Nur Indriyati, S.Pd.I.

Seorang Guru di MI Darwata Karangasem, Sampang, Cilacap yang tengah belajar menulis. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bersahaja (6)
Google image

Bersahaja (6)

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Perjuangan Bapak dan Ibu tiada henti. Memeras keringat membating tulang, menguntai doa sepanjang siang dan malam. Demi kesuksesan anak-anak tercinta. Namun, akhir-akhir ini beban terasa semakin berat. Apalagi setelah kakakku melanjutkan ke Sekolah Keperawatan. Sekolah itu memang sudah diidam-idamkan sejak lama. Idaman kakak, Bapak, dan ibu. Jadi begitu ada kabar kakak diterima bahagialah kami sekeluarga. Masalah biaya insyaaAllah pasti ada jalan. Padahal banyak teman dan saudara yang juga menginginkan sekolah di tempat itu, tapi belum diterima karena tes seleksi yang cukup ketat. Jadi merupakan suatu kebanggaan tersendiri bila kakak diterima.

Saat itu, selain menanggung biaya Sekolah Keperawatan yang tidak murah, orang tuaku juga harus memikirkan biaya sekolahku dan kedua adikku. Beban semakin berat bagi petani biasa seperti Bapak. Ibu diam-diam sering merenung, memikirkan jalan keluar supaya bisa meringankan beban yang dialami saat itu. Suatu hari ibu bertemu teman lama, dan Beliau menceritakan tentang himpitan ekonomi yang dialaminya. Teman ibu kemudian memberi jalan keluar, tapi di luar dugaan. Dalam hatinya Beliau sangat bimbang, “Akankah saya mampu meninggalkan keluarga, suami dan anak-anak?” Berat sekali merelai perang batin dalam hatinya. Apalagi harus meninggalkan anak-anak dalam waktu yang tidak sebentar dan berada di negeri orang. Ya, teman ibu saat itu mewarkan untuk bekerja menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) di Malaysia. Sangat sulit dalam mengambil keputusan. Sampai beberapa hari ibu belum menceritakan tawaran tersebut kepada Bapak. Ibu masih ragu. Beliau sering memanjatkan doa dan mengharap Allah SWT memberi jalan keluar terbaik untuk diri dan keluarganya. Dalam shalat dhuha, shalat malam, shalat istikharah, lebih khusu’ dan penuh harap.

Di pagi yang semakin menghangat, ibu mendekati Bapak yang tengah menikmati kopi kesukaanya. Adik-adikku sudah berada di sekolahnya satu jam yang lalu. Perlahan tapi pasti, ibu menguntai kata-kata, mulai berpamitan untuk mengais rezeki di negeri orang. Bagai disambar petir di pagi hari, mendengar kata demi kata yang keluar dari ibuku. Diam terpaku, tidak ada kata yang bisa terucap. Berat, berat sekali. Ibu seolah tahu, lalu menjutkan kata untuk mencairkan suasana. “Pak, saya pergi diniatkan untuk ibadah, dua tahun tidak lama kok. Kalau kita jalani dengan penuh semangat, demi anak-anak, masa-masa itu akan dapat kita lalui. Anak-anak sudah mulai besar dan bisa mengurus diri sendiri. Ijinkan saya ikut meringankan bebanmu, Pak.” Berat memang, namun bila mengingat beban berat suami, ini menjadikan tekadnya semakin bulat.

#Tagursiana hari ke-23

Kalisalak, 22 Oktober 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post