PRIMA DANU ASTRI SUSANTI

Guru SD N Karanganyar II Kabupaten Karawang ...

Selengkapnya
Navigasi Web
TAKDIR LAIN DI BALIK MEDIA GURU WRITING CAMP DI P4TK PKN & IPS KOTA BATU

TAKDIR LAIN DI BALIK MEDIA GURU WRITING CAMP DI P4TK PKN & IPS KOTA BATU

Setelah dapat brosur Media Guru Writing Camp yang ternyata diadakan di Kota Batu, ada rasa kecewa dalam hati saya. Sebab, saat saya ikut pelatihan menulis di Gedung A Kemdikbud, pak CEO pernah sampaikan akan ada writing camp di Jakarta. Jakarta – Cikampek bukan masalah bagi saya, karena jalur itu tidak terllau jauh dan bisa ditempuh dengan banyak pilihan angkutan umum.

Tapi ini Batu lho, saya belum pernah kesana. Tapi saya sering dengar dan lihat di TV kalau Kota Batu itu indah sekali. Ada juga yang menyebutnya Paris-nya Indonesia. Biaya yang harus dibayar oleh peserta Writing Camp tergolong terjangkau, tapi biaya transportasinya lumayan menguras kantong. Tapi ada alternative yang bisa diambil untuk menuju Kota Batu itu. Bisa dengan kereta api, bus atau terbang dengan pesawat.

Niat dan keinginan yang bergejolak karena ingin sekali ikut kegiatan itu. Sebelum saya beranikan diri meminta ijin kepada suami, saya pastikan sedikit rupiah yang tersisa di rekening cukup untuk membawa saya ke Kota Batu. Semangat saya semakin berkobar ketika salah satu teman saya sudah ada di daftar nama peserta. Apalagi teman saya itu sedang hamil. Saya merasa tidak ada lagi alasan bagi saya untuk tidak ikut camp.

Ijin dari suami saya dapat dengan mudah. Beliau adalah sosok suami yang selalu mendukung keinginan saya untuk belajar. Tak banyak berpikir ada langsung mengisi form pendaftaran MWC itu. Akomodasi perjalanan yang menjadi masalah setelah itu. Teman saya yang akhirnya berniat berangkat bersama menginginkan kereta api yang mengantar kami ke Kota Batu. Tapi untuk pulang, entah mengapa saya begitu ingin lebih cepat sampai di rumah. Pesawat yang menjadi pilihan saya. Setan apa yang memperngaruhi saya hingga saya biarkan teman saya itu pulang dengan kereta sendirian. Bahkan, tiket kereta PP muliknya, saya yang mencarikan. Keputusan saya sudah bulat. Saya pesan tiket pesawat untuk pulang. Resikonya, uang hanya terancam habis setelah dari Batu nanti. Saya tidak peduli, antara dorongan punya pengalaman naik pesawat atau memang sekadar mau cepat sampai dan bertemu kedua anak saya. Intinya, saya mau naik pesawat.

Perjalanan dengan kereta menuju stasiun Malang kami tempuh selama 12 jam. Kereta ekonomi itu memnag memeberikan pelayanan yang baik, kebersiahan yang selalu terjaga dan petuga kereta yang ramah. Tetapi kursi kelas ekonomi tetaplah ekonomi. Duduk dengan kursi yang joknya lumayan kaku membuat badan terasa begitu lelah. Apalagi teman saya yang sedang hamil. Posisi duduk yang serba salah membuat dia harus sering merubah posisi duduknya. Bantal yang kami sewa seharga 7000 rupiah belum cukup jadi solusi untuk perjalanan panjang itu. Tepat pukul 01.30 kereta berhenti di stasiun Malang. Kami memutuskan mencari penginapan untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan menuju P4TK Kota Batu esok hari.

Kegiatan MWC di P4TK Kota Batu itu kami ikuti dengan perasaan yang campur aduk. Gedung Rinjani tempat kami menginap menebarkan aroma sedikit angker. Tapi buru – buru saya tepis semua perasaan takut itu. Di kamar B 03, saya dan teman saya dari Cikampek melepaskan lelah setelah 12 jam berada di kereta. Perjalanan dari gedung Rinjani ke aula tempat kami menimba ilmu dari para master Media Guru juga lumayan mengundang rasa takut karena suasana yang begitu sepi. Perasaan aneh itu lenyap ketika kami bisa bertemu rekan guru dari berbagia daerah di aula tempat belajar. Terlepas dari naskah yang saya bawa itu apakah sudah pantas disebut sebagai naskah sebuah buku atau hanya sebuah hasil latihan menulis seorang guru SD seperti saya. Motif utama saya iku writing camp murni mencari ilmu. Saya kagum dengan teman – teman yang naskahnya sudah berhasil menjelma menjadi sebuah buku. Rasa minder pasti ada, sampai – sampai saya tidak mau konsultasi dengan Pemred Media Guru secara langsung sperti yang lain. Saya biarkan naskah saya yang sudah saya print out kepada Pak Eko Prasetyo pimred Media Guru untuk di hakimi.

Langkah saya untuk memperjuangkan naskah saya saya pupus setelah saya mendapat saran dari Pak Eko untuk berdiskusi dengan penulis yang mempunyai buku dengan tema yang hampir sama dengan saya. Penyakit minder saya kambuh, saya benar – benar berniat memupus nita saya menjadikan naskah saya sebuah buku. Saya akan belajar lagi. Saya ingin memiliki buku berkualitas, bukan memaksakan diri asal terbitkan buku.

Saya berhasil mengobati hati saya. Saya tidak menyesal menulis naskah yang hampir 100 halaman itu. Itu adalah hasil latihan saya. Tidak harus jadi sebuah buku. Hari kedua, malam hari di aula kami terlambat masuk kelas. Kelas sudah dibagi menjadi dua. Kelas Non Fiksi dan Kelas Fiksi. Saya memutuskan meninggalkan Pak Eko dan beralih ke kelas fiksi yang dikawal oleh Ibu Istiqomah, novelis dan cerpenis idola saya. Kebetulan saya juga membawa satu naskah kumpulan cerpen yang sudah selesai 15 judul. Satu diantaranya sudah habis dimutilasi oleh Bu Istiqomah. Saya puas sekali akhirnya saya berkesempatan mendapat pembelajaran yang sebenarnya. Pada akhirnya saya tahu, menulis fiksi itu sangat sulit.

Intinya, saya tidak pernah menyesal mengikuti kegiatan ini. Walaupun saya tidak bisa ikut hingga penutupan. Ternyata saya benar – benar tega membiarkan teman saya yang sedang hamil itu sendiri menuju stasiun Malang. Menyusuri panjangnya rel kereta menuju Kota Cikampek. Taksi yang saya tumpangi melaju cepat ke arah Bandara Abdul Rahman Saleh. Sopir taksi begitu ramah menceritakan kepada saya betapa indahnya Kota Batu. Mulai dari apel sampai harga durian yang begitu murah.

Tiba juga saya di bandara. Hati saya tidak karuan. Saya belum pernah naik pesawat. Tapi kenapa saya nekat untuk menggunakan pesawat menuju Jakarta. Padahal, dari Jakarta ke Cikampek masih perlu dua jam lagi. Saya masuk melewati pintu scan pertama. Orang lain mungkin sudah biasa. Mata saya focus pada petunjuk yang ada di sana. Hingga ke tempat cetak boarding pass dan barang bawaan masuk bagasi, mata saya masih focus pada penunjuk arah. Jangan sampai saya salah, bisa malu dilihat orang banyak. Begitu masuk pintu boarding, tas ransel saya tertahan mesin scanner. Salah satu petugas bandara menahan saya. Tas saya diperiksa. Mereka bilang ada cutter di dalam tas saya.

Mungkin ini takdir lain di balik kegiatan MWC ini. Cutter dalam tas saya itu membuat saya bertemu dengan saudara sepupu saya yang sudah 20 tahun tidak bertemu. Ketika petugas bandara memeriksa tas saya, ada petugas bandara lain yang berjalan menuju ke tempat saya berdiri dan menyapa saya dengan mata berkaca – kaca, “Iki dek Ima ya?” tak sempat saya jawab, badan saya sudah ada dipelukannya. Saya mengingat ingat, siapakah wanita cantik yang memeluk saya ini. Setelah berusaha mengamati wajahnya dengan seksama, dia adalah sepupu saya yang memang tinggal di Malang. Rasanya hampir pingsan menahan rasa bahagia. Alloh siapkan scenario yang luar biasa. Selain ilmu yang luar biasa dari MWC, jadwal pesawat saya yang delay hingga hampir satu jam itu membuat saya mempunyai kesempatan mengobrol banyak dengan sodara sepupu saya itu. Begitu banyak masalah di keluarga besar yang membuat kami tak pernah bisa bertemu. Dua puluh tahun lalu itu saya baru berusia 13 tahun, kelas dua SMP. Setelah itu tidak ada kabar berita lagi.

Hingga akhirnya pesawat itu datang. Pesawat terakhir di bandara pada hari itu. Rasa tidak karuan itu muncul lagi. Keringat dingin saat memasuki badan pesawat tidak bisa saya tahan. Kursi yang sudah saya pilih semalam saat check in online sudah tampak di depan mata. Duduk dengan hati gelisah. Pesawat itu meninggalkan bumi malang dengan mulus, walaupun saya tak mampu membuka mata lantaran takut. Betapa indahnya alam semesta setelah saya berhasil membuka mata dan melihat keluar jendela. Mendadak nasehat dari suami terngiang dengan jelasnya. “Ketika seorang hamba menjadi sombong, sesekali pandanglah diri kita, bumi kita dari sisi yang berbeda. Sesekali terbanglah, untuk melihat betapa kecilnya manusia itu di hadapan Alloh.” Pesawat terasa berhenti ketika berada di ketinggian maksimal. “Oh, begini ya rasanya naik pesawat.” Saya bersyukur, orang yang duduk di samping saya itu sudah tertidur sejak pesawat belum terbang. Jadi bisa dipastikan polah saya yang norak itu tidak ketahuan.

Pendaratan yang mulus dihadiahkan oleh sang pilot dalam penerbangan ini. Hati terasa begitu lega, kami sudah ada di darat lagi dengan selamat. PR berikutnya adalah saya harus temukan dimana barang bawaan saya tadi. Keripik apel dan teman – temannya harus saya temukan sebagai tanda mata buat anak – anak yang sudah tiga hari saya tinggalkan. Saya bertahan untuk tidak bertanya dan focus pada semua petunjuk. Kardus oleh – oleh dan koper berisi baju kotor itu sudah ada di tangan. Sejurus kemudian, saya dapati wajah sejuk yang sudah saya rindukan itu di pintu keluar. Senyum suami menyambut dengan begitu romantis. Penat lelah hilang. Perjalanan luar biasa ini sampai pada titik yang terindah, kembali bertemu keluarga.

Tidak ada yang kebetulan. Semua yang ditakdirkan untuk kita jalani selalu ada rahasia yang bernilai hikmah luar biasa. Perjalanan menuju Kota Batu yang indah, bertemu dengan para guru hebat, para motivator hebat dan pengalaman pertama naik pesawat yang mempertemukan saya dengan sodara yang 20 tahun tidak bertemu, menjadi satu bukti kebesaran Alloh yang Maha Kasih.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

luar biasa bu. pengalaman yang penuh perjuangan dan tulisan yang terasa crispy, licin, dan renyah

01 Mar
Balas

Aduh ada pak kepsek... Terimakasih banyak pak.. Plong saya sudah tulis pengalaman luar biasa ini.

01 Mar
Balas

Terimakasih ibu agustiani dewi.. Benar bu.. Kota batu indah sekali.. Sayang saya tdk bawa anak dan suami... Semoga kami bisa berkunjung ke kota Batu lagi lebih lama.

02 Mar
Balas

Wihhh, tulisan yang mengalir dan enak dibaca. Senang sekali ibu punya kesan seru tinggal di kota kami.

01 Mar
Balas



search

New Post