Nurul Hidayah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ajari Anak Melanggar

Ajari Anak Melanggar

Setiap orang tua pada umumnya akan merasa bahagia memiliki anak penurut, taat terhadap aturan. Namun kita perlu waspada. Terlalu penurut justru dapat membahayakan diri anak baik pada masa kecil maupun setelah anak beranjak dewasa.

Kejadian cukup menggemparkan tiga belas tahun silam misalnya adalah akibat ketaatan yang tak dibarengi kekritisan. Adalah Summer seorang wakil manager McDonald di Amerika sana seperti dilansir abcnews. Ia tiba-tiba mendapat telepon dari seseorang yang mengaku polisi dan mengatakan salah satu karyawan tempat Summer bertugas telah melakukan pencurian. Sang Polisi menggambarkan ciri-cirinya dan ciri tersebut mirip dengan Louis Ogborn, gadis beusia delapan belas tahun yang seringkali bekerja lembur untuk membiayai pengobatan orang tuanya. Dengan alasan seluruh stafnya sedang sibuk Sang Polisi meminta Summer untuk menginterogasi. Ruang kerja Summer berubah menjadi ruang interogasi. Dengan panduan Sang Polisi Summer menyuruh Ogborn melepas seluruh pakaiannya dan menutupi tubuhnya hanya dengan celemek. Karena toko sangat ramai pada jum’at malam itu Summer mengatakan kepada Sang Polisi bahwa ia tak bisa melanjutkan karena harus memenej toko.

Interogasi terhadap Ogborn tak selesai sampai di situ. Atas perintah Sang Polisi Summer memanggil salah seorang pegawai (koki) untuk mengawasi Ogborn dan memberikan gagang telepon kepada penginterogasi baru tersebut. Sang Koki merasa aneh atas perintah Sang Polisi dan permintaan menggambarkan keadaan Ogborn kepada Sang Polisi. Ia tak mau melakukannya kemudian pergi kembali bekerja. Summer terus didesak mencari orang lain untuk menggantikan posisinya menginterogasi. Akhirnya permpuan usia tiga puluhan itu memanggil Nix tunangannya. Nix melakukan kekerasan dan pelecehan kepada Ogborn seperti diperintahkan Sang Polisi. Tiga jam penuh derita dilalui Ogborn. Nix kemudian meninggalkan ruang interogasi. Summer kemudian meminta salah seorang pegawai melanjutkan tugas “interogasi” karena ia sangat sibuk. Kebingungan karena Sang pegawai menolak, Summer menghubungi manajernya. Sebelumnya Sang Polisi mengatakan telah berkoordinasi dengan Sang manajer.

Sang manajer yang dihubungi mengatakan bahwa ia tidak menerima telepon dari siapapun karena ia sudah tidur. Summer baru tersadar bahwa penelpon itu adalah penipu bukan polisi. Ketaatannya kepada polisi gadungan telah membuat pegawainya menderita hingga urung masuk perguruan tinggi karena menarik diri dari pergaulan. Kejadian tersebut juga telah membuatnya kehilangan pekerjaan.

Kejadian serupa juga mungkin terjadi di tanah air. Tak terhitung jumlah orang yang serta merta mentransfer uang kepada penelpon yang mengaku dokter atau polisi. Kejadian-kejadian tersebut membuktikan bahwa ketaatan yang tidak dibarengi dengan kekritisan bisa membahayakan diri dan orang lain. Tabiat taat tentu saja tidak terbentuk secara instan. Begitu juga sikap kritis. Oleh sebab itu sedari kecil anak harus diajari untuk taat secara cerdas.

Ira Chaleff (2015) dalam bukunya “Intelligent disobedience” menyatakan bahwa untuk bisa ditaati, suatu perintah harus memiliki tiga syarat. Syarat pertama, perintah tersebut logis dan berdasar pada prinsip-prinsip moral. Pada kasus Summer misalnya, adalah tidak logis seorang polisi meminta rakyat sipil untuk menginterogasi. Kedua, orang yang memberikan perintah haruslah orang yang memegang “jabatan” tertentu serta bertindak secara kompeten. Sebagai contoh saat seorang dokter menyuruh pasien meminum obat perlu ditaati. Syarat terakhir, perintah yang diberikan haruslah konstruktif. Artinya, membawa kebaikan dan tidak membahayakan diri maupun orang lain.

Apabila ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi maka perintah atau aturan wajib diabaikan. Hal ini perlu diajarkan kepada anak sejak dini. Anak harus diajak menganalisis kondisi yang mengharuskan dia melanggar perintah atau aturan menilik pada tiga hal yaitu tujuan, sumber serta konsekuensei dari perintah atau aturan tersebut. Maka diharapkan ia tak hanya menjadi warga masyarakat yang taat namun juga kritis. Ada aturan-aturan yang harus ditaati namun ada pula yang malah harus diabaikan.

Membangun anak yang cerdas dalam mentaati suatu perintah atau aturan dapat dilakukan dengan diskusi. Saat orang tua menetapkan suatu peraturan di rumah misalnya, hendaklah juga memahamkan anak terhadap alasan maupun manfaatnya. “Kamu tahu, mengapa Ibu menyuruhmu menyimpan barang pada tempatnya?” adalah sebuah contoh stimulus untuk mengajak anak memikirkan alasan dibalik sebuah aturan. Alih-alih mengatakan “Pokoknya kamu enggak boleh jajan!” orang tua bisa mengajak anak berdiskusi untuk mencari alternatif “ Agar asupan yang kita makan terjamin gizi dan kebersihannya, apa kamu punya alternatif selain hanya memakan makanan yang disediakan Ibu?”. Dengan berdiskusi, diharapkan anak akan berpikir sebelum ia memutuskan untuk mentaati atau mengabaikan suatu aturan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post