Atasi masalah Tanpa Masalah

Slogan di atas merupakan slogan milik pegadaian, tapi saya juga ingin menggunakannya. Mengapa? Karena apa yang dilakukan oleh siswa-siswa saya nilainya mirip dengan apa yang dikerjakan oleh pegadaian. Kok bisa? Ya,mereka membuka semacam warung yang disebut kantin mini di dalam kelas. Saya tidak menyuruh mereka apalagi memberi contoh. Ide itu muncul spontan dari mereka.

Saat saya bertanya apa alasannya, mereka memberi setidaknya tiga alasan.

Pertama, meminimalisir keterlambatan anak-anak kelas 7B (kelas yang saya jdi walinya) saat usai istirahat. Mereka bilang kantin sekolah yang ada tidak cukup untuk menampung siswa sejumlah kurang lebih 900 orang. Antrian panjang harus mereka hadapi setiap hari. Saat makanan atau minuman yang dipesan belum didapatkan, bel tanda masuk kembali sudah dibunyikan, Akibatnya sebagian siswa kadang terpaksa harus mendapat sanksi dari guru yang mengajar jam keempat (setelah istirahat).

Kedua, mereka bosan dengan menu yang disediakan oleh pihak kantin yang itu-itu saja. Nasi goreng, soto, tidak ada yang lain.

Ketiga, mereka ingin mencoba mendapatkan laba dari usahanya itu. Laba yang didapatkan akan mereka masukkan ke dalam kas kelas yang bisa digunakan untuk kepentingan bersama.

Selesai saya tanya alasan, kini saya bertanya makanan apa saja yang mereka jual. Nasi kuning, nasi gudangan, nasi rames, donat, dll. Menu itu akan berganti sesuai pesanan anak-anak yang membutuhkan.

Tak hanya itu saya juga bertanya perihal sampah yang dihasilkan. Mereka buang kemana, jika ada makanan yang berbungkus plastik. Wajar hal ini saya tanyakan karena pihak sekolah melarang kantin menjual makanan berbungkus bahan yang sulit diurai itu.

Jawaban diluar dugaan saya dapatkan. Mereka bilang sampah-sampah dimasukkan ke dalam tas para pembelinya, yang kemudian mereka bawa pulang untuk dibuang.

Sungguh luar biasa semangat mereka. Atasi masalah tanpa masalah.

Semarang, 7 Desember 2017