Cinta Dalam Kegelapan (XI)
Sanjoko menghampiri asisten rumah tangga tersebut, raut wajah yang serius dan datar. Tidak terlihat kebohongan sedikit pun, "kenapa anda berkata seperti itu?...tentu anda mengetahui jika majikan anda sekarang sangat mencintai nona Ana?". Asisten rumah tangga itu berbalik menatap Sanjoko, sambil tersenyum sinis, "cinta??...apakah arti cinta ketika semuanya hanya karena harta?. "Anda kira kenapa pintu rahasia ini dibuat?...semata-mata hanya untuk mengawasi nona Ana".
Wanita itu mulai menurunkan suaranya, "nonaku sangat lugu tuan, dia polos dan tulus namun sayang dunia sangat kejam kepadanya". Sanjoko mengambilkan tisu yang kebetulan terdapat disamping tempat tidur Ana. Wanita itu menerimanya, dadanya naik turun menanhan luapan emosi yang dia rasakan. Sanjoko beranjak membuka jendela kamar agar udara segar dapat masuk dan mencairkan suasana diantara mereka. Namun pemandangan indah yang awalnya dia harapkan ternyata jauh berbeda dari kenyataan. Kamar Ana hanya memiliki satu jendela menghadap kearah barat mansion.
Ketika Sanjoko membuka jendela besar itu yang terlihat adalah deretan bangunan tua bekas mes karyawan perkebunan mereka yang tampak kusam dan mengerikan di malam hari. Dikejauhan pohon-pohon karet tampak berdiri kokoh. Antara mes lama karyawan dan pohon-pohon karen itu dibatasi pagar kawat yang sangat tinggi dan dialiri listrik. Sanjoko melihat tanda larangan dan gambar tengkorak dipasang di pintu kawat. Sanjoko merasakan apa yang dirasakan oleh nona pemilik kamar, dia ibarat burung terkurung dalam sangkar emas.
"Ketika nona diantar oleh kakeknya ke sini kondisinya sungguh menyedihkan sebagai keturunan orang kaya, namun berkat kebaikan nyonya semua orang dapat menerimanya disini". Asisten rumah tangga itu kembali menuturkan kisahnya. "Nona anak yang baik, rajin dan pintar yang dengan cepat dapat berbaur dengan semua orang, bukan hanya keluarga semua pekerja pun menyukainya". "Tuan besar yang pada awalnya menentang kehadiran nona di rumah ini akhirnya dapat menerima". Ketika tuan besar, kakeknya sakit dan tak seorang pun mau merawat beliau selain para pelayan, nona Ana malah mengurus kakeknya sendiri dengan telaten".
"Setiap hari mengurus dan menyediakan kebutuhan beliau, sampai menyisir rambut dan memandikannya. Seluruh harinya dihabiskan untuk kesembuhan kakeknya, namun takdir berkata lain tuan besar tidak dapat bertahan berjuang melawan penyakitnya". Beliau wafat dan tahukah "anda tuan isi surat wasiat beliau?, sebagian hartanya dia berikan kepada yayasan sosial. Dan sebagian lagi dia berikan kepada nona Ana sebagai satu-satunya cucu kandungnya.
Bersambung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi
Terima kasih pak...salam literasi
Manteb banget Bu. Di tunggu selanjutnya ya
Terima kasih pak...Siiaap