Osnely Jasmi, M.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kisah Sedih di Hari Sabtu

Dengan langkah tertunduk , lesu tak berdaya kucoba pandangi sekali lagi . Walau dengan hati perih kucoba pandangi sekali lagi … kelas ini … yah kelas ini .. Ruang dimana kutompangi harapan ingin merubah nasib. Tapi… hari ini Sabtu …. Sama seperti hari Sabtu Sabtu sebelumnya . Hari yang paling kutakuti . Sebelum kulangkahkan kaki keluar kelas sekali lagi kupandangi wajah Buk Salwa dengan wajah memelas penuh harap dia akan memberikan keringanan bagi ku tapi harapanku sia- sia , seperti biasa , wajah dinginnya santai bicara : “ Sudah berapa kali disampaikan masih kamu juga yang tidak pakai pakaian seragam pramuka, Sana pulang dulu ganti bajumu,” katanya ketus.

“Ahh Bu …. Seandainya ibu tau apa yang kualami saat ini , seandainya ibu tau bagaimana perasaanku saat ini .. mungkin ibu ngak akan usir aku keluar kelas, ibu ngak akan biarkan aku pulang. Aku ingin belajar Bu… Aku ingin seperti anak – anak yang lain.. “ Batinku menjerit… kenapa tidak ada yang mau memahami kesulitanku ? Kenapa semua orang hanya bicara disiplin ? Harus begini harus begitu ? Tapi kenapa tidak ada yang bertanya kenapa aku ngak pakai baju seragam pramuka ? Kenapa hanya aturan aturan selalu yang dilontarkan ? ……

Langkah gontai kakiku menapaki jalanan …. Jalanan yang sudah kutempuh satu tahun ini. Jalan yang begitu akrab denganku karna setiap pagi dan pulang sekolah kulalui .. Tanpa melihat jalanan pun aku tau dimana harus belok , dimana harus menyeberang . Jarak rumahku kesekolah cukup jauh , lebih kurang tiga kilometer tapi aku tidak merasakan jauh jarak yang ditempuh walaupun dengan berjalan kaki sementara teman-temanku yang lain mereka sekolah dengan naik bemo , tapi itu semua tidak melemahkan semangat belajarku . Aku sudah buktikan walaupun dengan serba kekurangan aku masih mampu menjadi juara dikelasku walaupun bukan juara satu atau dua. Bagiku juara ketiga dikelas merupakan kebahagiaan tersendiri. Aku begitu senang karena bisa membuat jerih payah ibu terbalas dengan nilaiku yang baik.

“Teett … tet..tet…. “ Aku tersentak ketika klakson sebuah mobil mengejutkanku . Aku melihat sekeliling … ternyata aku berada ditengah jalan raya. “Alhamdulillah …” gumamku :Trimakasih ya Allah … Engkau masih melindungiku….” Bergegas aku menuju tepi jalan sepintas kudengar pengemudi mobih mewah itu bicara “mau bunuh diri dek jangan disini …” katanya. Bunuh diri ahh… kamu kira aku ndak tau agama , gumamku dalam hati .

Kuteruskan langkah kaki ini … Ketika sampai dipersimpangan aku tertegun, diam sejenak, pikiranku mulai bekerja pulang atau duduk ditempat biasa merenungi nasib. Gimana yah … ? Kalau pulang pasti ibuku akan tanya kenapa cepat pulang ? pasti kamu cabut ya… ? Ibu sudah susah payah membiayai hidup kita tapi kamu akan …… ahhhh . Aku ngak sanggup akan ceritakan yang sebenarnya pada ibuku , aku ngak sampai hati melihat dia sedih . Beban hidupnya begitu berat. Membiayai hidup kami seorang diri karena sejak ayahku meninggal ibulah tulang punggung keluarga kami. Kami tidak diberikan warisan oleh ayah karna ayahku bukan pegawai negeri juga bukan pengusaha ataupun pedagang sukses, ayahku hanya seorang sopir mobil angkutan kota.

Meskipun seorang sopir angkutan kota tapi ayahku begitu peduli dengan pendidikan namun Tuhan berkehendak lain ketika kami masih kecil masih membutuhkan belaian kasih sayang seorang ayah , ajal menjemputnya . Kecelakaan itu telah merenggut nyawa ayahku, merenggut kebahagiaan kami. Masih terngiang ditelinga ku kata – kata terakhir yang disampaikan ayah pada ibuku, “ Bu… mungkin umurku tidak lama lagi … ayah mungkin tidak bisa melihat anak- anak tumbuh dewasa, maafkan ayah ya bu … Maafkan karna ayah tidak mewariskan apa – apa pada ibu dan anak-anak kita, sawah kita hanya jalanan aspal panjang. Ibu jangan putus asa ya.. sampaikan sekolah anak – anak kita walaupun itu permintaan ayah yang sangat berat bagi ibu … jangan pernah mengeluh karna ketiadaan.. “

Teringat kisah sedih itu aku lantas membelok kekanan, bukan kerumah tetapi kesuatu tempat yang sering kukunjungi kalau aku disuruh keluar kelas. Disebuah pohon pinus yang berjejer cukup banyak ditempat itu , aku memilih pohon yang agak menjorok kebawah . Disini aku sering duduk sendiri merenungi nasib hidupku , terkadang aku cukup terhibur dengan pemandangan alam yang sangat indah dilihat dari sini. Sambil duduk dibawah pohon ini aku bisa menikmati pemandangan panorama yang indah, udara yang sangat sejuk , hamparan sawah menghijau bak karpet hijau terbentang luas .

Disini juga terkadang aku menumpahkan semua perasaanku pada pohon pinus ini. Perasaan kecewa karena tidak bisa mendapatkan apa yang aku inginkan . Ya Allah Ya Rabb… Engkau Allah Yang Maha Mengetahui Engkau Allah yang Maha Melihat tidakkah Kau lihat hambaMu ini ya Allah yang selalu dalam ketiadaan yang selalu dalam kesusahan. Ya Allah aku nggak minta banyak ya Allah… aku hanya ingin sekolah … aku hanya ingin punya ijazah supaya suatu saat ketika aku dewasa kelak aku bisa hidup layak seperti orang lain … hanya ini permohonan ku Ya Allah … Ya Allah Ya Rabb kenapa tidak ada orang yang peduli dengan kami , kenapa orang orang menutup mata akan ketiadaan kami . Apakah ini ujianMu ya Allah….Setiap hari kami membanting tulang demi sesuap nasi . Ibuku tanpa kenal lelah bekerja siang dan malam untuk kelima anak – anaknya , kamipun membantu ibu bekerja sepulang sekolah bukan untuk membeli jajanan tapi untuk sesuap nasi. Sanggupkah aku minta beli baju pramuka pada ibuku… Tidak … aku ngak akan sanggup.. aku nggak sanggup membebani pikirannya untuk membelikanku baju pramuka. Tanpa terasa air mataku menetes … Inikah nasib yang harus kujalani

Sambil bersandar kepohon pinus , aku membayangkan seolah olah aku bersandar pada bahu ayahku . Aku rindu dengan ayah .. Ayah … seandainya ayah masih hidup mungkin derita kami tidak sejauh ini, mungkin saat ini aku sedang duduk dikelasku , mungkin saat ini aku sedang tersenyum bahagia bersama teman – temanku …Tapi …. Anakmu kini sedang duduk sendiri dibawah pohon pinus tua ini .. sedang mengadukan nasibnya pada pinus tua ini..

Dalam deraian air mata … aku tersentak .. Aku ingat pada guru agamaku … Aku ingat pesannya LA TAHZAN . Masih terngiang ditelingaku pelajaran yang disampaikan Pak Masril , guru agamaku agar kita tidak boleh menyerah oleh nasib , agar kita tidak boleh bersedih dengan apa yang kita alami saat ini . La Tahzan jangan bersedih . Kuhapus airmata yang mengalir, kurapikan dudukku, yah aku bulatkan tekad bahwa aku ndak boleh menangis … aku ngak boleh sedih … hadapi semua ini dengan tabah … badai pasti berlalu .. ujarku lirih ….

Tanpa sengaja aku mengambil pisau kecil yang kubawa dari rumah untuk pelajaran PKK hari ini yang belum sempat kupakai. Secara iseng kutulis kata LA TAHZAN dipohon pinus tua ini. Semoga kata ini menjadi saksi bisu nanti bisikku …

“Mama …. Ma … mama ngapain disana …. “ aku tersentak oleh teriakan anakku … Sambil menyeka airmata aku tersenyum bahagia … La Tahzan masih terukir dipohon pinus tua ini . Sambil berjalan kubisikkan seuntai kata pada pinus tua ini “Alhamdulillah … Aku sudah menggapai cita citaku dan anak anakku tidak akan menangis lagi dipohon ini… Trimakasih ya Allah …”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita yang sungguh mangind Ibu..

27 Jan
Balas

Cerita yang sungguh mangind Ibu..

27 Jan
Balas

Kisah yang bikin nangis Ibu

27 Jan
Balas

Mantap buk...semoga sukses selalu..

27 Jan
Balas

Trimakasih atas supportnya .. Salam literasi semoga kita tetap fokus menulis

28 Jan
Balas



search

New Post