NURROHMAH PUJI MASTUTI

Guru IPA yang sejak kecil gemar sastra. Seringkali menulis puisi dan cerpen di sela kegemaran traveling.Lebih suka diam dan suka dengan ketenangan. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bonus dari Pak Jukir

Bonus dari Pak Jukir

Siang menyengat. Angin tak berembus kencang seperti hari-hari sebelumnya. Pulang berdinas, saya tidak langsung ke rumah. Malah ke timur, berbalik arah dari tujuan pulang.

Ada acara bersama para sahabat siang kemarin. Biasalah. Sejenak nongkrong kayak anak muda sembari menikmati gurami bakar pedas manis di sebuah warung makan di ujung desa.

Suasana lumayan sepi. Tidak banyak mobil diparkir di tempatnya. Hanya deretan motor teman-teman yang memenuhi area parkir pinggir jalan. Usai acara makan-makan, saya lihat sudah sekitar pukul tiga sore. Bergegas saya pamit pulang sebelum yang lainnya. Sebab ada acara di malam hari usai isya'.

Sambil mengambil motor dari depan musalla, saya melihat sekilas bergerombol buah mungil berwarna hijau muda. Air liur pun tiba-tiba tak dapat ditahan. Ingin rasanya mencicipinya. Rupanya Pak Jukir ( Juru Parkir) tahu yang kumau.

"Ambil saja, Bu. Sampai patah itu cabangnya karena tidak kuat menahan buahnya, " kata Pak Jukir.

"Iya kah, Pak? Boleh saya minta sedikit saja? " tanyaku penuh semangat.

" Iya boleh, Bu. Lha itu sampai ke utara gratis, " jawabnya.

"Baik, Pak. Maturnuwun."

Saya pun memutar arah. Lalu singgah di tepi sawah. Seorang teman turut serta di dekat saya. Berdua kami memetik buah yang tidak diminati banyak orang. Padahal saya suka. Bahkan dulu saat hamil si bungsu, saya pun pernah meminta kepada para santri di pondok pesantren. Lalu buah tersebut saya makan saat dalam boncengan suami.

Pak Jukir tiba-tiba menghampiri saya. Sambil membawa tas plastik lurik warna ungu. Diberikannya plastik tersebut kepada saya sambil beliau meraih cabang yang penuh buah.

Ya. Buah ceremai atau cerme. Buah yang umumnya berasa asam tersebut tidak terlalu asam. Ada yang masih kecil dengan warna hijau. Sedangkan yang sudah masak berwarna hijau kekuningan.

Saya pun selesai memetik cerme dari pinggir desa Cerme. Nama desa yang sama dengan nama buah tersebut. Lalu melanjutkan perjalanan pulang dengan seribu rasa yang tak dapat diungkapkan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post