RINDUKU PADA KAKI GUNUNG BALURAN

Oleh: NURUL JANUARTI

Tantangan hari ke 103 (tulisan ke-165)

#TantanganGurusiana

* Pagi ini Gunung Baluran menampakkan kegagahannya. Hijau dedaunan segar menyelimutinya dengan anggun. Kabut tipis ikut mewarnai keelokannya. Ingatanku kembali kemasa aku benaung di bawah kakinya. Sepuluh tahun kuukir berjuta kenangan yang mewarnai alur cerita hidupku. Awal aku mengabdikan diri pada anak-anak negeri yang masih haus akan ilmu.

Kini aku menyapamu kembali setelah hampir dua puluh tahun kutinggalkan. Aku susuri pantai Sidodadi yang masih asri, terhampar luas di balik hutan jati yang melindungi gagahnya Gunung Baluran. Para nelayan tradisional yang baru turun dari sampan dengan menjinjing ikan menyapaku ramah. Aku tunggu sampai mereka meletakkan ikan-ikan hasil tangkapannya di tempat yang tersedia. Ikan-ikan yang masih segar terkapar di atas pasir yang dialasi plastik tebal. Aku pilih ikan yang ku inginkan lalu ditimbang. Harga yang terhitung murah menurutku dibanding kalau beli di pasar lalu ku bayar tanpa ku tawar.

Sementara lelaki yang setia mendampingi hidupku telah menyiapkan api di bawah rindangnya pepohonan untuk membakar ikan-ikan segar yang sudah kucuci bersih. Kedua putri buah hatiku dan keponakanku menyiapkan segala bekal yang telah aku siapkan dari rumah kakak ipar yang tidak terlalu jauh dari pantai. Cucu-cucu ponakanku asyik mandi di laut yang masih belum tercemar sambil menunggu masaknya ikan.

Sepoi hembusan sang bayu menambah syahdunya suasana. Disamping itu juga mengurangi tenaga yang harus dikeluarkan untuk mengkipas api agar tetap membara. Empat ekor ikan sudah masak semua, kami segera menyantap bersama ikan bakar ala keluarga. Alhamdulillah, rinduku pada suasana kaki Gunung Baluran sudah terobati.