Belasan tahun mengajar matematika mmbuat sy menemukan seribu satu karakter siswa, baik sikap maupun cara belajar mereka. Siswa yg memiliki hal2 unik dalam dirinya, tentunya sangat sulit untuk sy lupakan.

Seperti anak yg satu ini. Namanya Nando. Sekilas tak ada yg spesial dgn dirinya. Kemampuannya dalam pelajaran tak begitu menonjol, namun tak juga parah2 banget. Saat ini Nando duduk di kelas 9. Meskipun saat ini sy tak lagi mengajar di kelasnya, tapi sy masih ingat sesuatu yg unik darinya.

Sy mendapatinya di kelas 7, saat sy mnjadi guru matematikanya. Waktu itu pokok bahasan penjumlahan bilangan bulat (baik positif maupun negatif). Misalnya 27 + 35, 64 + 29, dsb. Jika mendapati soal demikian, pada umumnya siswa mngerjakannya dgn pnjumlahan bersusun. Namun tidak dgn Nando. Ia mnggunakan jari-jarinya utk perhitungan2 tsb. Tak heran jika ia lebih cepat mnjawab dibandingkan siswa yg mnggunakan cara brsusun.

Karena penasaran, sy memberinya bbrp soal dan memintanya mnjawab dgn cepat. Dan trnyata dijwbnya dgn benar dan cepat. Triknya biasa sj. Misalnya 38 + 45. Ia memunculkan 3 jari di tangan kanan dan 4 jari di tangan kiri, sehingga jumlahnya 7 yg brarti 70. Selanjutnya utk satuannya, yaitu 8 dan 5, ia hny mmbengkokkan satu jari lagi di tangan kiri dan kanan, dan mnghitungnya di kepala mnjadi 13. Sehingga 70 tadi dijumlahkan dgn 13 jawabannya 83.

"Bgmn kmu bisa mngingat dgn baik bahwa jari yg bengkok ini adalah 8 dan 5?" tny sy wktu itu. "Sdh trbiasa pak" jwbnya

"Siapa yg mngajarimu cara ini?" "Papa sy, pak"

"Ooo...papamu guru matematika jg?" "Bukan pak, papa sy tukang kayu dan bangunan"

"Tapi lulusan SMA kan?" "SD, pak"

Sy tak dpt mneruskan prtnyaan lg. Bibir sy trkunci, dan mata sy mulai panas, dan brkaca2. Didikan ayahnya begitu membekas dgn baik di kepalanya, mengalahkan trik dan rumus2 apapun. Ini membuka mata sy bahwa pendidikan yg baik dr lingkungan keluarga akan betah dan abadi di jiwa2 anggota keluarganya.

Terima kasih Nando, telah mnginspirasi sy...