"Corona oh corona. Bisa saja anda berbuat ulah. Semua jadi gusar. Semua serba dibatasi." Ucap seorang wanita yang sedang duduk di teras rumahnya.

Duduk sendiri seakan meratapi nasibnya. Di depan teras terdapat berbagai macam tanaman bunga yang segar. Setiap pagi wanginya semerbak melewati pentilasi-pentilasi udara yang ada di jendela dan pintu rumahnya.

Usianya yang semakin menua mengharuskannya menjaga stamina tubuh yang semakin melemah. Kulitnya yang semakin keriput menandakan bahwa waktu bergulir begitu cepat. Bak kilat. Padahal baru kemarin ia bermain petak umpat di pelataran belakang rumah bersama teman-teman sebaya setiap kali sepulang sekolah, tak pernah mengenal panasnya terik matahari yang menyengat kulit, tak menjadikan alasan untuk absen bermain. Dan kini sudah menjadi nenek dari ke tujuh cucunya.

"Ah sebentar lagi bulan puasa, kemudian hari raya. Bagaimana kabar anak-anak dan cucuku di sana. Semoga kami masih bisa berkumpul kembali." Terenyuh hatinya berharap covid 19 musnah dengan cepat. Semenjak kabar virus Corona yang telah masuk ke wilayah Indonesia, dan semenjak keputusan pemerintah mengenai 14 hari diam di rumah, menjadikan anak-anak dan cucu-cucunya tak jua mengunjunginya. Semenjak itu, ia sudah sangat kesepian. Padahal ia sudah sangat renta dan butuh penjagaan khusus, apalagi kesehatannya sering terganggu. Meski begitu, ia tetap spirit dalam menjalankan kegiatan setiap harinya seperti, melaksanakan ibadah, olah raga di pagi hari, memasak, menanam dan menyiram tumbuh-tumbuhan, dan apa saja yang menurutnya perlu untuk dilakukan.

Semilir angin di sore hari mengayunkan rambut ikal yang berjuntai hampir setumit kaki. Segar terasa udaranya mengalahkan AC yang dipasang di rumah-rumah megah di daerah perkotaan. Tentunya daerah pedesaan lebih asri dan sejuk. Meski mati lampu, tidak akan terasa panas.

Maju mundur air laut ke tepi pantai karena pasang surut gelombang akibat tiupan angin laut di sore hari menuju petang. Mata memandang keindahan sekitar pantai dan laut. Semua ciptaan Tuhan terlihat elok dipandang tanpa cacat. Lambaian dedaunan pohon kelapa yang terlihat selaras dengan tiupan angin pantai, ditambah pemandangan burung bangau yang terbang di atas permukaan sekan mencari mangsa untuk diterkam. Semua itu amat sangat terlihat indah dan fenomenal.

Namun, pantai pun kini menjadi sepi dari pengunjung. Biasanya banyak pengunjung datang untuk berekreasi setiap di akhir pekan. Bahkan tak jarang wisatawan mengunjungi warung kopi wanita ini. Kopinya yang nikmat, dengan aroma yang khas membuat pengunjung penasaran untuk mencicipinya. Dan ternyata kopi Lampung yang menjadi ciri khas warung kopinya. Bukan hanya kopi lampung, pisang goreng, umbi goreng, dan singkong rebus menjadi menu penambah nikmat selera dalam menyeruput kopi.

"Mak, kopinya 1 ya !" Pesan seorang pemuda kepadanya.

"Ini dek." Ucapnya sambil menyodorkan secangkir kopi.

"Wah... Wangi sekali kopinya..." Ucap pemuda itu, lalu kemudian menyeruput kopi dan mengambil dua buah singkong rebus. "Wah enaknya... Heemmmm..."

Wanita itu pun tersenyum dan berucap hamdalah dalam hatinya.

###

Ramadhan tinggal menghitung hari. Hari yang begitu dinanti. Begitu pula dengan wanita tua ini, kehadiran anak cucunya sangat dinanti.

"Ya Allah... Biarkan Corona berlalu... lindungi anak cucuku dari wabah corona... Aamiin." Do'anya lirih dalam hati.

#tantangan14HariKGPBR

#tantangan hari ke-5