Kak Puputnya Aiz

AKU RUMAH KETIKA ENGKAU MENJADI PENGEMBARA (30 Mei 2017 / @PutyAisy) PEREMPUAN BIASA YANG BERIKHTIAR MENJADI PEREMPUAN YANG DICEMBURUI BIDADARI SURGA Tak kena...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENCINTAI ITU MENJAGA

MENCINTAI ITU MENJAGA

Seorang lelaki tampan dan perempuan ayu di sampingnya, diapit dua gadis kecil yang cantik-cantik. Foto keluarga yang hangat.

Kuusap layar ponselku. Lelaki tampan itu, di hatinya pernah ada ruang yang belum dihuni siapapun, kecuali aku. Sebelum perempuan ayu itu, pemilik keping hatinya adalah aku. Aku adalah kenangan di hidupnya, demikian juga dia di hidupku.

Dua puluh satu tahun yang lalu.

Seragam putih abu-abu kami masih melekat. Rapat siang itu telah usai. Tiba-tiba seseorang menarik tanganku.

"Namaku Maha, aku Maha bukan Hama, kenalkan ya"

Aku terkejut, sesak dadaku melihat kekonyolannya hari itu. Dia memang tampan, menarik dan smart. Tapi sayang dia masih anak SMA. Bisa dimarahi Ibu kalau aku meladeninya. Hehe :D

Lelaki tinggi besar itu seorang mantan ketua OSIS yang namanya demikian tenar. Dia bernama Maharizieq Fahrian. Idola gadis-gadis di SMA kompleks ini. Mereka begitu menginginkan sosok Maha menjadi pacar mereka, tapi tidak denganku. Sumpah aku takut mengenal laki-laki, apalagi yang masih berseragam abu-abu, takut kualat dengan kata Ibu.

Kantor Imigrasi, 2017

"Assalamualaikum, Aku Maha. Kau Raya kan?" sapa lelaki berpostur tinggi besar di hadapanku. Aku mengamatinya lebih dekat, aku pernah mengenalnya, kubuka kaca mata hitamku.

"Masya Allah Maha? Waalaikum salam" Jawabku gugup sambil malu-malu kulihat wajahnya; benar, dia Maharizieq Fahrian.

"Alhamdulillah senang bertemu denganmu Ray" Lelaki itu menatapku sebentar, aku melihat bola mata teduh di balik mata sipitnya. Mata itu, masih mata sejuk yang kukenal dua puluh satu tahun lalu. Sedikit berkaca-kaca saat memandangku, kemudian mengalihkan pandangannya pada berkas-berkas di tangannya.

"Ehm maaf aku harus antrekan data dulu Maha" Jawabku gugup. Ya Allah, mengapa aku harus dipertemukan dengan lelaki ini lagi? Aku berlari kecil menuju antrean panjang. Tapi gawat, ada yang mengikutiku.

"Ray, maaf ini syalmu tertinggal" Suara seseorang sambil membawa syal ungu di tangannya.

Dengan gugup kuambil syal itu dari tangan Maha. Ya Allah, mengapa dia lagi dan dia lagi?

"Terima kasih" Jawabku pelan.

"Kau sendirian? Tak diantar suamimu Ray?" Tanya Maha. Aku tak sanggup menjawab, aku menggeleng.

"Duduklah, biar aku saja yang mengantrekan" Katanya tiba-tiba.

"Kau juga ada keperluan? Tanyaku.

"Ya, kita sama, dalam satu antrean. Aku juga perpanjangan paspor" Jawabnya. Dia tersenyum lebar. Gigi putihnya berbaris rapi, senyum indah itu pernah kunikmati hampir setiap hari dua puluh satu tahun yang lalu.

Aku duduk di kursi tunggu, sementara Maha mengantrekan berkas-berkas kami. Dari kejauhan aku melihatnya, dengan rasa campur aduk entah apa namanya. Ia masih yang dulu terakhir kulihat, lelaki shalih berjenggot tipis dan sangat berwibawa. Sesekali dia menolehku dan tersenyum. Menerima senyumnya aku jadi mati kaku.

Maha, ada rahasia apalagi ini? Kita dipertemukan dalam kondisi begini. Dari cerita singkatmu kau seorang Ayah dari dua putri, dan aku Ibu dari ketiga anak-anakku. Kita telah memiliki keluarga dan pasangan yang mencintai kita.

Pertemuan itu, menjadi pertemuan pertama setelah panjangnya waktu memisahkan kami. Pertemuan itulah, awal sebuah bencana. Bencana? Ya, kehadirannya kembali membuka masa lalu yang pernah dengan susah payah kukubur.

Masa lalu itu adalah cerita tentang aku dan Maha. Bermula saat dia memberanikan diri menyatakan cinta. Dia mengeluarkan dua benda; korek api dan rokok. Aku disuruh memilihnya, dan aku memilih korek api. Maha tertawa menang. Bagi dia ketika aku memilih korek api, itu artinya aku menerima cintanya. Apa hubungannya ya?

Tiga bulan dari peristiwa itu, aku mendengar Maha mengikuti sebuah kajian Islam di sekolah. Ada kakak-kakak yang tergabung di Rohis yang membinanya. Sejak itu sikapnya berubah drastis. Ia begitu dingin dengan perempuan. Tapi anehnya gadis-gadis yang mengidolakannya semakin tergila-gila.

Ada yang menarik dari perpisahannya denganku.

"Ray, maafkan aku. Jika aku lebih memilih memantaskan diri, sampai aku siap menjemputmu"

Kalimat itu membuat kepalaku berputar-putar kukernyitkan dahi, mengingat demikian erat tangannya menggenggam jemariku sebelum itu.

"Setelah Mamaku, kamu perempuan pertama di hatiku Ray" Katanya berbinar.

"Kedua, ketiga, keempat siapa?"Tanyaku.

"Kamu, kamu saja Ray!" Jawabnya tegas.

"Kelak kamu, kamulah Ibu dari anak-anakku Ray, anak kita lima" Kata Maha lagi.

Kata-kata itu sangat jauh berbeda dengan kalimat pamitnya padaku.

"Maafkan jika aku ada khilaf Ray, maafkan jika kita sok tahu dengan ketetapan Allah. Maafkan aku yang tiba-tiba menarik diri dari hubungan kita. Jaga diri baik-baik ya. Ingat pesanku; Mencintai itu menjaga. Assalamualaikum"

Pandangan matanya tak lagi seperti sebelumnya, dia begitu santun. Aku kehilangan Mahaku.

Ada manik bening menetes di pipiku. Benar kata Ibuku, aku tak boleh mengenal cinta, apalagi cinta lelaki yang masih berseragam putih abu-abu. Aku menghormati keputusan Maha untuk memilih memantaskan diri katanya. Aku tak paham apa maksudnya.

Hari-hariku setelah itu disibukkan dengan persiapan masuk perguruan tinggi. Sampai di suatu hari ada yang meminangku sebagai istri. Pengabdianku kepada Ayah dan Ibulah alasan utama pernikahan kami. Pernikahan tanpa cinta? Mengapa tidak. Cinta itu bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Orang yang meminangku adalah lelaki bermata sipit, berkulit putih berbadan kekar seperti Maha, tapi Beliau bukan Maha. Lelaki inilah Papa dari anak-anakku tercinta.

Maha datang dengan wajah kusut, sehari sebelum pernikahan kami. "Selamat Ray, beruntung sekali suamimu, barangkali doanya lebih deras daripada doaku. Bahagiakan dia"

"Terima kasih" Jawabku pelan.

"Kau tahu, seberapa besar aku mencintaimu?" Tanya Maha tiba-tiba. Pertanyaan itu bak petir menggelegar. Aku menggeleng.

"Aku mencintaimu, sebesar penjagaanku kepadamu. Sebab sebuah ketulusan, tak pernah lahir dari doa yang diam"

Air mataku meleleh. Lelaki itu mengajariku betapa sesungguhnya "mencintaiku itu menjagaku". Itulah mengapa ia memilih merawat diam dari cinta yang belum dihalalkan.

Surabaya, 3 Juni 2017

@PutyAisy

#NulisRandom2017

#Day3

#Cerpen2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post