Nur Syamsiah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

SNI untuk Membangun Keluarga Samawa

SNI untuk Membangun Keluarga SAMAWA

Selisih faham dalam kehidupan berkeluarga itu hal biasa. Kata orang sebagai bumbunya. Ibarat sayur tanpa garam. Namun apa jadinya jika sayur itu kebanyakan garam, tentu tidak bisa dinikmati bukan? Alih-alih sebagai penyedap, justru sebagai penghancur rasa.

Demikianpun dalam kehidupan berkeluarga jika perselisihan itu terlanjur besar, bak api yang siap membakar. Dia kini bukan lagi pemanis keluarga namun sebaliknya.

Lantas bagaimana agar sebuah keluarga tetap utuh, yang orang tua bilang kala memberi selamat kepada pasangan pengantin baru "Semoga menjadi keluarga yang samawa (sakinah- damai, tenang, tentram; mawaddah, wa rahmah – rasa kasih dan sayang). Semoga kekal sampai kaken-kaken dan ninen-ninen." Itu kata mereka.

Ada loh resepnya. Mau tahu?

Kata seorang ustadz SNI diperlukan. Lho bukannya SNI itu untuk produk yang dihasilkan oleh Negara Indonesia? Misal helm, pakaian dan yang lainnya.

So untuk berkendara ada himbauan yang terpasang pada pamflet di tepi jalan raya berbunyi "Kenakan helm SNI", jika tidak, kita akan kena tilang.

Apakah bila dalam sebuah keluarga tidak ber SNI juga akan ditilang??

Tentu tidak guys. Keluarga tidak berSNI akan sulit mencapai samawa.

Sekarang kita urai, apa sih sebenarnya SNI di sini.

Pertama, S (sabar). Kita tahu bahwa pasutri adalah paduan antara dua insan yang berbeda latar belakang (baik itu pendidikan, kultur, maupun karakter). Oleh karena itulah maka dua insan ini harus saling memahami. Apa yang mungkin nampak dalam diri suami atau istri yang tidak menyenangkan maka harus sabar. Imbalan bagi orang-orang sabar itu tidak kecil. Allah akan selalu mendampinginya.

Kedua, N (narimo, ini bahasa Jawa yang artinya menerima). Bahasa Arabnya qona'ah. Menerima segala yang ada pada diri istri maupun suami. Bukankah sudah disebutkan dalam firmanNya bahwa kala engkau tidak suka terhadap sesuatu yang ada padanya, maka sebenarnya ada sisi lain yang engkau menyukainya, hanya saja engkau tidak mengetahuinya.

Ketiga, I (ikhlas). Rela terhadap apa yang diberikan oleh Allah kepada kita. Tidak perlu kita melihat milik orang. Kalaupun ada yang mengatakan rumput tetangga nampak lebih hijau. Abaikan saja. Itu kan hanya 'nampak', tidak sesungguhnya.

Jadi tidak ada alasan lagi kan kita berselisih faham berkepanjangan dengan pasangan, apalagi sampai pada (maaf) perceraian, walau perceraian bukan sesuatu yang dilarang.

Nah sekarang kita kembalikan kepada keluarga masing-masing, sudah ber SNI atau belum.

Semarang, 7 Muhrram 1439 H

27 September 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post