kamu akan marah dan menjauh dariku," katanya sambil menatapku.

"Ada apa sih Za. Tumben, kamu ngomongnya berbelit-belit gitu," jawabku sambil menatapnya penuh tanya.

"Vin, aku ingin menitipkan ini," katanya sambil menyodorkan sebuah amplop berwarna merah jambu.

Kuraih amplop itu dan kubaca.

"Untuk Maya?" tanyaku tak mengerti.

"Iya. Sebenarnya sudah lama aku menaruh hati pada Maya, sahabatmu. Tapi aku ragu untuk mengatakan perasaanku ini padanya. Tolong, berikan surat itu untuknya ya," pintanya padaku.

**"

Aku mencoba tersenyum manis untuknya walau terasa sangat pahit untukku. Setelah basa basi sebentar, akupun pamit dengan alasan masih banyak tugas yang harus kuselesaikan. Hatiku benat-benar hancur. Ternyata, kebaikan Reza selama ini hanyalah.....

Oh Tuhan. Kuatkan hatiku

😢😢😢

***

Nganjuk, 1 Oktober 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

01 Oct
Balas

Terimakasih Bapak. Salam literasi

01 Oct



search

New Post