Tina S. Atmasasmita

Lahir di Bogor, tahun 1973. Telah dikaruniai 2 (dua) orang putri. Mulai mengajar pada tahun 1996 di Kota Bogor, Alhamdulillah pada tahun 2005 Allah memberi kese...

Selengkapnya
Navigasi Web
Syukur dan Ikhlas
Renungan untuk sendiri

Syukur dan Ikhlas

#Renungan_malam_minggu

SYUKUR & IKHLAS... Dua kata yang sangat mudah ditulis dan diucapkan, tapi coba kita praktikkan dalam keseharian, sulitnya luar biasa (bagi saya….). Disadari atau tidak, diakui atau tidak, seringkali terselip keluhan atau semacam protes dalam hati atas apa yang Allah beri dan tetapkan untuk diri kita. Kita?? Maaf, saya aja kalee....

Seperti hari ini, saya masih ngeluh, badan saya masih demam dan pusing, padahal saya tahu di satu tempat yang lain ada teman saya sedang berjuang melawan kanker payudara yang sekarang sudah menjalar ke paru-paru, tapi setiap ada teman yang jenguk, dia selalu terlihat tegar, berusaha membungkus rasa sakit itu dengan senyuman ikhlas.

Seperti soré kemarin, saya masih menggerutu pada suami saya yang terlambat mengantar saya ke dokter dan lab periksa kesehatan, padahal saya tahu di satu tempat yang lain, ada teman saya sangat sulit meminta bantuan suaminya walaupun hanya untuk sekedar mengantar berobat atau menebuskan resep, bahkan hampir tidak pernah.

Dan masih banyak hal lain yang saya tahu, saya lihat, tapi tidak saya jadikan pelajaran dan cermin kehidupan. Betul sekali pepatah orang tua, dalam hidup kita tidak boleh selalu melihat ke atas, nanti tersandung, sering-seringlah melihat ke bawah agar kita jadi manusia yang pandai bersyukur, dan ikhlas menerima apapun yang Tuhan beri.

Ya Allah, saya harusnya bersyukur dengan ujian sakit ini, syukur saya masih diberi kesadaran, walalupun lebih banyak rebahannya dibanding bekerjanya. Saya harus lebih bersyukur, setidaknya walalupun saya nanti harus pulang saya masih diberi waktu untuk bertaubat. Bersyukur saya masih diberi rizki untuk berobat, coba lihat di luar sana, banyak yang sakit tapi saat mau berobat ke Puskesmas saja ditolak.

Ya Allah, seharusnya saya banyak bersyukur, biarpun suami saya belum bisa memberikan harta yang bergelimang tapi beliau mau menerima saya dengan segala kekurangan saya, dia lelaki pekerja keras, dia mau jadi teman berbagi banyak hal dengan saya, coba lihat di luar sana wahai para emak, tidak sedikit lelaki yang maunya enak saja, mentang-mentang ganteng keren, mentang-mentang sudah bisa mencukupi keluarga secara materi, dia tidak berusaha menerima istrinya dengan apa adanya, dia semena-mena lirak-lirik, colak-colek, rayu sana-sini pada wanita lain, dengan seenaknya tidak menjaga martabat, dipikir kamu siapa? enyahlah, ke laut aja deh kamu! Lha, kenapa saya jadi emosi gini?! padahal yang begitu kan suami orang lain. Maaf teman, saya baru bangun sakit, mohon dimaklum kalau saya emosian.

Terkadang, dalam kontemplasi diri, hati bertekad pokoknya mulai hari ini dan seterusnya saya harus jadi manusia yang serba ada, serba syukur dan serba ikhlas, agar saya tidak perlu kenal lagi dengan yang namanya kecewa, agar saya bisa lebih menikmati keadaan dan lebih bahagia. Bahkan seringkali dalam doa memohon untuk diberikan hati dengan keikhlasan tingkat tinggi (gaya banget dah ah), dimana puncaknya adalah ikhlas menghadapi kematian. Ya, kematian....

Jujur, dalam keseharian saya, terlebih lagi jika saya sedang sehat wal afiat, saya terhitung jarang memikirkan kematian. Ibadah ya ibadah saja, mungkin yang standar-standar saja. Berbeda saat saya sakit, saya “mendadak dangdut” karena takut mati. Maksudnya saya langsung cari muka di hadapan Sang Pencipta. Shalatnya bisa nambah yang sunnah, mengajinya jadi ada target, dengan harapan saya bisa cepat sembuh. Saya jadi bertanya lagi dalam hati, jangan-jangan saya tidak ikhlas nih, karena saya melakukannya pakai embel-embel syarat biar cepat sembuh. Astagfirullah…

Kembali hati saya tersungkur, terlebih lagi saat membaca sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal perbuatan kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya”. Saya jadi takut Tuhan akan menegur saya sebagai bentuk balasan atas diri yang bisanya cari muka hanya kalau sedang diuji saja. Astagfirullah…. Ampuni saya Yaa Robb. Ternyata tidaklah mudah beribadah dan menata hati dengan benar-benar ikhlas.

Berulang-ulang saya membaca tentang “Filosofi Kopi dan Gula” yang keren itu. Bagi yang belum baca, silahkan baca deh, sederhana tapi dalam.

Bila gula dicampur kopi diseduh dengan air namanya “Kopi Manis”, bukan Kopi Gula, disitu nama gula tidak disebut. Tetapi jika rasa kopinya pahit, siapa yang disalahkan? Tentu gulalah yang disalahkan, “kurang gula nih”, dan jika rasa kopinya terlalu manis, siapa yang disalahkan? Tentu gula lagi yang disalahkan, “kebanyakan gula nih…”. Namun jika takaran kopi dan gula imbang, siapa yang dipuji? Tentu semua akan berkata “Kopinya mantaaap.” Gula tidak mendapat pujian.

Bahkan jaman sekarang, jika ada seseorang yang sakit diabetes, seringkali kita menyebutnya dengan sakit Gula. Gula lagi yang disalahkan, padahal yang salah adalah orangnya yang tidak bijak dalam mengkonsumsi gula. Begitulah fenomena kehidupan. Kadang kebaikan tak pernah disebut-sebut, tapi kesalahan akan dibesar-besarkan, kita harus tetap ikhlas.

Ahh, betapa inginya saya seperti gula, yang selalu bisa menghadirkan nuansa manis di setiap suasana. Secara fisik mungkin saya memang sudah manis (aiiih…), tapi dalam batin, saya merasa belum semanis gula, dan saya masih harus banyak melatih hati.

Saat saya menulis ini pun saya takuuuut, takut terselip riya dan rasa tidak ikhlas di hati ini, nanti tabungan amal saya yang baru sedikit itu malah hangus. Semoga tidak ya teman-teman. Trully from the deep of heart, tulisan ini benar-benar hanya untuk mengingatkan diri saya sendiri. Rencana saya, kapan-kapan saat saya sedang kumat menggerutunya, marah-marahnya, kurang syukurnya, kesal sama Pa Kumis my sweetheart, atau apalah, saya mau baca lagi tulisan saya ini, siapa tau saya malu kalau diingatkan sama diri sendiri. Kalau diingatkan sama orang lain kadang susah, lebih banyak egoisnya yang muncul. Kesimpulannya sodara-sodara, ternyata Sabar dan Ikhlas itu tidak mudah, butuh proses, buktinya masih sering ada air mata yang tertumpah.

#Maafkan_atas_closing_melow_yang_ga_jelas

#Stay_At_Home

#Have_A_Nice_Weekend

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Lanjut Ibu

18 Apr
Balas

Trima kasih ibu atas supportnya

04 May

Trima kasih Bu atas supportnya..

18 Apr
Balas

Semoga kita selalu menjadikan iklhas dan sabar ini dasar utk setiap sikap dan tindakan kita ya say... trima kasih juga sudah mampir di blog aku, kawan sholehaku...

04 May
Balas

ssstt... sy koq jg kesentil ya... Alhamdulillah ada yg mengingetkan....trimakasih teh Cantik

21 Apr
Balas



search

New Post