puspa lestari

Guru Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Toroh Grobogan. Mengawali menulis sejak tahun 2017 dan bergabung di Media Guru Indonesia. Tiada hari tanpa menulis karena me...

Selengkapnya
Navigasi Web

Tulisan ke-773(378)

KEAJAIBAN CINTA KIRANA

#6

Langit biru melukiskan pemandangan angkasa nan membiru. Mentari memancarkan sinarnya memberi kebaikan bagi habitat di bumi. Koloni hewan tanah bersembunyi di balik gundukan tanah menanti matahari bergeser ke barat. Kehidupan nyata duniawi berwarna warni bak pelangi saat gerimis mengundang. Segala makhluk ciptaan Tuhan dengan segala ukuran sesuai takaran. Allah menciptakan manusia sebagai khalifah untuk menjaga dan memanfaatkan segala yang ada di dunia. Kirana menyadari sepenuh hati bahwa ia dilahirkan di keluarga sederhana yang penuh cinta dan kasih sayang. Kedua orang tua yang bertanggung jawab mendidik dan membesarkannya kelima anaknya. Sosok ayah pekerja keras sebagai petani yang berpenghasilan tidak tentu, namun keluarga selalu bahagia.

Kirana senang ibu sudah dirawat di rumah sehingga ia tidak perlu ke rumah sakit. Kini tanggung jawab berjualan sayuran di pasar dilakukan Kirana selama masa tunggu perkuliahan. Ia berdoa semoga ibu akan segera sehat dan bisa berjualan di pasar. Hampir satu bulan ia membantu berjualan di pasar dengan senang hati. Sejak bertemu dengan mas Dafa hari-harinya berbunga-bunga. Entah ini namanya cinta atau hanya perasaan sayang Kirana terhadap mas Dafa. Pertemuan pertama dengan mas Dafa mengukir kenangan indah bagi hidup Kinara. Setiap berpapasan di pasar hatinya penuh rasa cenat cenut seperti orang sedang jatuh cinta.

Saat lapak mulai sepi waktu juga sudah berangsur siang dan pasar mulai tutup Kirana bergegas pulang naik angkutan karena kak Hans sibuk mengantar istrinya periksa kandungan. Kirana tak malu pulang naik angkutan berdesakan dengan penumpang lainnya. Cuaca terik mentari mengucurkan peluh di tubuhnya. Mendadak di hadapan Kirana sepeda motor.

“Pulang bareng, yuk!”

“Oh, mas Dafa. Aku naik angkutan saja takut merepotkan.”

“Gak repot, ayo naik. Ini pakai helmnya.”

Seperti kerbau dicucuk hidungnya ia langsung mengikuti perintah mas Dafa. Motor melaju ke jalanan mengarah ke rumahnya. Mas Dafa hafal sekali jalur ke rumahnya hanya 15 menit motor telah sampai di depan rumahnya. Kirana turun dari motor dan tidak lupa mengucapkan terima kasih. Mas Dafa membaas dengan senyuman lalu melajukan motor pulang ke rumah.

Kirana dengan wajah ceria masuk rumah di ruang tamu ayah sedang istirahat sepulang kerja dari sawah. Kali ini ayah akan panen padi sehingga bisa membiayai kuliahnya. Sebagai anak yang beruntung dan disayangi keluarganya. Ayah memberikan dukungan materi untuk masa depannya.

“Kin, gimana jualannya? Laris?”

“Lumayan, Yah.”

“Sana mandi terus kita makan bersama ibu.”

Kirana berjalan menuju kamar untuk mengambil baju ganti lalu mandi agar bau pasar hilang. Usai mandi ia menuju kamar ibu sedang duduk di kasur sambil mendengarkan shalawatan. Kirana senang ibu sudah membaik dan akan segera pulih seperti biasanya.

Kinara mengajak ibu makan bersama ayah dan kak Hanum di meja makan. Kami biasanya makan bersama sekeluarga tetapi kakak yang lain sibuk bekerja. Ayah senang meskipun makan hanya dengan sayur dan lauk seadanya keluarga kami selalu bersyukur. Kebahagian itu begitu sederhana hanya bersama-sama melakukan kegiatan seperti makan atau membersihkan rumah menjadi waktu yang istimewa. Seperti masa kecil kami semua kumpul bersama untuk makan malam atau sekedar bercakap-cakap di ruang tamu. Ibu nampak makan lahap pemandangan ini menjadikan Kirana tersenyum bahagia. Kirana membantu ibu meminum obat untuk kesembuhan penyakitnya.

Membereskan meja makan bersama kak Hanum sebagai kewajiban anak perempuan. Rutinitas membantu urusan dapur sudah dibiasakan ibu sejak anak-anak. Saling menyayangi dan menghormati juga diajarkan ibu sebagai sebuah karakter. Keluarga adalah tiang utama pendidikan karakter. Diam-diam kak Hanum memperhatikan Kirana yang terlihat bahagia dan ceria wajahnya.

“Kin, kamu kok ceria sekali, ada apa?”

“Gak ada apa-apa, kak.”

“Siapa yang tadi mengantarmu pulang dari pasar?”

“Sssttttt, diam, kak. Jangan bilang-bilang, nanti ayah dengar.”

Mendengar adiknya yang takut pada ayahnya maka kak Hanum memilih tersenyum dan berlalu dari Kirana menuju ke kamar.

Kirana sebenarnya tidak ada hubungan dengan mas Dafa. Baginya mas Dafa itu hanya teman saja tidak lebih dari perkiraan kak Hanum yang penasaran. Ia tak mau bercerita kepada keluarganya karena ia masih ingin mengejar cita-cita kuliah. Ia sudah berjanji kepada keluarganya untuk menjadi orang yang sukses. Ia fokus untuk belajar dan tidak akan pacaran atau menjalin hubungan dengan siapapun. Ia juga takut jika kak Hans mengetahui tentang mas Dafa maka ia akan dimarahi. Sebagai anak yang baik dan solehah ia selalu menunjukkan kesungguhan dirinya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post