Puspa Anggraheni

Biografi S. Puspa Anggraheni , Purbalingga I Purbayasa....

Selengkapnya
Navigasi Web

Maafkan, Terpaksa Kupinta Ini

Maafkan, Terpaksa Kupinta Ini

Mengapa otakku terasa kering? Meski melihat banyak peristiwa berseliweran di depan mata namun tak ada satu pun yang bisa kutulis. Otak seperti bebal.

Laptop sudah kubuka berjam-jam namun tak satu huruf pun yang singgah. Baca buku pun tak muncul ide. Akhirnya kuputuskan untuk salat dhuha saja lalu tidur. Ternyata ketika salat itulah muncul ide berikut ini.

Dahulu berbagai ulah mereka (anak-anak super) ini membuat semua guru minimal mengelus dada. Kesal, kecewa, empati dan marah bergulat jadi satu menghadapi mereka. Namun kini saya sudah mengurangi intensitas rasa kepada mereka.

Mereka tak ragu untuk berbuat ekstrim. Misalnya meminta uang secara paksa pada temannya. Hal ini tak bisa dikatakan sepele. Cobalah Anda perankan sebagai anak kecil yang hanya punya saku Rp3000. Senang waktu bel istirahat jajan mpek-mpek kesukaan. Sudah terbayang makanan yang kenyal dengan bumbu pedas manis plus mentimun. Namun sayang ketika bel berbunyi, tiba-tiba di depan pintu sudah dihadang seseorang yang meminta paksa uang tersebut. Tak berdaya pupuslah keinginan makan mpek-mpek uang itu diserahkannya.

Tentu jika tidak diberikan, takut ancamannya. Rasa takut, marah, sedih, dan benci ditahan dalam hati. Anehnya lagi, korban tidak berani menyampaikan pada guru maupun orangtua. Meskipun secara sadar korban tahu jika lapor ke guru minimal guru akan turun tangan.

Hal ini karena perasaan takut kepada pelaku pemerasan sudah masuk ke pikiran bawah sadar si korban.

Pemerasan ini berlanjut berhari-hari bahkan bertahun-tahun. Kadang ada teman yang melihat mereka juga takut lapor ke guru. Sementara itu guru pun tak bisa mengontrol semua siswa. Selain banyaknya siswa juga waktu istirahat yang lima belas menit itu habis untuk sekadar membasahi kerongkongan dengan minum teh di ruang guru.

Kembali ke masalah anak-anak super. Atas usulan dan desakan beberapa guru, akhirnya kepala sekolah memanggil ketujuh orangtua siswa yang unik nan super ini. Kepala sekolah membuka pembicaraan kepada tujuh ibu yang hadir. Beliau didampingi dua orang guru salah satunya saya sendiri. Kepala sekolah menyampaikan bahwa tugas mendidik anak yang utama adalah orangtua. Oleh karena ibu-ibu menitipkan kepada kami, maka perlu kami tekankan kembali tanggungjawab ibu-ibu sebagai orangtua. Putra ibu-ibu sampai saat ini masih belum berubah. Anak-anak ini sering berbuat yang merugikan diri sendiri mau pun teman-temannya. Misalnya bicara kasar dan kotor. Tidak mau mengikuti pembelajaran, keluar masuk kelas setiap saat dengan berbagai alasan. Tidak mengerjakan tugas rumah. Tidak mengerjakan evaluasi. Tidak mau mematuhi tata tertib sekolah. Sampai yang terbesar adalah pemerasan dengan ancaman.

Untuk itu ibu-ibu diundang ke sekolah, karena sekolah merasa kewalahan mengatasi putra ibu. Untuk lebih jelasnya bu guru akan menyampaikan secara lebih rinci. "Silakan Bu!" Beliau mengakhiri penjelasannya.

Berikutnya guru mapel menyampaikan perilaku masing-masing siswa agar orangtua mengetahui dengan persis apa saja yang telah dilakukan anaknya di sekolah.

Suasana hening, ketujuh ibu diam mendengarkan penjelasan rekan saya ini. Berikutnya giliran saya untuk menambah informasi.

Saya sengaja membuka dengan sebuah kalimat yang menghipnosis. Mengapa? Karena sebenarnya saat ini saya sudah pasrah dan menyerah kalah, karena berbagai cara sudah ditempuh. Pemanggilan orangtua seperti ini pun sudah berulangkali namun lima dari tujuh anak ini justru aksinya semakin berani.

Sampailah sebuah imaji andai tujuh anak ini sudah keluar, suasana sekolah dan pembelajaran pasti lebih kondusif dan efektif. Lamunan macam apa ini, saya bicara dengan diri sendiri.

"Ibu-ibu...saya bisa merasakan bagaimana sedih dan kecewa hati ibu-ibu memiliki anak yang berperilaku seperti ini", ucapan saya memecah keheningan.

Mungkin karena saya ucapkan dengan sepenuh hati sehingga menyentuh hati mereka. Saya melihat mereka mulai berkaca-kaca. Air mata mengalir di pipi mereka yang pucat karena kecewa berat.

"Namun janganlah berkecil hati, karena ada Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang".

"Pasti ada hikmah dibalik semua ini, kami sebagai pelayan siswa, juga terus merenung mengapa Allah menghadirkan anak-anak ini ". Begitu pula ibu-ibu, Allah menitipkan anak-anak ini sebagai bentuk kasih sayang Allah agar ibu-ibu memohon-mohon pada-Nya. Hanya Allah yang mampu membolak-balik hati, maka mari bersama-sama merenungi diri hal-hal mana perbuatan kita yang belum sesuai aturan-Nya.

Mereka makin terbawa emosinya, sesenggukkan sambil menghapus air mata yang semakin deras. Rupanya benar, anak-anak yang bermasalah ini karena kurangnya kasih sayang orangtua.

Saya tetap tenang dan tak terbawa sensitif, beruntung saya hipnosa (hening) sehingga bisa netral. Biasanya saya mudah menangis dan iba melihat orang yang sedih, kali ini tegar dan tenang.

"Mohon maaf Bapak Kepala Sekolah, saya mengusulkan anak-anak ini diberi skorsing tidak boleh masuk sekolah selama tiga hari" mereka kaget mendengarnya.

Usulan saya ini, sock terapi seperti jamu pahit yang harus diminum demi menyembuhkan hati yang berpenyakit.

Ketika kami memberi kesempatan untuk bertanya, ada yang tidak menerima skorsing ini. Alasannya martabat, malu kepada orang lain. Ada pula yang bertanya bagaimana cara ngomongnya ke anak saya, memang anak saya keras dan sulit dinasihati. Ada lagi yang merasa tidak bersalah, merasa mendidik dengan baik di rumah. Kecuali ayahnya yang ....belum selesai bicara keburu air matanya deras mengucur bagai hujan di musim penghujan.

Saya mencoba menenangkan mereka. "Ibu-ibu...anak-anak ini milik Allah, hanya Allahlah yang Mahatahu apa yang terbaik bagi anak-anak ini, maka mintalah diberi jalan keluarnya. Meminta kepada Allah dengan merendahkan diri serendah-rendahnya. Mengakui semua salah dan dosa. Kita ini bodoh, naif dan miskin, hanya kepada-Nya kita berserah diri. Allah Maha Pemberi dan Pengabul doa. Janganlah berkecil hati, yakinlah akan pertolongannya.

Selesai saya menyampaikan hal ini, segera ke kelas untuk membubarkan siswa. Baru saja lima menit anak-anak keluar kelas, sudah ada teriakan anak dari luar. Astagfirullah...darah segar mengucur dari kepala Toni (nama samaran). Darah berceceran di lantai depan kelas. Rupanya tadi Toni lari dan kepalanya membentur di bagian rusuk tiang depan kelas.

Sesaat panik melihat teras berlumuran darah, bau anyir menyeruak kemana-mana. Pertolongan pertama dilakukan dan segera dibawa ke puskesmas yang kebetulan dekat sekolah.

Ini adalah kejadian ketiga hari ini yang membuat senam hati. Pertama, pagi tadi ada seorang ibu dengan anaknya berdiri di pintu pagar sejak bel masuk. Anaknya mogok, mengaku takut dengan temannya yang sering minta uang dengan paksa. Ternyata maling teriak maling. Beruntung dengan tetap tenang menelusuri, akhirnya diketahui justru dialah si pelaku. Hanya saja karena masih kecil, dia takut masuk sekolah karena merasa bersalah.

Tidak sedikt guru yang menganggap bahwa pemerasan seperti ini dampak dari gadget. Benarkah?

Kira-kira 45 tahun yang lalu, saya merasakan pemerasan dengan ancaman seperti ini di sekolah. Saya ingat betul, ketika ketemu dengan pelaku dada berdebar-debar karena takut. Sangat menyiksa, tidak betah di sekolah.

Jika demikian, kasus ini telah ada dan akan selalu ada sepanjang masih ada kehidupan. Para anak didik kita butuh kepekaan kita dalam menjamin kenyamanan hati mereka.

Hari ini penuh hikmah. Manusia takkan bisa apa-apa tanpa pertolongannya. Mulai Senin sampai Rabu minggu ini kelima anak mendapat surat cinta dari sekolah untuk belajar sendiri di rumah. Semoga hal baik terjadi, kami manusia yang hanya bisa berusaha, keputusan ada ditangan-Nya. Bimbinglah kami ya Allah...

Kami yakin keajaiban terjadi dihari keempat nanti...

Allahu'alam laa haula wala quwwata illa billah.

(Hanya Allah yang Maha Tahu, tidak ada daya dan kekuatan selain dari Allah).

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus Bunda...

24 Sep
Balas

Aamiin....trmksih doa dan kunjungnya bund

07 Oct

Sungguh tulisan yang bagus dengan mengangkat

16 Sep
Balas

Sungguh tulisan yang bagus dengan mengangkat kejadian yang sebenarnya...semoga menjadi inspirasi para guru , orangtua untuk bisa menanggani anak- anak yang unik ini

16 Sep
Balas

Aamiin...insyaallah bund...trmksih kunjungnya, mana masukannya?

16 Sep

Untuk masuk annya apa ya...aku masih belajar kakak

17 Sep

Untuk masuk annya apa ya...aku masih belajar kakak

17 Sep

Terimakasih, bu Puspa.. Sangat menginspirasi..

16 Sep
Balas

Aamiin...trmksih doa dan kunjunngnya bunda.

17 Sep

Terimakasih, bu Puspa.. Sangat menginspirasi..

16 Sep
Balas

Saya jadi belajar bagaimana menghadapi anak yang bermasalah dan berkomunikasi penuh empati dengan orang tua mereka.

16 Sep
Balas

Insyaallah...setiap niat baik Allah tentu memudahkannya aamiin

17 Sep

Ikut tegang membacanya bu Puspa, benar2 hipnotist teacher.

17 Sep
Balas

Aamiin...trmksih doanya dan juga attensinya.

17 Sep

Memang perlu segera diterapkan pendidikan keluarga/ kelas orangtua dimasing masing sekolah formal...

16 Sep
Balas

Ide yang sangat bagus Bapak Adnan Yusufi

17 Sep



search

New Post