NURIN NUZULIA

Guru PAUD di ujung Barat Kabupaten Bojonegoro, tepatnya di TK Islam An Nuur Kecamatan Purwosari. Ingin berlatih menulis dan menulis, karena dengan menulis bisa ...

Selengkapnya
Navigasi Web

"Selalu Bersyukur"

Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang pertama kali harus saya ucapkan. Mengapa? Tentunya para kaum hawa yang mengalami seperti saya akanlah sama alasannya yaitu “tidak punya hutang puasa”. Betulkah demikian? Meskipun tidak benar-benar melakukan survei, InsyaAllah telah mewakili jawaban beberapa kaum hawa yang masih mengalami “datang bulan/datang tamu tak diundang/menstruasi/haid/udzur” atau apapun istilahnya untuk kaum hawa yang masih dalam usia subur.

Bersyukur yang kedua adalah akhirnya dapat mengalahkan ego saya yang ingin mengikuti saudara sulung saya untuk khutbah di tempat yang lumayan jauh dari tempat tinggal saya. Mengikuti suami adalah kewajiban seorang isteri selama tidak melanggar syari’at Islam. Memang telah menjadi tradisi di keluarga suami, yaitu sungkeman kepada bapak dan ibu mertua. Setelah sholat ‘Id di masjid yang bersebelahan rumah, lalu sarapan bersama, dan menunggu suasana agak sepi dari tamu yang berdatangan ke rumah mertua. Beliau berdua termasuk sesepuh di kampung kami, sehingga di hari pertama Alhamdulillah banyak tetangga dan saudara yang bersilaturrahim. Satu keluarga dari ayah, ibu, anak-anak satu persatu antri sungkem kepada “ayi dan kakung”, lanjut kepada saudara-saudara kandung dan ipar serta keponakan.

Bersyukur selanjutnya yaitu dapat bertemu kembali dengan tetangga di desa tempat sehari-hari saya beraktifitas bersama sembilan belas guru dan ratusan murid. Meskipun belum semuanya, karena memang harus melanjutkan ke rumah orang tua saya. Setiap tahun seperti ini, harus bisa membagi waktu untuk tiga tempat utama, yaitu rumah mertua, tetangga dan rumah orang tua. Ya begitulah, takdir Allah SWT telah memberikan jodoh kepada saya dengan orang se Kabupaten atau tetangga kecamatan, hanya berjarak tiga kilometer dari rumah asal saya, sehingga tidak perlu memikirkan agenda mudik setiap lebaran.

Setelah dari rumah mertua, kami sekeluarga lanjut ke rumah orang tua saya. Di sana banyak saudara, tetangga dan orang-orang yang mengingatkan saya di masa-masa dulu. Obrolan demi obrolan membuat lama saat bertamu, dari kenangan tentang kue “madu mongso” buatan almarhumah budhe Madiun, “es podeng” yang selalu ada di rumah almarhumah budhe yang satunya lagi, pokoknya MasyaAllah moment seperti ini sangatlah menyenangkan dan harus disyukuri.

Bersyukur berikutnya, bisa berjama’ah Dluhur di mushola masa kecilku. Di tengah-tengah silaturrahim baru dapat beberapa rumah, saat Dluhur tiba, dan dekat dengan mushola yang biasa disebut “Langgare Mbah Muhsin” Alhamdulillah anak laki-laki saya adzan dan abahnya yang menjadi imam. Suasana terasa sejuk sambil mengenang kembali suasana tempat bermain saya tempo dulu di sekitar mushola, yaitu di sungai yang tidak berair.

Setelah mendekati jam dua siang, karena saatnya orang beristirahat kami sekeluarga pulang ke rumah. Sambil mengistirahatkan mata kanan saya yang ternyata berwarna merah menyala, di pojok kanan. Tidak tau apa sebabnya, tiba-tiba saja saat bangun tidur oleh Allah SWT mata saya diberi hiasan warna selain putih dan hitam. Bismillah setelah saya beri obat tetes mata “cendo xitrol” dan tidur siang semoga semakin sehat, karena sempat menjadi perhatian beberapa orang yang bertatapan dengan saya.

Alhamdulillah, bersyukur lagi karena sore hari masih diberi kesempatan bernafas dan melanjutkan silaturrahim ke tetangga rumah. Berlanjut sampai setelah maghrib dan isya, jam sepuluh malam baru masuk rumah kembali.

Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang pertama kali harus saya ucapkan. Mengapa? Tentunya para kaum hawa yang mengalami seperti saya akanlah sama alasannya yaitu “tidak punya hutang puasa”. Betulkah demikian? Meskipun tidak benar-benar melakukan survei, InsyaAllah telah mewakili jawaban beberapa kaum hawa yang masih mengalami “datang bulan/datang tamu tak diundang/menstruasi/haid/udzur” atau apapun istilahnya untuk kaum hawa yang masih dalam usia subur.

Bersyukur yang kedua adalah akhirnya dapat mengalahkan ego saya yang ingin mengikuti saudara sulung saya untuk khutbah di tempat yang lumayan jauh dari tempat tinggal saya. Mengikuti suami adalah kewajiban seorang isteri selama tidak melanggar syari’at Islam. Memang telah menjadi tradisi di keluarga suami, yaitu sungkeman kepada bapak dan ibu mertua. Setelah sholat ‘Id di masjid yang bersebelahan rumah, lalu sarapan bersama, dan menunggu suasana agak sepi dari tamu yang berdatangan ke rumah mertua. Beliau berdua termasuk sesepuh di kampung kami, sehingga di hari pertama Alhamdulillah banyak tetangga dan saudara yang bersilaturrahim. Satu keluarga dari ayah, ibu, anak-anak satu persatu antri sungkem kepada “ayi dan kakung”, lanjut kepada saudara-saudara kandung dan ipar serta keponakan.

Bersyukur selanjutnya yaitu dapat bertemu kembali dengan tetangga di desa tempat sehari-hari saya beraktifitas bersama sembilan belas guru dan ratusan murid. Meskipun belum semuanya, karena memang harus melanjutkan ke rumah orang tua saya. Setiap tahun seperti ini, harus bisa membagi waktu untuk tiga tempat utama, yaitu rumah mertua, tetangga dan rumah orang tua. Ya begitulah, takdir Allah SWT telah memberikan jodoh kepada saya dengan orang se Kabupaten atau tetangga kecamatan, hanya berjarak tiga kilometer dari rumah asal saya, sehingga tidak perlu memikirkan agenda mudik setiap lebaran.

Setelah dari rumah mertua, kami sekeluarga lanjut ke rumah orang tua saya. Di sana banyak saudara, tetangga dan orang-orang yang mengingatkan saya di masa-masa dulu. Obrolan demi obrolan membuat lama saat bertamu, dari kenangan tentang kue “madu mongso” buatan almarhumah budhe Madiun, “es podeng” yang selalu ada di rumah almarhumah budhe yang satunya lagi, pokoknya MasyaAllah moment seperti ini sangatlah menyenangkan dan harus disyukuri.

Bersyukur berikutnya, bisa berjama’ah Dluhur di mushola masa kecilku. Di tengah-tengah silaturrahim baru dapat beberapa rumah, saat Dluhur tiba, dan dekat dengan mushola yang biasa disebut “Langgare Mbah Muhsin” Alhamdulillah anak laki-laki saya adzan dan abahnya yang menjadi imam. Suasana terasa sejuk sambil mengenang kembali suasana tempat bermain saya tempo dulu di sekitar mushola, yaitu di sungai yang tidak berair.

Setelah mendekati jam dua siang, karena saatnya orang beristirahat kami sekeluarga pulang ke rumah. Sambil mengistirahatkan mata kanan saya yang ternyata berwarna merah menyala, di pojok kanan. Tidak tau apa sebabnya, tiba-tiba saja saat bangun tidur oleh Allah SWT mata saya diberi hiasan warna selain putih dan hitam. Bismillah setelah saya beri obat tetes mata “cendo xitrol” dan tidur siang semoga semakin sehat, karena sempat menjadi perhatian beberapa orang yang bertatapan dengan saya.

Alhamdulillah, bersyukur lagi karena sore hari masih diberi kesempatan bernafas dan melanjutkan silaturrahim ke tetangga rumah. Berlanjut sampai setelah maghrib dan isya, jam sepuluh malam baru masuk rumah kembali.

#catatansatusyawal1440H/05062019

#fabiayyiaalaairobbikumaatukadzdzibaan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alhamdulillah... n jazaakillah bunda upik astana... Ingin bisa istiqomah seperti bunda tp ternyata memang perlu perjuangan... Bismillah... Ingin terus mencoba...

07 Jun
Balas

Alhamdulillah.. Begitu banyak nikmat yang memang harus kita syukuri ya Bund...selamat merayakan kemenangan . barakallah

06 Jun
Balas



search

New Post