Kaos oblong disebut T-shirt karena bentuknya yang menyerupai huruf T. Awalnya kaos oblong digunakan pakaian dalam serdadu Inggris dan Amerika sekitar abad 19.

Budaya kaos mengalami puncak perkembangan ketika Marlon Brando mengenakan kaos warna abu abu saat Ia memerankan Stanley Kowalsky pada pentas teater dengan lakon “A Street Named Desire” karya Tenesse William di Broadway, AS (1947)

Di Indonesia kaos semakin popular dan memiliki nilai ekonomi karena dibubuhi dengan kata kata yang inspiratif, jenaka, dan kritis. Ada beberapa Home industry yang memiliki andil besar mengerek nilai ekonomi kaos. Misalnya, Jogger Bali dan Dagadu Jogjakarta

Polemik seputar kaos muncul ketika sebagian kalangan menilai kaos oblong sebagai busana luar dianggap kurang sopan. Mereka yang mengenakannya dinilai kurang beretika. Terutama saat dipakai pada acara-acara resmi. Kalau saat sedang santai, tidak masalah.

Sekarang, budaya kaos kembali menjadi pro kontra. Penyebab utama, budaya kaos mulai merambah ke ranah politik seiring munculnya kaos bertagar tahun 2019 ganti presiden.

Sebagai guru saya khawatir polemik ini akan berkecambah hingga ke sekolah karena ada yang pakai kaos bertagar tahun 2019 ganti kepala sekolah. Waduh......