Hiruk pikuk melanda setiap sisi dunia. Separah itukah kerusakan yang melanda muka bumi, seberapa jauh manusia tenggelam dalam lena memabukkan yang menjeratnya bagai patung-patung yang dipertontonkan tanpa daya. Pesimis menjejal seluruh ruang pikirku, keraguan lebih mendominasi kenyataan yang tergambar di pelupuk mata. Sikap yang dipertontonkan tanpa mengenyahkan keikhlasan, sekali lagi aku ragu karena itu yang terpapar di pandanganku.

Tetapi anggapan itu bukanlah analisa yang menggerakkan akal dan hati, sebuah anggapan dangkal dari rasa ketidak puasan dari kenyataan pahit yang bertukar fakta. Manusia memang tidak luput dari berbagai keinginan untuk melenggang kuasa. Kenyataan yang sulit dibendung, sifat manusiawi dengan alasan manusia tidak lepas dari salah dan dosa.

Intimidasi pemikiran seperti ini terus menggejala apalagi di tengah beratnya hidup sambil melawan covid 19. Jangan terburu apatis, masih banyak orang yang bekerja dengan hati, dan mereka adalah orang-orang sangat mempengaruhiku. Tidak suka menonjolkan diri, menyantuni karena ingin memberi bukan untuk dipuji. Luar biasa aku kagum karenanya. Mereka adalah orang-orang yang memiliki empati yang tinggi dengan sekitarnya.

Seseorang memiliki empati setinggi itu menurutku karena memiliki kecerdasan logika yang tinggi pula dan selaraskan dengan kecerdasan hatinya. Tidak memandang golongan, etnis, dan agama, sikap ini telah menempatkan dirinya pada jajaran manusia yang menurutku menakjubkaan. Aku kagum dan hormat padanya.

Bila bermain diksi aku gambarkan, bias cahaya telah menelusup menerobos jendela hatinya yang terbuka, bias cinta, bias kasih membawanya pada titik kewibawaan seorang manusia.

Terimakasih Koko, terimakasih Bapak, Terimakasih Ibu. Kalian sumber inspirasiku.