NUR IMAMAH DWIYANTI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Kidung Cinta di Hati Cempaka (Bag. 9)

Kidung Cinta di Hati Cempaka (Bag. 9)

“Assalamualaikum,” sapa Intan pada Bu Johar yang sedang menyapu teras rumahnya.

“Wa alaikum salam. Eee...Intan. dari mana Tan?” tanya Bu Johar menghentikan pekerjaannya.

“Dari rumah teman Bu. Terus mampir ke sini,” jawab Intan.

“Cempaka ada Bu?” tanyanya kemudian.

“Ada. Sejak kejadian kemarin, Cempaka tidak mau keluar dari kamar. Dia juga tidak mau makan,” jawab Bu Johar terlihat sedih.

“Boleh saya bertemu Cempaka Bu?” tanya Intan.

“Boleh. Dia ada di kamarnya. Masuklah,” jawab Bu Johar.

“Terimakasih Bu,” kata Intan kemudian masuk ke rumah Cempaka.

“Tok...tok...tok,” Intan mengetuk pintu kamar Cempaka pelan.

Tak ada jawaban. Pintu kamar Cempaka tertutup rapat.

“Tidak dikunci kok Tan,” kata Bu Johar yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Intan.

Bu Johar membuka pintu kamar Cempaka. Dilihatnya Cempaka sedang duduk di atas tempat tidurnya. Beliau masuk, lalu duduk di samping Cempaka sambil membelai rambut Cempaka.

“Ada Intan di luar,” katanya sambil mengisyaratkan kata.

Cempaka menoleh ke arah ke pintu.

“Ibu suruh masuk ya?” tanya Bu Johar hati-hati.

Cempaka mengangguk.

“Tan. Masuklah,” kata Bu Johar mempersilahkan Intan masuk ke kamar Cempaka.

Perlahan Intan masuk ke kamar Cempaka. Dia duduk di depan Cempaka. Menyalaminya sambil tersenyum.

“Ibu tinggal dulu ya Tan. Mau sholat ashar,” kata Bu Johar.

“Iya Bu. Silahkan,” jawab Intan.

Bu Johar beranjak dari duduknya lalu berjalan keluar kamar.

“Apa kabar Cempaka?” tanya Intan membuka percakapan.

Cempaka tak menjawab. Air mata kembali berlinang di pipinya. Intan memeluknya. Tangis Cempaka kembali pecah. Tak ada kata yang terucap diantara mereka berdua. Sejenak kemudian, Cempaka melepaskan pelukannya. Kembali bersandar pada dinding kamarnya. Intan menghapus air mata Cempaka dengan lembut.

“Cempaka, sudahlah. Jangan larut dalam duka. Aku tahu kamu sedih, tapi kamu tidak boleh menyiksa diri seperti ini. Kamu harus bangkit. Tunjukkan pada Roy dan Papanya bahwa kamu bukan wanita yang lemah. Kamu harus kuat,” kata Intan sambil menggenggam tangan Cempaka.

“Roy jahat,” Cempaka mengisyaratkan kata.

“Iya, aku tahu. Sudahlah, hilangkan Roy dari pikiranmu. Mungkin dia bukan jodohmu. Masih banyak laki-laki yang lebih baik dan lebih segala-galanya dari Roy,” kata Intan.

“Kamu sudah makan? Badanmu terlihat lemah sekali,” lanjut Intan sambil memandang lekat sahabatnya.

Cempaka menggeleng.

“Ini. Aku bawa roti bolu kukus kesukaanmu. Aku sendiri lho yang membuatnya,” kata Intan sambil menyodorkan sekotak roti bolu kukus kepada Cempaka.

Cempaka menerima roti itu. Dia letakkan kotak berisi roti itu di sampingnya. Iapun kembali terdiam dengan tatapan kosong.

“Cempaka, makanlah. Atau, mau aku suapi?” tanya Intan kemudian meraih kotak berisi bolu kukus yang ada di samping Cempaka. Membukanya, lalu mengambilnya satu. Intan mulai menyuapi Cempaka dengan kue bolu kukus yang dibawanya.

“Kamu harus makan. Kamu tidak boleh sakit. Harus kuat. Makanlah!” kata Intan sambil menyuapi Cempaka dengan kue bolu kukus.

Cempaka membuka mulutnya. Mengunyah perlahan kue kesukaannya.

“Cempaka, kamu kan suka memasak. Bagaimana kalau kamu kursus memasak? Nanti aku bantu mencarikan tempat kursus untukmu,” kata Intan sambil menyuapi Cempaka.

“Masak apa?” tanya Cempaka.

“Ya, masak apa saja. Masak kue, masak sayur dan lauk pauk. Kamu belajar bikin kue, bikin sayur dan lauk pauk yang enak, nanti kamu bisa membuka jasa catering,” jawab Intan penuh semangat.

“Aku takut,” kata Cempaka.

“Mengapa takut? Kan ada aku. Ada Ibu yang akan membantumu,” jawab Intan. “Mau?” lanjutnya.

Cempaka menatap Intan ragu.

“Kamu harus bangkit Cempaka. Harus semangat. Banyak kok difabel yang berhasil bersaing dengan orang-orang normal. Kita pernah lihat kan waktu itu. Atlit-atlit paragame yang berhasil meraih medali dalam perlombaan. Kamupun bisa seperti mereka. Tidak harus menjadi atlit, tapi kamu bisa mengembangkan keahlian yang kamu miliki,” kata Intan.

“Aku ingin sukses seperti mereka,” jawab Cempaka sambil tersenyum.

“Kamu mau, aku bantu carikan tempat kursus?” tanya Intan tersenyum lebar.

Cempaka mengangguk.

“Mulai sekarang, kamu jangan sedih lagi. Buang semua kenangan bersama Roy. Kamu harus bangkit. Harus sehat. Tidak boleh menyiksa diri seperti ini,” kata Intan.

Cempaka mengangguk sambil tersenyum, lalu memeluk Intan dengan erat.

“Sudah hampir maghrib. Aku pulang dulu ya. Nanti aku kabari kalau sudah mendapat tempat kursus yang baik. Ingat. Harus semangat. Oke?” kata Intan berpamitan.

Cempaka mengangguk sambil tersenyum.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post