Puspa Anggraheni

Biografi S. Puspa Anggraheni , Purbalingga I Purbayasa....

Selengkapnya
Navigasi Web
Semua Sudah Pas Adanya

Semua Sudah Pas Adanya

Semua Sudah Pas Adanya

Setiap diri memiliki keinginan. Seperti Doraemon, aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin, ingin, ingin banyak sekali.

Namun sudah hukum alam tak semua keinginan bisa terpenuhi. "Kamu sadar itu, bukan?" Sambil senyum kusadarkan diri.

Masih ingatkah, bertahun-tahun siang-malam menginginkan sebuah mobil. Setiap di jalan, selalu tampak mobil mungil seperti impian, karena waktu itu uang belum di tangan.

Kini mobil ada, jarang kau ajak serta. Sesekali saja menemani pergi. Rupanya hari ini keinginan berganti, ingin istirahat karena badan letih, lesu dan lungkrah. Mungkin energi melemah.

Wifi mati, quota juga mati. Komunikasi terganggu. Tak bisa menghubungi, kontak terhenti. Bahkan untuk pesan sayur gudeg dengan menthok ayam pun, harus rela antre berjam-jam.

Namun, kondisi ini rupanya baik untukku. Agenda kerja untuk menulis beberapa tugas hampir terselesaikan. Bisa istirahat tanpa bunyi dering gadjet. Terlebih kita pun bicara lewat pikiran bawah sadar" berbaik sangka, wifi mati atau kacau sinyal".

Bicara ke dalam diri sendiri, lega, nyaman, dan sejahtera di rasa. Itulah kiranya kegiatan yang jarang dilakukan oleh kesibukan aktivitas dan rutinitas.

Indahnya berdamai dengan semua kejadian. Kejadian apa pun itu indah dan pas adanya.

Masih kuingat, 40 tahun yang lalu, duduk dipinggir sungai. Coretan jari di tanah halus membentuk lukisan diri yang sangat kurindukan. Entah kapan sosoknya hadir. Selama ini hanya datang dalam mimpi nan sunyi. Rambut panjang teruai dengan senyum lembutnya. Sosok yang mendamaikan. Lukisan di tanah tersapu air mataku. Lukisan itu lenyap, seperti hilangnya mimpi ketika bangun pagi.

Sesal, kecewa, sedih, dan entah rasa apa lagi. Kuingin cegah kepergianmu, namun tak kuasa. Engkau meninggalkan duka nestapa juga lara di dada. Peluk penuh kasih tiada duanya, menentramkan ikut pergi bersamamu. Bisikan "Nak, ibu ada didekatmu...jangan takut lagi, ya!"

Kucari ke sana ke mari tiada satu pun orang di sini. Rupanya seorang diri di pinggir kali.

Kini, usiaku telah condong ke barat. Masih kutanyakan, di mana lukisan itu semakin samar. Tak ada kanvas, tak ada pasir, juga tak ada air. Kulukis dalam jiwaku ini, mengapa kumengharap sosoknya. Aku bisa melukis dalam diri. Ya, kulukis diri dalam kehidupan fana ini. Agar sosoknya melekat dan membias di sekelilingku.

Dengan ini, bisikan itu benar. Ada sosok mendamaikan masuk sanubariku. Kini tak ada lagi sunyi. Tak ada lagi sepi. Karena terlalu banyak di sekelilingku tempat melukiskan peluk penuh kasih.

Meski bibirnya terkatup, matanya tertunduk. Mereka membisikkannya lewat hati, seperti 40tahun yang lalu, kubisikkan lewat hatiku, "Ibu ada di sini, bertanyalah Nak, jika kalian belum paham". Kutemukan anak-anak yang takut, ragu, berapakah nilai Try Out ku?".

Edisiiriesaibpkaulia.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Nulisnya ga perlu tunggu ada sinyal yas?

03 Feb
Balas

Tidak ibu, ngirimnya saja yg menunggu sinyal hehehe

03 Feb

Dengan menulis bisa bernostalgia 40 th silam.

03 Feb
Balas

Betul sekali bunda...sy ingat ibu saya, wanita yg anggun tak pernah marah...hikhikhik

03 Feb



search

New Post