Bersahaja (2)
Kwek.. kwek..kwek..kwek, bak nada yang harmoni kunikmati setiap pagi. Serasa kompak menanti jatah sarapan pagi. Sungguh riang begitu hidangan datang. Begitu bahagia dan nikmat makan bersama sesuai selera. Namun lebih bahagia lagi, pemilik enam belas bebek yang tengah bersantap dengan lahapnya. Sembari memandangi bebek-bebeknya, Beliau merasa puas telah memberikan yang terbaik untuk mereka. Memberikan perhatian dengan memberi makan setiap pagi, membuatkan kandang yang memadai, mengobati ketika sakit, dan kadang-kadang menggiringi ke pinggir sawah untuk bersenang-senang. Bebek-bebeknya itu pun seolah tahu berterima kasih kepada pemiliknya. Setiap pagi, dua belas bebek betina mengirim masing-masing 1 butir telur. Selain mengirim telurnya, bebek-bebek itu juga berbakti pada pemiliknya, dengan pulang tepat waktu di ujung senja. Langsung menuju kandang untuk istirahat dan siap mengabdikan dirinya.
Siapakah pemilik bebek-bebek itu?Beliau adalah ayahku. Ya...ayahku. Sewaktu aku, adik, dan kakakku masih kecil dan tengah sekolah di tingkat Sekolah Dasar (SD), memelihara bebek sagat berarti. Karena bisa menopang perekonomian keluarga. Betapa tidak, dari bebek dan telurnya yang bisa dijual, daging dan telurnya bisa untuk cadangan lauk sewaktu-waktu, juga bila telur berlebih bisa diramu menjadi telur asin. Bisa dinikmati, sekaligus melayani pesanan tetangga yang membutuhkan. Hingga kakakku sekolah SMP dan kedua adikku masih SD, memelihara bebek masih menjadi topangan ekonomi keluarga kami, selain bertani mengolah beberapa petak sawah peninggalan orang tua. Saat itu ayah menyekolahkan keempat anaknya, tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Beruntung Allah SWT mengalirkan rizkinya melalui bebek-bebek kesayangannya yang mengirim telur setiap pagi.
Ayah dan ibu memang pejuang bagi anak-anaknya. Mereka tidak pernah berkeluh kesah dengan keterbatasan ekonomi menghimpit kami. Dalam relung hati yang paling dalam, ingin keempat buah hatinya mengenyam pendidikan tinggi dan meraih cita. Walaupun hanya memiliki penghasilan yang terbatas atau sekedar cukup tapi yang terpenting halal dan baik (halalan thoyyiban). Itu kunci yang selalu dipegang. Semoga kunci itu bisa diestafetkan kepada anak cucunya. Aamiin.
#Tagursiana hari ke-15
Kalisalak, 14 Oktober 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cinta tanpa batas dari ortu utk anak2nya... Mantap, Bunda... salam literasi, semoga sukses selalu.
Terima kasih Bunda...atas apresiasi dan motivasinya
Hidup yang halallan tayyiban itulah dambaan. sehat dan sukses selalu bucantik
Terima kasih Bunda Elvina, sukses juga untuk Bunda
Kunci hidup tetap semangat dan terus berusaha ya bu. Sukses, mantab ceritanya. Salam literasi
Terima kasih Pak.. sukses juga untuk Bapak
ulasan yang bagus bu..sukses terus
Terima kasih Bunda