Nurohman

Seorang pemulung aksara yang gemar mengais dan memungut serakan kata dari keranjang bahasa lalu merangkainya menjadi tumpukan rasa. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
MEMBANTU DENGAN TIDAK BERBUAT APA-APA

MEMBANTU DENGAN TIDAK BERBUAT APA-APA

Saya pernah menulis tentang sistem pelaporan kehilangan dan juga barang temuan yang bagus di Jepang. Dengan mudah, orang yang kehilangan sesuatu bisa melaporkannya ke Koban—sejenis pos polisi yang dengan mudah bisa ditemukan di Jepang. Tidak hanya orang yang kehilangan barang saja yang bisa melaporkan kehilangan, tetapi orang yang menemukan juga bisa memanfaatkan Koban tadi untuk melaporkan sekaligus menitipkan barang temuan. Dengan sistem yang tertata rapi dan terorganisir bagus seperti itu, tidak mengherankan jika seringkali ketika seseorang kehilangan sesuatu di Jepang, pada hari yang sama barang tersebut bisa dipertemukan kembali dengan pemiliknya. Itu berdasarkan berita yang saya baca. Saya sendiri malah belum pernah kehilangan barang di Jepang. Bukan karena saya orangnya teliti, tetapi karena belum pernah pergi ke Jepang saja.

Kejadian yang saya alami siang hari tadi langsung mengingatkan saya tentang Koban dan Jepang. Ketika melintas di jalan beraspal yang dekat dengan sebuah warung di area persawahan, kedua bola mata saya menangkap adanya sebuah barang berwarna kebiruan yang tergeletak di seberang jalan. Dari jarak yang lebih dekat, saya bisa memastikan bahwa barang tersebut adalah sebuah topi. Mungkin, pemiliknya sekarang sedang kebingungan mencari di mana barang tersebut karena tidak mengetahui bahwa topi kesayangannya—atau bahkan topi satu-satunya yang dimiliki—terjatuh dan tergeletak begitu saja di jalan.

Tanpa berbuat apa-apa, saya langsung bablas untuk melanjutkan perjalanan dalam misi mengantarkan mbok saya ke suatu tempat dalam rangka takziyah saudara jauh yang tinggal di desa yang berjarak sekitar lima kilometer dari rumah. Namun, dalam hati saya membatin—namanya mbatin ya pasti dalam hati to, memangnya ada mbatin dengan cara diucapkan atau dinyanyikan—jika ketika saya kembali topi tersebut belum berpindah tempat, saya akan memfoto dan menceritakan kisahnya. Dan ketika Anda sekarang sedang membaca kisah tentang topi tersebut, artinya tak ada seorang pun yang mengambil atau sekedar memindahkannya dari tempatnya semula.

Saya yakin bahwa saya bukanlah orang pertama yang mengetahui keberadaan topi itu, juga bukan orang terakhir yang akan melihatnya. Orang-orang yang melihatnya, baik yang sebelum maupun sesudah saya mungkin juga berpikiran dan bertindak seperti saya: ingin sekali menyelamatkan topi tersebut, tetapi tidak tahu bagaimana caranya menemukan pemiliknya. Akhirnya, mereka memilih untuk membiarkannya di tempat asalnya sambil berharap agar pemiliknya kembali melewati jalan itu dan menemukannya. Sesederhana dan sepasrah itu.

Dengan begitu, peluang orang yang kehilangan topi untuk menemukan topinya kembali malah semakin besar. Hal itu bisa terjadi jika pihak yang kehilangan menyadari dan memutuskan untuk kembali mencari topinya dengan menyusuri jalan yang dilalui sebelumnya. Justru jika saya memutuskan untuk memungut topi itu dan menyimpannya, orang yang kehilangan pasti tidak akan bisa dengan mudah menemukannya atau setidaknya jauh lebih sulit karena tidak bisa menemukannya di jalanan.

Akan tetapi, jika tidak kreatif, bukan orang Indonesia namanya. Jepang boleh saja punya Koban, tetapi Indonesia juga punya grup-grup info yang memanfaatkan media sosial tertentu. Dengan berkembangnya teknologi dan semakin banyaknya grup-grup Facebook yang beranggotakan warga masyarakat yang berbasis daerah tertentu, info kehilangan dan barang temuan semakin mudah dilakukan. Hanya dengan mengunggah ciri-ciri barang yang hilang disertai dengan beberapa keterangan tambahan tentang lokasi, kronologi, dan sebagainya, besar sekali kesempatan bagi orang yang kehilangan untuk bisa menemukan barangnya kembali. Banyak sekali barang yang dilaporkan hilang atau ditemukan di grup tadi. Beberapa di antaranya adalah dompet, hape, dan juga dokumen-dokumen penting lainnya.

Sayangnya, selama ini saya belum pernah menemukan info kehilangan topi dan juga info tentang temuan topi. Mungkin hal itu terjadi karena topi tidak dianggap sebagai suatu barang yang tidak terlalu penting. Oleh karena itu, saya pun memilih untuk tidak menginfokan temuan tersebut ke grup-grup tadi. Selain itu, jika hanya dengan tidak berbuat apa-apa saja saya sudah bisa membantu menjaga peluang orang yang kehilangan barang untuk bisa bertemu kembali dengan barangnya, mengapa harus repot berbuat sesuatu? Ya, mumpung bisa membantu orang lain dengan tidak berbuat apa-apa. Eh, benar begitu atau tidak, ya?

Akan tetapi, saya justru baru menyadari bahwa niat baik saya untuk membantu pemilik topi tadi tanpa berbuat apa-apa auto-gagal justru ketika saya selesai menuliskan cerita ini dan mengunggahnya lalu dibaca oleh orang lain. Duh!

Nganjuk, 13 Februari 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post