Nurokhim Sag

Nurokhim, S. Ag. S. Kons. adalah seorang Motivator & Trainer Pendidikan, Pembicara Seminar Parenting, Guru Bimbingan Konseling, Dosen, danPenggiat Pen...

Selengkapnya
Navigasi Web
RENUNGAN TULISAN HARI KE-880 Budaya Santun Di Jalan Raya

RENUNGAN TULISAN HARI KE-880 Budaya Santun Di Jalan Raya

Karya: Nurokhim, S. Ag. S. Pd

Hampir setiap hari penulis sebagai seorang guru selama 25 tahun melintasi jalanan di atas aspal sekitar 17 Km menuju tempat bekerja, dari Pomad Sukaraja menuju SMA Indocement kecamatan Citeurueup Kabupaten Bogor. Selama itu pula penulis melihat berbagai karakter pengemudi. Dari yang tetap santun dan tertib di jalanan, sampai pada pengendara yang menampilkan ego sendiri dengan tidak tertib dan ugal ugalan, yang terkadang menguji kesabaran kita.

Penulis teringat sekitar 5 tahunan bekerja antara tahun 1996-2000 an, dimana saat itu penulis masih menggunakan kendaraan motor roda dua, jalanan masih terasa lengang dan orang-orang masih tertib berlalu lintas. Suasana jalanan terasa aman dan nyaman. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah dan volume kendaraan bermotor meningkat pesat dengan kemudahan kridit untuk memilikinya, dan suasana jalanan pun berubah. Kemacetan, prilaku menerobos lampu lintas, melewati trotoar, melanggar larangan berhenti, angkot berhenti seenaknya, dan prilaku buruk lainnya mewarnai aktivitas manusia berkendara di jalan raya. Belum lagi emak-emak yang dengan seenaknya “melakukan manuver berbahaya” berpindah jalur sembarangan, berjalan lambat di sisi lajur kanan, belok kanan dengan menyalakan lampu isyarat sein ke kiri, atau belok tanpa menyalakan lampu isyarat atau sein, dan kebiasaan yang tak pernah menggunakan kaca spion.

Yang lebih buruk lagi, jika terjadi kemacetan panjang, maka para pengendara motor roda dua akan mengambil jalur kanan dan mengunakan lajur lawan arus untuk mendahului kendaraan lain dan mendapat tempat yang paling depan, sehingga dapat dipastikan kemacetan semakin parah karena kendaraan yang berlawanan arah tertutup lajunya oleh kendaraan roda dua yang mengambil jalur kanan dan berlawanan arah tersebut. Sungguh prilaku yang hanya mementingkan ego pribadi dengan merasa menjadi penguasa di jalan raya sehingga jalan raya kadang jadi alat bagi sebagian orang untuk memaksakan kehendaknya bagi orang yang lain.

Kalau sudah begini, ada dua resiko yang kemungkinan dihadapi, yakni mencelakakan diri, atau mencelakakan orang lain. Akibatnya, sudah dapat dipastikan banyak terjadi kecelakaan dan sepeda motor adalah yang mendominasi angka kecelakaan. Dalam satu pekan ini saja penulis sudah menyaksikan 3 kecelakaan kendaraan sepeda motor dengan kondisi yang mengenaskan.

Kadang penulis bertanya tanya pada diri sendiri, bukankah manusia adalah makhluk social, yang membutuhkan satu sama lain dalam menjalani kehidupannya? Bukankah manusia juga sebagai makhluk beradab, berakal, dan berbudaya? Bahkan manusia juga sebagai “hamba” makhluk Allah yang memiliki agama yang mengajarkan kebaikan/kesalehan dan menebarkan kebermanfaatan bagi orang lain? Lalu kemana semua itu ketika mereka berada di jalan raya? Apakah kesalehan itu hanya berada di rumah ibadah, rumah tempat tinggal, di kantor dan dilingkungan masyarakat saja. Kemana hilangnya kesalehan tersebut ketika mereka berada di jalan raya? Kenapa manusia cenderung menjadi makhuk yang berlawanan dengan sifat-sifat tersebut ketika berada di jalan raya?

Penulis sebagai seorang pendidik di salah satu sekolah menengah atas kadang merenung tentang pendidikan di negeri ini. Begitu mudahnya anak-anak negeri ini saat sekarang ini untuk memperleh dan mengenyam pendidikan. Maka bisa dikatakan bahwa hampir seluruh manusia Indonesia yang sudah mengenyam pendidikan dapat dipastikan bisa baca tulis, memiliki pengelihatan untuk melihat rambu-rambu, memiliki kecerdasan untuk mengingat peraturan-peraturan, dan memiliki akal untuk dapat membedakan mana yang baik dan buruk, dan mana yang benar dan salah. Lalu, kemana ilmu pengetahuan yang mereka timba selama ini?

Penulis terkadang membayangkan alangkah nikmatnya jika perjalanan berkendara kita jadikan momen riding bersama kendaraan motor kesayangan, sebagai suatu aktifitas yang indah dan menyenangkan dengan dengan mengambil banyaknya pelajaran hidup di sepanjang perjalanan. Mungkinkah Kurikulum Merdeka yang digulirkan oleh Mas Menteri dengan Profil Pelajar Pancasila yang menekankan implementasi pada kehidupan dengan berlandaskan karakter mampu menjawab permasalah di atas.

Sudah saatnya semua menyadari bahwa mengutamakan keselamatan selama dalam perjalanan lebih penting ketimbang mendahulukan ego sendiri hanya ingin cepat sampai tempat tujuan, namun mengesampingkan resiko yang dapat berakibat fatal bagi diri dan orang lain.

Jadilah manusia berbudaya dengan menciptakan kondisi lingkungan yang aman, santun berkendara dengan menurunkan ego pribadi. Kuncinya hanya butuh waktu dan kesabaran dengan memulai kebiasaan atau budaya yang mengutamakan keselamatan bagi diri dan orang lain. Penulis jadi teringat pepatah Jawa yang mengatakan budaya adalah senjata memanusiakan manusia. Maka yuk mulai sekarang! jangan sungkan untuk berbudaya di jalan raya karena kita akan menemukan banyak hal untuk melakukan kebaikan di jalan raya dengan bertemunya kita dengan lebih banyak dari pada di lingkungan rumah atau di kantor tempat anda bekerja.

Salam Tertib dan Santun.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya Ustadz. Inilah potret masyarakat kita sekarang. Makin jauh dari nilai luhur budaya bangsa. Semoga sehat selalu Ustadz.

17 Aug
Balas



search

New Post