Rachmad Lasaka

Guru matematika SMP Negeri 2 Luwuk, Kab.Banggai, Sulawesi Tengah. Aktif di kegiatan kerelawanan pendidikan, sosial, dan kemanusiaan......

Selengkapnya
Navigasi Web
SEKOLAH NYAMAN, BEBAS PERUNDUNGAN

SEKOLAH NYAMAN, BEBAS PERUNDUNGAN

Sekolah merupakan institusi pembentukan karakter bagi murid. Ini mengisyaratkan bahwa pendidik diharapkan dapat membangun komunitas di sekolah guna menyiapkan murid di masa depan agar menjadi berdaya tidak hanya untuk pribadi, tapi berdampak pada masyarakat.

Untuk menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman bagi murid, perlu adanya penumbuhan budaya positif bagi seluruh warga sekolah. Budaya positif perlu diciptakan agar dapat mendukung pembentukan karakter murid yang diharapkan. Untuk mengembangkan karakter, murid membutuhkan kesempatan agar dapat berperilaku baik secara moral. Sekolah diharapkan dapat memberikan kesempatan dan pengalaman bagi murid dalam mengaplikasikan nilai yang sudah ditanamkan kepada mereka. Dengan cara ini, murid juga dapat mengembangkan cara belajar yang konstruktif.

Salah satu budaya positif yang dapat dikembangkan di sekolah adalah saling menghargai. Wujud nyata dari sikap ini adalah toleransi (mau menerima perbedaan). Perbedaan ini dapat berupa perbedaan pendapat, kebiasaan, fisik, ras, dan lain-lain. Meskipun memiliki sejumlah perbedaan, persahabatan antar sesama murid tetap bisa terjalin, karena perbedaan bukanlah penghalang terwujudnya persatuan dan kesatuan.

Berbicara tentang perbedaan, tentu erat kaitannya dengan keberagaman. SMP Negeri 2 Luwuk sebagai salah satu sekolah di Kabupaten Banggai, memiliki banyak keberagaman murid, baik dari fisik, suku, agama, ras, bahasa, budaya, kebiasaan, maupun latar belakang sosial dan ekonomi keluarga. Keberagaman ini memiliki potensi besar kerawanan dan kerentanan terjadinya perundungan (bullying) antar murid. Jika perundungan ini dibiarkan terus menerus, lama-kelamaan sikap saling menghargai yang ingin dikembangkan di sekolah bisa tergerus bahkan menjadi hilang.

Saya menyadari bahwa perundungan masih terjadi di SMP Negeri 2 Luwuk. Beberapa pelaku bahkan dengan mudah melakukan secara terang-terangan dan menganggap sebagai sesuatu yang lumrah. Hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena dampak perundungan bisa berakibat fatal yang berkepanjangan.

Sekolah sebagai “rumah kedua” bagi murid, harusnya memiliki peran aktif dalam menjaga anak dari perundungan. Sekolah merupakan salah satu pihak yang ikut bertanggung jawab terhadap kasus perundungan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pembinaan kepada murid-murid tentang bahaya dan dampak perundungan.

SMP Negeri 2 Luwuk adalah salah satu sekolah negeri di Kabupaten Banggai yang terletak di lokasi strategis pusat kota Luwuk, ibukota kabupaten. Sekolah ini berada di kawasan persekolahan dimana beberapa sekolah berada dalam satu kompleks. Setidaknya terdapat 4 SD, 2 SMP, 2 SMA, 1 SMK, dan 1 perguruan tinggi yang menempati lokasi di kawasan yang sama tersebut. Bisa dibayangkan bagaimana ramainya suasana jalan raya di kompleks persekolahan ini pada pagi hari saat jam berangkat sekolah, siang hari saat pulang sekolah atau saat jam olahraga (terdapat sebuah lapangan olahraga di kawasan ini yang digunakan bersama). Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya gesekan antar pelajar antar sekolah di kawasan tersebut.

Kondisi lain yang dapat saya sampaikan adalah SMP Negeri 2 Luwuk berdiri di atas tanah seluas 3310 m2 dengan 3 gedung utama berlantai dua. Jumlah rombongan belajar yang tersedia saat ini sebanyak 22 dengan jumlah murid seluruhnya ±700 orang. Terdapat 40 orang tenaga pendidik dan 5 orang tenaga kependidikan. Komposisi ini mungkin belum cukup ideal dalam mencegah terjadinya gesekan antar pelajar di SMP Negeri 2 Luwuk.

Sebelum pandemi—saat sekolah tatap muka masih  normal—saya sering mendapatkan laporan dari anak-anak tentang perundungan di dalam kelas atau di sekolah. Misalnya diolok dengan nama-nama yang buruk, gawai disembunyikan, dimintai uang oleh kakak kelas, ditakut-takuti dengan binatang mainan, diancam dalam mobil angkutan umum, ditertawakan dalam grup percakapan, dan lain sebagainya. Meskipun hal ini sudah ditangani oleh guru, namun selalu saja kasus-kasus seperti ini terjadi berulang-ulang. Saat program belajar dari rumah—pembelajaran jarak jauh—selama pandemi pun juga terjadi kasus perundungan, meskipun hanya dalam grup percakapan. Padahal dalam grup tersebut ada wali kelas yang ikut mengawasi mereka.

Saya menyadari bahwa keadaan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Banyak dampak buruk yang diakibatkan oleh perundungan. Untuk itu, di awal Juli 2021  saya melakukan pembinaan kepada murid-murid SMP Negeri 2 Luwuk dalam bentuk sosialisasi anti perundungan.

Adapun tujuan saya melakukan sosialisasi anti perundungan ini adalah ingin memberikan informasi kepada murid tentang bahaya dan dampak perundungan di sekolah, mencegah agar anak-anak jangan sampai menjadi pelaku atau korban perundungan, serta menjadikan murid sebagai agen perubahan dalam mencegah terjadinya perundungan di sekolah.

Sebelum sosialisasi anti perundungan dilaksanakan, saya melakukan pemetaan terlebih dahulu dengan menyebarkan angket kepada murid-murid SMP Negeri 2 Luwuk. Pemetaan ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman murid tentang perundungan, seberapa sering dirundung, siapa saja pelakunya, berapa orang, dimana lokasi perundungan, dan lain-lain.

Berdasarkan hasil angket tersebut, saya memantapkan diri untuk melaksanakan pembinaan kepada murid-murid melalui sosialisasi anti perundungan.

Setelah melakukan pemetaan melalui angket, saya menghadap kepala sekolah untuk menyampaikan rencana pelaksanaan sosialisasi. Kepala sekolah pun setuju dan bersedia memberikan sambutan saat sosialisasi. Saya juga menghubungi beberapa guru (wali kelas) untuk meminta kesediaan murid-murid mereka sebagai peserta pada kegiatan tersebut.

Saya juga menjalin kerja sama dengan Yayasan Babasal Mombasa (sebuah komunitas yang bergerak di bidang literasi, pendidikan, budaya, dan sosial kemanusiaan) untuk mendatangkan pemateri yang akan menjadi narasumber pada kegiatan dimaksud. Setelah berembuk, dipilihlah Andi Azis Muhammad sebagai pemateri dalam sosialisasi tersebut.

Andi Azis Muhammad adalah seorang relawan psikososial , putra asli Kabupaten Banggai kelahiran Bunta, 14 Mei 1999. Saat ini Azis menempuh studi di Jurusan Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Sejak tahun 2017 Azis aktif di Komunitas Relawan Psikososial Ahmad Dahlan (KORPS AD) dan sekarang menjabat sebagai ketua KORPS AD. Azis pernah menjabat sebagai Kepala Departemen Edukasi Himpunan Pelajar Mahasiswa Luwuk Banggai Yogyakarta (HPMLB YK) selama 2 periode berturut-turut sejak 2018. Ia juga terpilih sebagai Gubernur Badan Kesejahteraan dan Pembinaan Pelajar Mahasiswa Indonesia Sulawesi Tengah - DIY (BAKEPPMIST DIY) periode 2020-2022. Pengalaman kerelawanannya teruji saat menjadi Relawan Psikososial Pada bencana alam gempa bumi tsunami likuifaksi Palu Sigi Donggala dan Relawan Psikososial pada bencana alam gempa bumi Lombok.

Pelaksanaan sosialisasi dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 Juli 2021 pukul 08.00 wita sampai dengan pukul 11.00 wita. Seyogyanya acara sosialisasi ini diadakan secara luring penuh di SMP Negeri 2 Luwuk. Namun, sehari menjelang pelaksanaan sosialisasi, terbit Surat Edaran Bupati Banggai Nomor 440/1388/Dinkes tentang Pengendalian Penyebaran Covid-19 dengan perpanjangan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. Pada point 6 surat edaran itu menyebutkan bahwa “pelaksanaan seminar, pertemuan, sosialisasi, penyampaian aspirasi dalam bentuk kerumunan dan pelaksanaan akad nikah/pesta perkawinan di rumah dan hotel ditunda dan/atau tidak diperbolehkan. Surat edaran tersebut sempat membuat saya kaget karena sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk tempat sosialisasi sudah dibersihkan dan semua peserta sudah menyatakan diri siap datang ke acara tersebut dengan protokoler kesehatan. Saya memutar otak dan dalam waktu singkat mengubah format acara yang digunakan, yaitu dari moda luring penuh menjadi moda daring dengan menggunakan aplikasi zoom.

Pemateri juga sempat kaget dan tidak bersedia jika kegiatan diubah ke moda daring karena pemateri tidak siap dengan format tersebut. Namun saya berupaya mengkomunikasikan dan menjelaskan tentang adanya surat edaran Bupati dan sanksi yang didapatkan jika surat edaran tersebut dilanggar. Pemateri pun akhirnya bersedia dengan format daring yang ditawarkan.

Saya juga dengan segera menghubungi murid dan menyampaikan format acara yang sudah diubah. Alhamdulillah, murid-murid menyatakan bersedia hadir secara virtual. Peserta yang awalnya dibatasi hanya 30 orang (format luring), diubah menjadi maksimal 100 orang sesuai kapasitas zoom meeting premium.

Pada hari H pelaksanaan sosialisasi (Sabtu, 10 Juli 2021), peserta yang hadir berkisar antara 70 – 80 orang. Jumlah ini naik turun karena jaringan yang kurang stabil membuat beberapa peserta berkali-kali ‘keluar masuk’ ruang zoom. Peserta mengikuti acara sosialisasi dari rumah masing-masing. Pemateri berada di perpustakaan Yayasan Babasal Mombasa, sedangkan saya berada di laboratorium komputer SMP Negeri 2 Luwuk. Saya memulai kegiatan sosialisasi dengan memberikan pengantar terlebih dahulu kepada peserta, kemudian dilanjutkan oleh pemateri hingga selesai. Alhamdulillah kegiatan berjalan dengan lancar.

Selama pelaksanaan sosialisasi, peserta terlihat berantusias sekali karena pemateri sangat interaktif dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pemantik kepada peserta. Di bagian awal, pemateri menjelaskan tentang pengertian dan ciri-ciri perundungan, serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perundungan. Pemateri juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk menceritakan pengalaman mereka saat dirundung oleh temannya di kelas atau sekolah. Pemateri pun sempat mewawancarai salah satu peserta yang pernah menjadi korban perundungan namun takut melaporkan kepada orang lain hanya karena ingin mencari ‘aman’ saja.

Sebelum menutup sesi, pemateri mengajak peserta untuk membuat dan mengisi Johari Windows (Jendela Johari). Johari Windows adalah teknik memahami hubungan manusia dan manusia atau hubungan antara diri dan orang lain. Teknik ini diciptakan pada tahun 1955 oleh 2 (dua) orang psikolog Amerika, Joseph Luft (1916-2014) dan Harrington Ingham  (1914 – 1995). Johari adalah gabungan nama mereka berdua.

Di bagian akhir, pemateri memberikan penguatan kepada seluruh peserta untuk selalu menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan prestasi, serta menjalin pertemanan dengan banyak orang agar terhindar dari perundungan. Peserta juga diingatkan untuk tidak melakukan perundungan kepada siapapun dengan menumbuhkembangkan sikap saling menghargai kepada seluruh warga sekolah.

Setelah kegiatan sosialisasi anti perundungan, dampak pada murid belum dapat terlihat secara langsung di sekolah karena murid-murid belum diizinkan untuk datang akibat masa pandemi yang berkepanjangan. Dampak program terlihat secara daring pada percakapan-percakapan grup wa. Murid yang sebelumnya bicara agak kurang sopan dalam grup, kini mulai santun dalam berkata-kata. Mereka juga mulai membiasakan diri mengucapkan kata-kata seperti ‘tolong’, ‘maaf’ dan ‘terima kasih’. Beberapa murid juga membantu menegur jika ada murid lain yang masih merundung teman dalam percakapan.

                 Saya cukup puas dengan Aksi Nyata yang dilakukan. Penumbuhan budaya positif ‘saling menghargai’ melalui sosialisasi anti perundungan dapat menumbuhkembangkan sikap peduli kepada sesama. Namun saya menyadari bahwa hasil aksi nyata yang saya lakukan belum tentu segera terlihat dalam jangka waktu pendek. Ini adalah perkara jangka panjang dalam membangun atmosfer lingkungan sekolah yang positif dan nyaman.

                 Pembelajaran yang saya dapatkan dalam Aksi Nyata ini adalah pentingnya menyiapkan rencana kegiatan dengan baik. Perencanaan yang kurang matang dan terburu-buru mengakibatkan kegiatan berjalan kurang baik dan tidak maksimal.        Pembelajaran lain yang saya peroleh adalah pentingnya kerja sama antara pihak sekolah dengan berbagai komunitas di luar sekolah. Keberadaan komunitas-komunitas ini dapat dimanfaatkan oleh sekolah dalam membantu menumbuhkembangkan budaya positif di sekolah serta membantu murid dalam mengembangkan diri sesuai kemampuan mereka.

         Rencana perbaikan yang akan saya lakukan adalah terkait publikasi kegiatan. Saya merasakan bahwa publikasi yang dilakukan belum maksimal. Ini terbukti saat kegiatan sosialisasi secara virtual hanya sekitar 70 – 80 murid yang bersedia mengikuti kegiatan sampai selesai. Saya juga berencana memperluas cakupan pembahasan materi sosialisasi, termasuk penyisipan ice breaking dan permainan-permainan kecil secara virtual.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post