NGAKAN PUTU SUARJANA

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Untuk apa guru menulis?

Banyak rekan guru yang saya temui menanyakan hal itu. Untuk apa guru menulis? Saya tidak terbiasa menulis. Guru tugasnya mengajar bukan menulis. Ada juga yang berdalih, saya kan guru honor jadi untuk apa menulis? Apakah bapak ibu pembaca budiman ada yang masih mempertanyakan hal itu?

Pertanyaan itu dijawab semalam oleh narasumber pelatihan menulis lewat WA yaitu seorang guru yang juga penulis senior Bapak Dudung Nurullah Koswara (DNK). Beliau banyak mengupas mengapa guru harus menulis. Beliau memaparkan secara jelas alasan beliau menulis yaitu:

Pertama menulis itu mengalirkan perspektif kita tentang sesuatu. Mengasah artikulasi tentang suatu hal. Menulis tidak harus baik namun setidaknya kita dapat melihat sejauh mana kebodohan bahkan potensi kita dalam menulis. Narasi tang kita tulis adalah cermin literatif kita.

Kedua menulis itu bisa menjadi ekspresi perlawanan kita tentang sesuatu yang menurut kita tak adil atau ada ketidakadilan. Penulis adalah ksatria pembela kebenaran, pedangnya adalah pena atau jari kita.

Ketiga menulis itu narcis literatif. Kalau kita hanya selfie selfie saja semua orang juga bisa. Anak SD juga ahli, namun menulis itu sangat seksi, mengapa? Karena menulis itu hal yang gampang tapi dianggap sulit. Ini anggapan sesat yang menyebabkan ribuan orang tak menulis.

Selain itu, melalui diskusi panjang dengan peserta muncul beberapa ide lain alasan menulis yaitu untuk membela diri. Kalau secara fisik belajar ilmu silat untuk membela diri, maka guru bisa membela diri dengan menulis sebagai bentuk perlawanannya. Guru dapat menuliskan ide/pendapat dan perasaaannya tentang suatu hal yang berkaitan dengan profesinya. Ketidakadilan yang dihadapinya dalam melaksanakan tugas profesinya. Namun hal membela diri ini pasti ada tantangannya. Tulisan kita akan banyak mendapat tantangan. Tapi hal itu justru menjadi indikator bahwa tulisan kita sudah banyak yang membacanya. Penting juga diperhatikan, tulisan tidak mengandung unsur SARA dan tidak menyinggung personal. Pengalaman pak DNK saat memuat tulisannya di koran tentang guru pembina pramuka di Sleman yang mendapat perlakukan tidak baik dari pihak kepolisian juga demikian. Pihak keluarga korban banyak yang tidak suka. Tulisan beliau itu membela korps guru, mengedepankan azas praduga tak bersalah sehingga juga mendapat banyak dukungan dari rekan-rekan guru. Hal seperti itu juga dialami Ibu Lilis guru dari NTT. Ibu ini banyak menulis di akun FB nya. Beliau banyak menulis berbagai hal di sana sampai suatu ketika ada tulisannya yang mendapat banyak sorotan dari berbagai pihak. Kepala sekolah, pengawas sekolah, pihak dinas sampai ada orang direktorat yang melakukan konfirmasi terhadap tulisannya. Tapi kembali itu tidak menjadi suatu persoalan karena yang diungkapkan adalah fakta.

Jadi banyak alasan guru untuk menulis. Juga bisa sebagai media publikasi diri, bahkan bisa menjadi sumber kesejahteraaan seperti yang sudah dinikmati Om Jay dan pak DNK. Maka pada guru mari kita mulai menulis. Seperti kata Om Jay mulailah menulis setiap hari dan rasakan keajaiban yang akan terjadi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap pak. Narasinya enak dibaca

07 Mar
Balas

Terima kasih pak. Sedang belajar nih...

07 Mar



search

New Post