#TantanganGurusiana (Hari ke-11)

Ahad, 26 Januari 2020

Inilah mushola tempat ngaji di masa kecilku. Bangunan yang sederhana ini terletak di belakang rumah orang tuaku. Mushola ini lebih terkenal dengan sebutan “Langgare Mbah Sin, “ maksudnya mushola dengan guru ngaji atau kyai nya adalah Mbah Muhsin, kakekku.

Aku ingat di masa-masa usia SD-SMP, sangat senang setiap sore menjelang adzan Maghrib pergi menuju Langgar dengan membawa mukena dan memakai kerudung panjang. Waktu itu memang aku belum berhijab, jadi memakai kerudung hanya saat akan pergi ngaji. Kitab yang dipakai mengaji untuk mengenal huruf-huruf Hijaiyah disebut Turutan. Sekarang mungkin sudah jarang dijumpai memakai kitab itu. Metode yang dipakai sekarang di TPQ (Taman Pendidikan Al Qur’an) sangat beragam, ada IQRA’, YAHQI, Qiro’ati, Tilawati, Wafa, Ummi dan masih banyak lagi. Namun tujuannya semua sama yaitu agar mampu membaca Al Qur’an dengan baik dan benar menurut kaidah Tajwid.

Kakekku (Almarhum KH.Muhsin) sangat sabar mengajari kami satu persatu setelah sholat maghrib sampai menjelang sholat isya. Setelah jama’ah isya’ ada lagi ngaji kitab kuning, dengan guru ngajinya pak dhe ku (Almarhum Kyai Sadili). Sebelum ngaji kitab dimulai, ada kegiatan yang dilakukan para santri yang kebanyakan usianya seusia kakakku yaitu menimba air di sumur untuk mengisi kamar mandi Langgar.

Selain mengaji, aku juga sangat terkesan ketika suasana Ramadhan. Sholat tarawih di Langgar ini sampai penuh, kemudian pagi harinya seusai sholat Shubuh, ada tadarrus, dan di halaman Langgar ini ada tenis meja. Jadi tidak pernah sepi. Apalagi di saat sungai yang dekat Langgar tidak ada airnya, aku dan saudara sepupuku : dek Wiwik, dek At, Mbak Nur, Mbak Bilqis dan Bulek Kum, kami sering main di sekitar sungai itu. Alhamdulillah sangat bahagia di masa itu, di Mushola Pertamaku, yaitu “Langgar Mbah Muhsin”.